Tulisan ini saya siapkan selama 14 hari berada dalam masa karantina mandiri seusai pulang dari perjalanan ke Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Saya menyadari betul bahwa bepergian di masa pandemi covid-19 bukanlah sebuah langkah bijak, maka, saya menunda mempublikasikan tulisan ini hingga karantina mandiri saya di rumah selesai dan saya serta keluarga berada dalam keadaan sehat.
Bandung
Tanggal 20 Maret dinihari, saya berangkat dari rumah di kawasan Cileunyi, Kabupaten Bandung menuju sebuah pool mobil travel menuju bandara Soekarno-Hatta Cengkareng di Jalan Dipenogoro, Bandung. Nyanyian tonggeret berbunyi dari arah pepohonan. Cileunyi hujan setiap hari. Udara dingin. Apalagi lepas tengah malam itu, ketika taksi daring menunggu di depan rumah.
Saya mengenakan kaos tangan panjang, mantel fleece panjang, celana jins, kaos kaki, dan sepatu. Tanpa masker wajah, tanpa penutup kepala.
Sehari sebelumnya, aplikasi Kawal Covid menayangkan jumlah korban Covid-19 di Indonesia: 309 orang. Kegelisahan masyarakat—terutama anggota keluarga saya—perlahan meningkat. Pemberitaan di media massa semakin intens. Saya tetap harus berangkat. Tiket sudah dibeli dan tidak bisa refund atau reschedule. Urusan pun menanti di tempat tujuan.
Cengkareng
Saya tiba di bandara Soekarno Hatta jauh lebih cepat dari perkiraan. Pesawat saya menuju bandara I Gusti Ngurah Rai, Denpasar berangkat pukul 08.20 WIB, sementara saya sudah tiba di bandara pada pukul 03.30 pagi. Di tengah pandemi, hal itu mencemaskan saya.
Bandara adalah sebuah gerbang. Orang-orang dengan berbagai riwayat perjalanan dan penyakit datang dan pergi, lalu-lalang di situ.
Saya memilih kursi panjang untuk tidur di terminal 1 B. Orang-orang terlihat aware tentang physical distancing. Kursi-kursi banyak dikosongkan untuk menghindari persentuhan antara satu orang dengan yang lainnya. Sebagian besar orang menggunakan masker, bahkan sebagian kecil menggunakan sarung tangan karet.
Selama menunggu, saya memanggil kembali seluruh ingatan tentang cara mencegah terkena droplet dari orang lain—yang saya cerna dari media massa. Pertama, tentu saja physical distancing. Jaga jarak aman. Tak perlu bersentuhan jika tak perlu.
Kedua, sesering mungkin saya pergi ke toilet untuk mencuci tangan. Meskipun saya menyimpan dua botol hand sanitizer, saya menghindari menggunakannya terlalu sering. Beberapa peneliti percaya bahwa penggunaan hand sanitizer secara berlebihan memungkinkan manusia kehilangan kemampuan untuk membangun resistensi terhadap bakteri. (Sumber).