Acara dimulai dari acara nisfu syaban, arak-arakan keliling kota, besrik (bersih desa) yang diiringi slamatan kecil lalu kenduren di malam hari.
Keesokan paginya dilakukan nyadran, hingga berakhir pada acara padusan tepat di penghujung hari menjelang Puasa.
Menurut Perspektif Kp Norman Hadinegoro bahwa tradisi ini juga pada intinya melambangkan kesucian dan rasa sukacita memasuki ibadah puasa yang merupakan bentuk iman kesalehan individual dan kolektif.
Tradisi megengan biasanya berlangsung seminggu sebelum Puasa. Tradisi ini dilaksanakan dengan cara mengirim makanan kepada keluarga dan tetangga.
Jenis makanannya bisa beraneka ragam seperti; Nasi tumpeng, iwak ingkung, keper, thontho, gereh pethek, tempe, serta akan tetapi tiga jenis makanan yang tidak boleh ditinggalkan yaitu ketan, kolak, dan apem.
Â
Masing-masing jenis makanan ini mempunyai arti dan makna tertentu.
* Ketan, makanan ini merupakan simbol eratnya tali silaturahmi.
* Kolak, makanan yang diolah dengan menggunakan santan yang manis, melambangkan hubungan kekeluargaan yang selalu harmonis dan bahagia.
* Apem, makanan yang mempunyai arti kesediaan untuk saling memaafkan.
Tradisi megengan ini ternyata tidak hanya menjaga hubungan sosial tetapi juga turut memutar roda perekonomian.
Kebutuhan masyarakat akan bahan makanan untuk megengan ini memunculkan pasar kaget ruwahan dikota-kota santri di Jawa. Karena banyaknya orang berkumpul, serta suasana yang meriah membuat pasar kaget ini menjadi satu acara yang menarik, seperti halnya Dugderan di Semarang atau Dhandangan di Kudus.
Tak heran tradisi ruwahan ini membuat orang yang tinggal di luar daerah, selalu rindu untuk pulang atau biasa disebut mudik ruwahan.
Sumber Kp Norman Hadinegoro selaku; Tokoh dan Budayawan, Â serta pembina dan penasehat beberpa lembaga dan organisasi Ormas OKP, beliau juga selaku Komisaris Independen PT Berdikari Meubel Nusantara milik BUMN.