Mohon tunggu...
aa sigitta
aa sigitta Mohon Tunggu... -

Hidup adalah pelajaran, berhenti belajar berhenti hidup. Hidup harus penuh semangat, semangat redup hidup pun meredup. Impian adalah api kehidupan, tanpa impian kehidupan terasa dingin. Dan hidup adalah anugrah NYA, menolak kehidupan menolak anugrah.

Selanjutnya

Tutup

Money

Outsourcing

12 Juli 2012   23:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:01 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Di tahun 1998 kala krisis mendera Indonesia. Seakan kehidupan ekonomi sangat-sangat sulit. Bukannya mau membandingkan kesulitan ekonomi Indonesia saat ini. Kala itu kehidupan benar-benar sangat sulit, saking sulitnya mau beli barang saja susah, karena harga hari ini tidak berlaku besok. Mau beli besok, eh barang sudah tidak ada terbeli oleh orang lain.

Saya ingat betul, pabrik tempat saya bekerja tidak bisa produksi. Karena order tidak ada, karena suplier tidak bisa bisa memastikan harga bahan baku. Pembeli, juga tidak mau beli karena harga tidak pasti serta mahal. Beberapa karyawan ada yang terpaksa di PHK, atau  istilah saat itu kami menawarkan pensiun dini, untuk menurunkan 'fixed cost'.

Perlahan perekonomian mulai menemukan titik kepastian.Suplier bisa memastikan harga, pembeli mulai menemukan permintaan. Order mulai berdatangan. Mesin pabrik mulai berjalan sacara perlahan.

Karyawan yang dahulu di PHK, muali kehabisan uang pensiunnya. Melihat pabrik mulai 'beruap' lagi, beberapa karyawan yang sudah PHK meminta untuk diterima sebagai karyawan lagi. Namun tentu tidak bisa dilakukan, nanti karyawan yang tidak di PHK bagaimana ? akan ada kecemburuan, yang di PHK menerima 'pensiun' lalu kini diterima sebagai karyawan lagi.

Tetapi, pabrik butuh tenaga terampil. Yang mampu bekerja benar dan cepat, efisien dan efektif dan telah biasa bekerja dengan rutinitas kerjanya, sehingga produk NG (not good/reject) kecil. Siapa lagi kalau bukan mantan karyawannya yang terpaksa di PHK saat krisis, ketimbang karyawan fresh graduated dari STM atau SMA. Yang produktifitas masih dipertanyakan efisiensinya.

Karena saling butuh, akhirnya dibuat jalan tengah. Para 'pensiunan' itu membentuk kelompok, dan menawarkan diri sebagai pekerja paruh waktu. Mereka dibayarkan berdasarkan hasil, sesuai kontrak. Ada yang kerjanya hanya mengerinda saja, ada yang kerjanya hanya membersihkan sampah industri. Intinya kerja yang dilakukan bukan pekerjaan utama, seperti membuat, mengolah bahan baku, packing, dsbnya. Jadi hanya supporting jobs saja.

Setelah berjalan 1 tahun, akhirnya munculah istilah outsourcing. Para pensiunan itu, mulai berani merekrut orang untuk melakukan pekerjaaan-pekerjaan remeh. Kenapa sampai merekrut, tidak lain kebutuhan industri naik seiring naiknya jam kerja serta utilitas pabrik.  Tadinya mereka hanya menawarkan kepada pabrik di mantan tempat dia kerja, kini dia sudah berani menawarkan jasa ke pabrik sekitarnya. Dan Industir saat itu membutuhkannya juga.

Apa untungnya bagi industri saat itu. Saat itu ada peraturan baru tentang pesangon PHK, yang boleh dibilang sangat memberatkan (pada saat itu karena perekonomian masih baru pulih). Peraturan itu 'memaksa' Industri membayar beberapa kali upah jika karyawan di PHK. Tentu akan memberatkan industri, mereka harus 'mencadangkan' setiap bulan sesuai dengan aturan pembukuan akuntansi dan akhirnya menekan kinerja 'keuangan' perusahaan.

Akhirnya karena ada 'jasa' outsorcing, mereka menggunakan jasa itu ketimbang harus merekrut karyawan baru. Kini outsourcing ada dimana-mana. Pengguna membutuhkan juga karena mereka sebenarnya keberatan merekrut banyak karyawan yang intinya harus menekan kinerja keuangannya. belum pemikiran, bagaimana jika perekonomian melemah, fixed cost terlanjur tinggi.  Pekerja outsourcing juga 'butuh' kerja, seperti penomena pekerja awa yang baru lulus jika ditanya, selalu menjawab "mau kerja apa saja..." akhirnya mereka direkrut oleh perusahaan outsourcing.

Apa sih permasalahan outsourcing. Kecemburuan, itu saja. Pegawai tetap menikmati segala 'pelliharaan' perusahaannya, seperti bonus/insentif berlipat jika kinerja produksi meningkat, training keluar negeri (jika ada) yang berujung pada kenaikan gaji serta promosi jabatan, dsb-nya. Para pegawai outsourcing, mereka akan hanya bisa melihat saja, karena sadar mereka bukan bagian dari perusahaan.

Namun, saya pernah melihat sebuah perusahaan outsourcing yang di manage dengan baik, mereka mampu memberikan bonus, serta program training management  dan sebagainya layaknya perusahaan pemberi jasa-nya.  Jadi semua ini bergantung kepada management perusahaan outsourcing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun