Dulu PDI terpecah menjadi dua, PDI (Soerjadi *CMIIW) dan PDI-P (Megawati). Sulit membuktikan mana yang asli dan mana yang palsu dan nampaknya mereka memang tidak mempedulikan hal tersebut terutama PDI-P. PDI-P terus saja berjuang tanpa menabrak rambu-rambu hukum di negara kita tercinta ini. Mereka terus berjuang dan berprestasi sehingga akhirnya dapat menjadi pemenang PEMILU di era Habibie. Hal ini layaknya menjadi sebuah contoh untuk persebaya (1927), tidak perlu banyak bicara, yang terpenting berprestasi. Jadi maksud saya begini, Ada baiknya persebaya (1927) mengikuti lagi kompetisi resmi PSSI sekalipun harus mulai dari bawah. pahit memang, namun buat saya itu solusi terbaik. Buktikan dengan prestasi, dalam 4-5 tahun bisa menuju ISL dan membungkam mulut orang-orang yang membenci anda. Buktikan saja dengan prestasi tidak perlu melarang-larang, berdemo dsb, seperti halnya yang dilakukan oleh PDI-P. Saya ada beberapa pertanyaan dan mohon di jawab : 1. Ketika Saleh Mukadar Mengganti nama menjadi persebaya 1927 dan merubah logo, mengapa kalian para bonek tidak melakukan protes. Seharusnya kalian bergerak dan menuntut untuk tidak merubah apapun yang menunjukkan keaslian dari persebaya. Jangan bilang hal itu demi di-ijinkannya pertandingan persebaya (1927) untuk kompetisi IPL. Mengapa kalian tidak berjuang seperti saat ini untuk menuntut diijinkannya pertandingan persebaya (1927) tanpa harus merubah nama dan logo. 2. Ketika persebaya (ISL) berkompetisi di divisi utama, mengapa kalian tidak berdemo, karena jelas2 mereka menggunakan nama persebaya dan menggunakan logo persebaya asli. Jangan bilang persebaya (isl) itu adalah persikubar, buat saya itu adalah pernyataan bodoh. 3. Mengapa kalian tidak berdemo ketika persebaya (1927) masih berkompetisi di IPL namun manajemen persebaya (1927) tidak mampu memaksimalkan potensi yang ada untuk mendapatkan sponsor sehingga para pemain tidak menderita karena belum terima gaji. Padahal setiap kali persebaya (1927) bertanding ribuan bonek selalu hadir. 4. Mengapa kalian tidak berdemo ke pengelola IPL yang jelas2 harus bertanggung-jawab karena ketidakmampuan mereka mengelola kompetisi, membuat banyak klub yang menderita. Padahal waktu itu IPL adalah liga resmi PSSI, tapi disiarkan pun tidak, apalagi mau dapat sponsor. LPIS-lah yang paling bertanggung jawab atas kekisruhan ini, bukan yang lain. 5. dan pertanyaan saya yang terakhir mohon lihat gambar di bawah : Tidak jelas ? Saya tuliskan "yang tertulis di kening para bonek hanyalah 2 kata, persebaya (1927) atau tidak sama sekali". Pertanyaannya, Mengapa hanya 2 kata ? padahal ada 5 kata, apa karena bonek terbiasa beli gorengan bayar 2 padahal makannya 5. (ini fakta, mamang saya dulunya pedagang gorengan di sekitar jln sudirman dan suka lewat gbk, waktu itu gorengannya habis di borong bonek tapi cuma dapet uang 5000 *miris) dan lagi ditulisnya itukan di spanduk bukan dikening ya :D salam damai ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H