Mohon tunggu...
Rudi Handoko
Rudi Handoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Long Dol, Nahkoda Lanun Seri Kenanga

12 April 2016   12:07 Diperbarui: 12 April 2016   12:19 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Long Dol; Nahkoda Lanun Seri Kenanga

Di suatu petang, Long Dol asyik duduk besantai sambil memegang, menimang dan menilik-nilik sebilah sundang (kalis) tua di tangannya. Kerna asyiknya, Long Dol tenggelam dalam lamunan...
Tetiba, Long Dol dah berdiri tegak di haluan kapal layar nan gagah, yang menggelora merentasi gelombang di lautan. Sebilah sundang tersanding di belakang bahunya, ternampak keris dan terakol terselit elok di sebalik sampin. Dengan berikat kepala yang ujungnya melambai-lambai macam kepakan elang menyongsong dihembus bayu, menambah segak tampilan sang nakhoda.
Kapal layar bernama Seri Kenanga dalam tulisan Jawi itu tidaklah begitu besar, ianya cuma seukuran panjang 40 meter dan bangunannya ramping, cukuplah untuk membawa Long Dol bersama orang-orangnya yang berjumlah 35 orang itu. Di antara orang-orangnya itu, terdapatlah saudara-saudara pupunya sendiri, yakni Cik Mat sebagai Juru Mudi merangkap ahli pelayaran dan falak, Ngah Awal sebagai ahli senjata dan Ude Man sebagai yang mengepalai para awak kapal. 

Seiring kapal Seri Kenanga yang melaju, Long Dol mengecilkan sebelah matanya, nun di kejauhan, ternampak sebuah kapal yang pelan berlayar, menuju ke arah mereka. Segeralah Long Dol memanggil Cik Mat, "Cik, mari sini. Cuba kau tengok, bukankah itu sebuah kapal?" Long Dol bertanya pada Cik Mat, cuba meyakinkan pandangannya sendiri.
Cik Mat yang lekas menghampiri, trus berkata, "Agaknya, itu memang kapal, Long... Sama-samalah kita perhatikan beberapa masa lagi, kapal apa gerangan itu."
Beberapa masa kemudian, bentuk kapal semakin nyata. Long Dol lalu berseru, "Cik, itu kapal kompeni! Kau tengok benderanya..."
"Betol Long, itu kapal kompeni." Jelas Cik Mat.
Long Dol berujar pepatah, "Pucuk dicinta ulampun tiba. Ayam datang mencari musang. Itulah mangsa kita, Cik! Bersegeralah, siap sediakan orang-orang kita untuk menyambut tetamu asing kita nie."
"Baiklah Long... Segera kita kan bersiap." Cik Mat terima perintah.
"Jangan lupa, semua setinggar, pemuras, terakol dan lela musti dah siap sedia. Ubat bedil harus dah di-isi." Long Dol menambahkan.
Tiba-tiba, Ngah Awal datang menyertai dan berpadah, "Long, menurut hemat saya, ada baiknya, kapal kita ini bersembunyi di sebalik pulau-pulau kecil itu."

Mendengar itu, Cik Mat segera bertanya, "Aiihhh, mengapa pula kita sembunyi? Janggal rasanya, menyalahi adat jika kita tiada berani melanggar secara terbuka."
Demi mendengar itu, Ngah Awal menjelaskan, "Betol Cik, kesannya seperti kita ini penakut. Namun ini demi kemanfaatan yang lebih besar. Kau tengoklah, kapal kompeni itu kapal besar, tentu dipersenjatai dengan meriam-meriam besar. Kalau kita hadapi dengan terbuka, itu sama saja kita memilih tenggelam di laut. Tembakan meriam mereka mampu menjangkau kita dari jauh, sedangkan tembakan lela kita tak mungkin mencapai mereka. Maka kita tunggu di sebalik pulau-pulau kecil itu. Timbangan siasat jauh lebih penting daripada sekadar keberanian."
"Maksud Ngah, kita memakai siasat serangan yang mengejutkan kah?" Tanya Cik Mat.
Long Dol menambahkan, "Agaknya betol Cik, apa yang dipadahkan Ngah tuu. Kapal kompeni itu sepertinya datang dari Batavia, entahlah hendak berlayar kemana... Mungkin ke Melaka. Pastilah melewati pulau-pulau itu, jika kita menunggu dan mengejutkan mereka. Tentu mereka panik kerna tak siap sedia. Saat itulah kita mengejarnya."
"Ooo begitu... Baiklah Long, marilah kita lekas bergerak. Mestilah berkayuh untuk segera tiba di sebalik pulau-pulau itu, sebelum kehadiran kita diketahui kapal kompeni." Cik Mat memahami maksud Ngah Awal dan Long Dol.
"Mari Cik, lekas khabarkan kepada orang-orang kita untuk berkayuh. Turunkanlaah layar..." Perintah Long Dol.
..................
Layar dah turun, kapal Seri Kenanga pun dikayuh bersama oleh 20 orang awak, sehingga kapal itu begitu lincah melesat laju menuju ke arah gugusan pulau-pulau kecil. Sementara itu, kapal besar kompeni tiada menyadari adanya bahaya yang mengintai saat melintasi lautan Karimata ini.
Sebagaimana kapal-kapal besar bangsa Eropa lainnya, kapal kompeni ini memang besar, membuatnya nampak gagah dan mewah di lautan. Kapal ukuran besar seperti ini tentunya juga mampu membawa meriam-meriam besar sebagai senjata mereka. Namun besarnya itu juga sekaligus kelemahan, kerna membuatnya tak mampu bermanuver cepat di lautan. Jika bertempur jarak jauh, tentulah mereka unggul, namun belum tentu jika dilanggar secara mengejutkan oleh kapal-kapal Melayu yang berukuran lebih kecil dan ramping, tapi mampu bergerak lincah.
.................
Beberapa waktu kemudian, saat-saat yang mendebarkan tiba. Kapal kompeni yang rupanya bernama De Tulipe itu nampak melintasi gugusan pulau-pulau kecil dimana tempatnya kapal Seri Kenanga menunggu.
Long Dol memberi tanda dan berkata, "Pasang bendera kita, tunggu kumpeni itu lewat mendekat sejarak jangkauan tembakan lela-lela kita. Cik, engkau jadi panglima kanan, para pembedil handal kita segerakanlah bersiap di geladak, para penembak lela kita dah mesti sedia di tempatnya. Ngah, engkau sebagai panglima kiri, kau pimpin orang-orang kita yang handal dan tahan bertikam. Ude, engkau pimpin 10 orang kita untuk sedia mengayuh.
Cik Mat, Ngah Awal dan Ude Man mengangguk tanda mengerti. Segeralah para awak Seri Kenanga bersiap menjalankan tugasnya masing-masing. Para penembak lela sudah mengarahkan mulut lelanya ke arah kedatangan kapal kompeni De Tulipe itu. Para pembedil segera menyusun tumpukan karung-karung pasir dan bersiap memuntahkan peluru setinggar, pemuras dan terakolnya. Sedangkan para awak kapal yang handal dan tahan betikam sudah menghunus pedang, tombak, badik dan kerisnya. Tak lupa para awak kapal ini memakai baju zirah rantai yang didapat semasa berniaga dengan saudagar Keling di Tanjungpinang beberapa bulan nan lalu.
Kemudian, bendera dinaikkan... Sebuah bendera segitiga berwarna hijau, berlambangkan bulan bintang dan pedang bercabang dua, bertuliskan ayat Qur'an, "Nasrun Minallah Wa Fathun Qariib, Yaa Allah."
.................
Ketika kapal kompeni semakin dekat dan berjarak sekitar 100an meter. Long Dol mencabut keris sapukal yang terselit di pinggangnya, "Sekaranglaah masanya. Bismillah, Allahu Akbarrr... Tembakkk...!" Teriakan dan takbir Long Dol menggema, sembari kerisnya terhunus ke hadapan memberi tanda.
Para anak buahnyapun menyambut dengan pekik takbir, "Allahu Akbaaarrr..." Dan menggelegarlah bunyi lela-lela dari kapal Seri Kenanga meletup bersahutan... Daaarrrr, daaarrr, daaarrrr, daaarrrr....
Dan, benar saja... Mendapatkan serangan yang mengejutkan ini, membuat para awak kapal De Tulipe panik. Mereka nampak berhamburan menyelamatkan diri dan mencari tempat berlindung di atas kapal itu.
"Seraaanggg... Kita kejar kapal kompeni khianat itu." Teriak Long Dol.
Ude Man lantas memerintahkan para awak pengayuh untuk segera mengayuh cepat. Kapal Seri Kenanga melaju mengejar mendekati sisi kiri kapal besar kompeni.
Semakin kapal saling mendekat, terlihat para awak kapal De Tulipe membalas dengan tembakan senapang ke arah kapal Seri Kenanga. Bedil membedilpun balas berbalas, membahana, membuat asap dan percikan api berkilatan di lautan Karimata. Sambil membedil, para pembedil kapal Seri Kenanga berlindung di sebalik tumpukan karung-karung pasir yang ada di atas geladak.
Agaknya, cuaca pun berpihak kepada Long Dol dan orang-orangnya. Angin lautan seakan enggan berhembus meniup layar, membuat kapal De Tulipe tak dapat melaju. Sungguh memudahkan bagi kapal Seri Kenanga mengejar dan mendekati. Memudahkan pula baginya untuk diserang. Namun, kemudian, dari badan kapal itu, lubang-lubang palka meriam mulai terbuka, inilah tempat akan berkeluaranlah mulut meriam-meriam besar.
Demi melihat itu, Cik Mat berseru, "Terus isi lela-lela kita saudara-saudara... Arahkan tembakan ke lubang meriam itu." Cik Mat memerintahkan para penembak lela untuk meninting ke arah lubang-lubang meriam. Meriam-meriam besar kompeni ini memang daya hancurnya dapat menewaskan kapal seperti Seri Kenanga ini, tapi Cik Mat mafhum, kalau dalam jarak yang dekat ini, meriam-meriam itu mesti diarahkan agak merunduk ke bawah, mengisi ubat dan pelurunya pun tak bisa cepat. Melihat ada peluang dan ada masa, sebelum meriam itu dikeluarkan dan meletup. Maka Cik Mat lekas menyuruh menembak lubang-lubang meriam itu, supaya meriam tidak bisa digunapakai sebab tak bisa keluar. Sedangkan lela, dengan ukuran yang kecil, sangat mudah berpindah dan berputar arah serta handal digunapakai dalam pertempuran jarak dekat semacam ini.
"Tembak..." Teriak Cik Mat. "Daaarrr, daaarrr, daaarrr, daaarrr, daaarrrr..." Bergemalah suara letupan keras, seiring menyalaknya lela-lela itu mengeluarkan pelurunya. Akibatnya, enam lubang meriam di badan kapal menjadi rusak, sehingga menyulitkan meriam untuk dikeluarkan. "Tembaakkk lagi..." Perintah Cik Mat. Semakin menderu tembakan lela-lela itu, membuat arah meriam-meriam besar itu jadi lintang ke pukang, para penembak meriampun tunggang langgang lari. 

Melihati itu, Long Dol bertindak cepat, "Saudara-saudara, tembak ke bahagian atas..." Para pembedil segera membidik para awak kapal kompeni yang berada di sisi kapal, yang juga ternampak sedang membidik dan siap menembak.
"Dooorrr, dooorrr, dooorrr, dooorrr, dooorrr, dooorrr..." Bunyi setinggar, pemuras dan terakol beriringan. Muntah dan berdesingannya peluru-peluru timah itu sekaligus membawa maut bagi para awak kapal kompeni. Betol-betol handal para pembedil kapal Seri Kenanga ini.
"Sedia, bedil lagi... Allahu Akbarrr..." Teriak Long Dol menyemangati.
Setelah 15 menit beradu tembak, nampak agaknya para awak kapal kompeni mula kewalahan. Sebab mereka tiada bersiap, meriam-meriampun tak dapat ditembakkan. Sedangkan kapal Seri Kenanga mulai rapat mendekat.
"Ngah, bersiaplah, begitu kapal merapat, segera pimpin orang-orang kita untuk menyerbu." Perintah Long Dol pada Ngah Awal. Segeralah Ngah Awal dan para awak yang handal betikam mempersiapkan diri.

Di atas geladak kapal kompeni, seseorang nampak sibuk memerintahkan dan menyemangati anak buahnya untuk bertempur. Mungkin ia seorang kapitan nakhoda kapal kompeni De Tulipe tersebut.
Long Dol lantas mencabut terakolnya dan mengisinya dengan ubat bedil, trus memasukkan peluru petunang. Ia kemudian mengarahkan meninting kepada kapitan nakhoda kapal kompeni itu. "Bismillah, kutimang-timang peluru petunang, kubedilkan membawa maut. Aku tahu asalmu jiwa, dari Allah berpulang ke Allah, raganya tanah kembali ke tanah. Berkat doaku Laa Ilaha Illallah, Muhammadar Rasulullah. Allahumma Shalli 'ala Sayyidina Muhammad. Kena mati, dak kenapun mati!" Dooorrr... Terakol meletup, sepersekian detik, bersamaanlah dengan tumbang rebahnya kapitan nakhoda kapal kompeni tersebut.
..................
Kapal Seri Kenanga merapat, "Seraaanggg... Timpas kompeni laknat itu, Allahu Akbaarrr!" Terdengar mengaum suara Ngah Awal memimpin anak buahnya yang segera berlompatan, memanjat, bekerabing dan menaiki ke atas kapal kompeni dengan tangga dan temali. Sungguh terigas tindakan mereka. Sementara itu, para pembedil dari geladak terus membedil demi melindungi kawan-kawan mereka yang sedang naik menyerbu itu. Begitu kedua belah pihak bertemu, pertarungan bersenjata tajam pun terjadi. Bunyi pedang, tombak, badik dan keris beradu dengan kelewang dan sangkur sungguh dahsyat. Para awak dari dua kapal ini saling bertikam, bertetak dan tangkis.
Melihat orang-orangnya sudah mula bertikam, Long Dol pun berkanjar mencabut sundangnya dan berteriak, "Mari kita alahkan kompeni keparat itu, seraaangg... Allahu Akbaarrr!" Dan berhamburan para pembedil menghunus senjatanya masing-masing, begitupun juga Long Dol, Cik Mat dan Ude Man memanjat-menghambur menaiki kapal kompeni itu. Hanya 10 orang pengayuh yang bertahan di kapal Seri Kenanga, bersiap-siap menunggu andai diperintah naik atau mengayuh balik. Kira-kira 20 menit lepas, dah banyak darah bersimbah, pekik jerit, raungan, serapah seranah dan hamun berseretahan seiring tikam menikam, tetak menetak dan tangkis menangkis itu.
Setelah dahsyat berlaga, Long Dol dan orang-orangnya mampu menewaskan perlawanan awak kapal De Tulipe. Terdesaklah akhirnya para awak kapal kompeni yang tersisa, berkibarlah sehelai kain putih dari balik jendela kamar kapal, tanda menyerah. Pun, dengan tewasnya pemimpin mereka, para awak kapal kompeni pun merasa dah lemah semangatnya.

Melihat itu, Long Dol segera memerintahkan orang-orangnya untuk berhenti berkelahi dan menembak. "Berhenti... Mereka dah menyerah. Cik, segera kumpulkan dan tawan mereka di haluan, turunkan layarnya." Long Dol memberi perintah. Para awak kapal kompeni yang menyerahpun lekas dikumpulkan dan digiring ke haluan, senjata-senjatanya dirampas, dan mereka disuruh duduk.

Long Dol mendatangi dan berkata tegas, "Tuan-tuan, kau orang semua tidak akan kami apa-apakan, jiwa kau orang semua aman. Kapal inipun tidak kan kami rampas atau tenggelamkan. Namun semua barangan dan bekalan isi kapal ini kami rampas. Ini semua pun bukanlah hak kau orang semua, tapi hasil dari tindakan berlaku zalim, khianat, merampas dan menjajah negeri-negeri kami. Sebab itu, sekarang kami ambil kembali."
Long Dol kemudian menyuruh orang-orangnya lekas mengangkut barang-barang dan bekalan isi kapal De Tulipe. Dalam waktu setengah jam, hampir seluruh isi kapal tersebut dah beralih muatan ke kapal Seri Kenanga. Berpuluh karung beras, kupi, gula dan garam. Berpeti-peti ubat bedil, peluru timah dan peluru meriam. Berpuluh pucuk senjata api dan barang-barang lainnya, berhasil dirampas. Sehingga ternampak berat beban muatan kapal itu.
"Selepas ini, kau orang semua kami bebaskan dan dapat meneruskan pelayaran. Kami masih menyisakan bahan makanan untuk bekalan perjalanan kau orang semua." Jelas Long Dol kepada para awak kapal De Tulipe.
"Long, apakah meriam-meriam itu kita angkut juga?" Tiba-tiba Ngah Awal menyela.
"Yang mampu diangkut dan tidak memberatkan, angkutlah Ngah. Jangan lupa segala senjata api, ubat bedil dan peluru-pelurunya kita sita. Baguslah itu untuk menambah persenjataan kapal dan perbekalan kita." Ungkap Long Dol pada Ngah Awal.
"Baik Long..." Ngah Awal menanggapi.
..................
Setelah akhirnya berjaya menewaskan dan merampas isi kapal De Tulipe, dan setelah membebaskan sisa-sisa awaknya, Long Dol beserta orang-orangnya bersegera kembali ke kapal Seri Kenanga. Terakhir kali, ketika Long Dol hendak melompat, salah seorang awak kapal kompeni itu berkata dengan bahasa Melayu, "Kamu orang semua, kompeni tidak akan lupakan penghinaan ini. Kami akan membalasnya!"
Mendengar itu, "Kecil telapak tangan, nyiru kami tadahkan, Tuan. Kami tunggu kedatangan Tuan kembali di lautan Karimata ini." Tantang Long Dol.
.................
Di atas kapal Seri Kenanga, di depan haluan. Beberapa masa kemudian, Long Dol berdiri tegak, nampak berpuas hati dengan kejayaannya "merompak" kapal kompeni. Pun kerna tiada orang-orangnya yang jadi mangsa, terkorban dalam peristiwa itu. Hanya yang mendapat kecederaan ada laah sekitar belasan orang.
Dari kejauhan, kapal De Tulipe yang rusak terlihat terombang ambing ditimang gelombang. Cik Mat datang menghampiri, "Tahniah Long, kita berjaya hari ini."
"Iyaa Cik, namun kita mesti slalu waspada. Peristiwa hari ini tentunya kan membuat kompeni murka. Boleh jadi di masa hadapan, kita kan jadi buruan yang paling mereka cari." Ucap Long Dol.
"Betol tuu Long, kita mesti siap sedia. Sebab malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Dimanapun bersua, kita pasti kan berlaga lagi." Imbuh Ngah Awal.
Long Dol menghela nafas dan berkata, "Marilah kita rawati saudara-saudara kita yang mendapat kecederaan dan terluka. Selepas itu kita pilih dan pilah mana barangan yang dapat kita bagi-bagi sesama orang-orang kita, mana yang mesti kita bagi kepada para penduduk kampong-kampong di seantero pulau-pulau ini, mana pula yang boleh kita niagakan."

Sejak saat itu, tersiar khabar bahwa kompeni marah besar atas "perompakan" yang terjadi kepada kapal De Tulipe. Kunun, mereka mengirim kapal-kapal angkatan perangnya untuk berpatroli berkeliling lautan Selat Karimata, lautan Jawa, lautan Selat Malaka dan lainnya, demi mencari kapal Seri Kenanga dan para awaknya. Mereka betul-betul murka, hendak menghapus malu, kerna bagaikan dicoreng arang ke muka.
Termasyhurlaah para awak kapal Seri Kenanga, dikenali sebagai perompak laut, kapal Lanun Seri Kenanga. Long Dol, kerna tidak diketahui kompeni siapa namanya, disebut sebagai Nahkoda Lanun Seri Kenanga. Mereka berempat, Long Dol, Ngah Awal, Cik Mat dan Ude Man digelari sebagai Lanun Empat Sekawan.
................
Masih tegak berdiri di haluan, Long Dol tersenyum sambil memurus bilah sundangnya. Pandangannya jauh ke depan dan menerawang.... Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya. Long Dol menoleh, demi ditengok rupanya, isterinya Cik Limah datang menyapa dan berkata, "Adohaaaiii, apa hal Abang nie senyum-senyum sorang? Melamun ke?"
Belum sempat Long Dol menjawab, Cik Limah berucap lagi, "Bang, gas kompor di dapor tuu habis. Lekaslaah pegi cari... Hari dah petang, nak memasak nie."
Yaa Allaahh, Limah, Limah... Engkau kacau saja lamunan Long Dol. :-)

Catitan:
Setinggar, pemuras dan terakol : senjata api Bangsa Melayu.
Lela : meriam kecil.
Bendera lambang bulan bintang, pedang bercabang dua dan bertuliskan ayat Qur'an, "Nasrun Minallah Wa Fathun Qariib, Yaa Allah." : terinspirasi dari bendera perang Kesulthanan Turki Utsmani.
Lanun : kunun berasal dari kata Iranun, Iranon, Ilanun. Yakni puak atau suku bangsa (Melayu) yang berasal dari Kepulauan Selatan Filipina sekarang dan Utara Borneo-Sabah, yang terkenal melegenda sebagai pelaut-pelaut yang digeruni oleh bangsa-bangsa Eropa. Kerna sering "merompak" kapal-kapal bangsa-bangsa Eropa itu. Sesungguhnya, mereka adalah pejuang-pejuang di lautan, yang dah memaklumatkan jihad dan peperangan terhadap bangsa-bangsa Eropa, sebab telah melakukan penindasan, khianat, berlaku zalim dan menjajah serta merendahkan marwah negeri-negeri Islam di seantero pelosok Kepulauan Melayu. Dalam sejarahnya, kaum Iranun ini pernah membantu Sulthan Mahmud Syah III dari Riau Lingga Johor, menyerang kedudukan Belanda di Tanjungpinang, demi memulihkan kembali marwah Kesulthanan. Kerna begitu bencinya, maka bangsa-bangsa Eropa terutama Belanda menamai mereka sebagai Lanun = perompak di lautan. Sehingga persepsi negatif yang diciptakan penjajah itu berketerusan, akhirnya setiap pelaut-pelaut pejuang yang slalu mengobarkan jihad, bertempur, berperang dan merompak penjajah di lautan disebut Lanun.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun