Mohon tunggu...
Aa Dadang
Aa Dadang Mohon Tunggu... -

suka basa basi\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mimpi yang Merindukan

26 Januari 2011   07:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:10 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

" Mau kemana kau dik..? " sapa ku pada dia, namun dia hanya terdiam terus berjalan seolah keberadaan ku tak tampak dimatanya, " dik..dik.." semakin keras aku memanggilnya, namun tetap saja dia tidak mendengarku, menoleh saja tidak, terus berjalan menyusuri jalan yang tampak kosong tanpa lalu lalang kehidupan.

Mencari Remot TV yang lupa entah dimana ditaruhnya, lelah mencari akhirnya aku menyerah, kunyalakan TV dengan manual, " Gitu aja kok repot " gumam ku sambil menyandarkan tubuh ini disofa, mungkin karena sudah teramat lelah mataku sudah tak kuasa menahan kantuk, maklum saja pekerjaan sebagai mandor banguna cukup menguras tenaga dan pikiran.

Akhirnya aku menyerah, terseret dalam rayuan tidur yang melenakan kesadaran.

Dalam alam buaian aku melihat istriku berjalan memegangi seorang bocah kecil yang bertelanjang kaki, tatap matanya kosong menandakan kehampaan, kehampaan yang mengandung arti kerinduan, kekecewaan dan kesepian, dengan spontan aku mulai menyapanya.

Aku hendak mengejar, namun entah mengapa kaki ini terasa berat untuk melangkah meski kupaksa, seolah-olah kaki ini telah dicor menyatu dengan bumi yang kupijak, setelah cukup jauh mereka meninggalkanku, anak kecil itu menoleh dan berucap" Pulanglah pak ".

Meski telah jauh jarak kami  tapi seolah suara itu terdengar jelas ditelingaku dan menggetarkan jiwaku, suara itu tiba-tiba mengembalikan kekuatan tubuh ku kembali, kukejar mereka dengan sekegenap kekuatan, namun semakin aku mengejar, semakin jauh pula jarak diantari kami.

Sayup terdengar dering suara handphone menggugah kesadaranku, " Ah.., hanya mimpi " ujarku, lalu ku ambil hp yang tergeletak dihadapanku, setelah ku perhatikan ternyata nomer baru yang tertera, terlalu malas aku menelpon balik " mungkin salah sambung " pikirku.

Jam telah menunjukan pukul 11 malam, rasa kantuk telah sirna, masih teringat mimpi tadi yang membuat teringat akan keadaan, keadaan yang membuat lupa akan istri tercinta, tak terasa sudah 3 tahun aku meninggalkanya, dan 3 tahun pula aku tak pernah mengirimnya kabar, pergi hanya menuruti keegoan mengejar cita-cita meraih kesuksesan tanpa berpikir ada hati yang berharap cemas menunggu kepulanganku kepangkuanya.

Tak kusadari butiran bening menetes dari kelopak mata, tanpa berpikir panjang lagi kupersiapkan diri ini untuk pulang.

Terinspirasi dari lagu dangdut Bang Toyib.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun