Mohon tunggu...
Ahmad Damanhuri
Ahmad Damanhuri Mohon Tunggu... Administrasi - Iman dan amal harus seiring
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

aktivis sosial kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Maulid Batabuik, Kearifan Lokal Padang Pariaman yang Harus Dilestarikan

17 Agustus 2019   13:36 Diperbarui: 17 Agustus 2019   13:41 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Enam Lingkung--Sejak siang, Rabu (14/8) hingga Kamis petang Surau Batang Kapecong padat dengan tamu. Mereka datang dan pergi silih berganti. Para rang sumando perempuan Toboh Ketek mulai siang Rabu membawa kue, buah-buahan yang dihiasi dengan berbagai pernak-pernik, sehingga jelang malam dua unit surau di situ penuh dengan hidangan kue yang berlenggek-lenggek.

Saat itu, Pondok Pesantren Darul Ikhlas, nama lain Surau Batang Kapecong tengah melakukan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, dan sekalian menjalankan hutang masyarakat berupa amanah dari mendiang Buya Zubir Tuanku Kuning, sang pemilik pesantren yang ingin melakukan maulid di Batang Kapecong, yang diucapkannya setahun sebelum berpulang kerahmatullah tahun 2016 silam.

Sebagian masyarakat jemaah dan jaringan Buya Zubir yang begitu banyak, malam Rabu itu telah berdatangan ke Batang Kapecong, Nagari Toboh Ketek, Kecamatan Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman. Mereka datang pakai arak-arakan tambua tassa, sambil membawa tabuik yang dihiasi dengan uang kertas. Bagi yang jemaahnya besar, maka banyak pula uang di atas tabuik. Dan maulid batabuik ini lazim di kalangan masyarakat Enam Lingkung.

Dokpri
Dokpri
"Buya Zubir Tuanku Kuning adalah sumando di Toboh Ketek," kata Walinagari Toboh Ketek Muhammad Nasir Datuak Mangkudun. Istrinya Ande Raudah hanya melahirkan seorang anak; Mukhlis Tuanku Bagindo. Dan anaknya itu telah meninggal pula. Surau Batang Kapecong ini merupakan yang pertama dibangunnya, yang kelak diberinama Pesantren Darul Ikhlas I.

Lalu, kata Datuak Mangkudun, lantaran hanya seorang anak dan tak bisa lagi melahirkan, akhirnya Buya Zubir diterima oleh orang Lubuak Tajun, Sarang Gagak, Nagari Pakandangan. Di sini lahir tiga orang anak; H. Suhaili Tuanku Mudo, Nely Azmi dan seorang lagi. Kini, kedua pesantren ini dipimpin oleh H. Suhaili Tuanku Mudo.

Menurut Datuak Mangkudun, sejak 20 tahun terakhir, barulah kali ini ada perayaan maulid di Surau Batang Kapecong. Tak heran, seluruh lapisan masyarakat Toboh Ketek depan belakang ikut serta dalam alek yang cukup meriah dan besar itu. Peringatan maulid juga sekalian bertepatan tiga tahun wafatnya Buya Zubir yang terkenal punya banyak murid di seantero Padang Pariaman dan luar daerah ini.

"Seluruh alumni pada datang memeriahkan hajatan memuliakan Nabi Besar Muhammad Saw demikian," ungkapnya. Ada empat orang yang pertama diangkat jadi tuanku di Surau Batang Kapecong, yakni Syahril Tuanku Sutan, Zalkhairi Tuanku Kuniang, Sarbaini Tuanku Sidi, dan Bakri Tuanku Kuning. Empat inilah tokoh ulama perdana dilantik di pesantren ini, kata Datuak Mangkudun.

Dokpri
Dokpri
Diadakannya maulid pada musim raya haji ini, kata Datuak Mangkudun, adalah banyaknya para perantau Toboh Ketek yang pulang. Dan lagi, para alumni pesantren ini juga banyak di rantau, yang pada raya haji ini pulang kampung. "Dengan maulid besar ini terjalin dan lepas rasa rindu di antara alumni tersebut," ujarnya.

Apalagi, lanjutnya, sudah lebih 20 tahun tidak melakukan maulid di Surau Batang Kapecong. Dengan maulid di surau, otomatis seluruh masyarakat Toboh Ketek yang mendiami empat korong; Simpang Tigo, Tanjung Baringin, Labuah dan Korong Parit Pontong juga melakukan baralek pula di rumahnya masing-masing. Masyarakat mengundang ipar bisannya, andan pasumandan, dan masyarakat lain yang bertalian dengannya, memasak lamang bersama, sampai membuat kue yang berhias dengan aneka bunga-bungaan.

Begitu juga kelompok masyarakat, sebut Datuak Mangkudun, seperti karang taruna, TPA/TPSA, kelompok lainnya ikut sato sakaki. Mereka berlomba-lomba dalam kebaikan. Membuat tabuik sesuai kemampuannya, yang selanjutnya diarak ke surau pakai tambua tasa secara bersama-sama. Sedangkan jemaah yang jauh datang tentu membawa yang ringan saja.

Sehingga, alek maulid ini, ulas Datuak Mangkudun, adalah alek Toboh Ketek - Pakandangan, khususnya Sarang Gagak. Urang siaknya yang membacakan kajian maulid badikie berasal dari dua nagari ini, dan empat pasang tukang dikie diundang dari luak lareh. Artinya, pandai dikie dari luar Kecamatan 2x11 Enam Lingkung lama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun