Tontonan Tipi dan Nafsu Ngupi
Jadi, dari tadi malam sampai pepagi hari nie, nafsu ngupi saya meningkat drastis. Apa sebab? Kerna menonton riuh rendah di negeri Batavia sana, pasal cerita pembebasan sandera yang ditawan oleh kelompok sempalan Askar 'Pembebasan' Negeri Moro, Mindanao, Sulu dan sekitarnya, Abu Sayyaf. Saya tak nak sebut mereka pemberontak, sebab mereka pejuang (terlepas dari segala kontroversinya) yang hendak membebaskan negeri dan tanah air mereka.
Mengapa pula sebab menonton tuu jadi menambah nafsu ngupi? Iyaalaah... Kalau tak meningkat nafsu ngupinya, maka sense of humor orang-oramg yang menonton tuu patut dipertanyakan. Sebab banyak lawakan lucu di riuh rendah itu.
Di satu stasiun tipi, berkesah dan me-wah-wahkan tentang peranan besar Big Bossnya dalam upaya pelepasan tawanan tersebut. Intinya, Pak Brewok berjasa besar. Maka perlu disiarkan, agar semua lapisan masyarakat yang menonton tahu akan hal itu. Hehehe... :-)
Jadi teringat saya suatu ungkapan luhur, "Kalau mau bantu orang, lebih baik diam-diam, jangan diriuh rendahkan, supaya tak rusak nilai (ikhlas) pertolongannya. Supaya tak jadi riya' dan minta dipuji." Entahlaah, husnudzan saja... :-)
Di stasiun tipi sebelahnya, yang slalu jadi lawan tanding stasiun tipi Pak Brewok. Perihal keterlibatan Pak Brewok malah disenggolpun tidak. Fokusnya pada pernyataan pemerintah yang mengaku tidak membayar tebusan. Pembebasan dan pelepasan sandera or tawanan murni hasil dari sebuah proses diplomasi. Entahlaah Wallahu'alam, sebab pemerintah negeri Batavia pun seakan menutupi kronologis proses diplomasinya, mungkin untuk menutupi sesuatu dan lain hal. Ada pula info yang menceritakan bahwa proses pembebasan ini juga dibantu oleh MNLF pimpinan Nur Misuari termasuk Gubernur Sulu yang masih kerabat Nur Misuari, yang memuluskan kontak ke Genk Abu Sayyaf. Mungkin saja, sebab pemerintah Philiphina sendiri sulit masuk, kalau tak ingin para tentaranya tewas lagi.
Entahlaah... Yang jelas, bebas, pulang dan selamatnya para eks tawanan itu menjadi berita gembira bagi kaum kerabatnya. Eeehhh, jadi ajang tepuk dada pula bagi banyak pihak. Supaya popular dan diakui berjasa. Sehingga sebuah media kemudian menulis, "silakan mengaku jadi pahlawan..." Haaahhh... :-)
Boleh jadi, Genk Askar Abu Sayyaf nie jika sempat menonton dan membaca cerita riuh rendah ini akan senyum-senyum sampai ketawa terpingkal-pingkal melihat tabiat kedegilan para pesohor negeri Batavia sana.
Masih ehwal di stasiun tipi, berulang kali para eks tawanan diwawancara, mereka ditanya tentang pengalaman saat ditawan, apakah ada perlakuan yang kasar dan sebagainya. Pagi ini, saat diwawancara di tipi, dihadirkan juga seorang psikolog yang cantik molek. Trus ketika psikolog itu bercakap, "Coba lihat, coba lihat wajahnya ketika menceritakan pengalamannya, ia (eks tawanan yang hadir untuk wawancara) menunduk sebab masih mengalami trauma psikologis." Jelas psikolog cantik dengan semangat. Yaaa iyaalaah trauma, namanya juga ditawan, pasti ada tekanan psikis yang dialami. Soal si eks tawanan itu menunduk, mungkin kerna memang masih sedih mengenangnya, boleh jadi kerna tak mau menatap psikolog cantik molek itu, takut menimbulkan fitnah mungkin. :-)
Intinya, para pewawancara tipi ingin mengorek informasi, apakah ada kekerasan dan kekasaran fisik juga yang dialami oleh para eks tawanan itu. Ternyata dari petang dan malam kemarin, sampai pagi ini, para eks tawanan itu menjelaskan bahwa tak ada kekasaran fisik. Waahhh, gagal daah upaya para pewawancara di tipi itu, sebab kalau ada info tentang kekasaran fisik, tentu akan lebih mantab untuk didramatisir sebagai berita hangat.
Dari sisi ini, pikiran nakal saya menyindir, "Waahhh, ternyata dalam urusan menahan orang, masih ber-adab Genk Abu Sayyaf agaknya, ketimbang Askar-askar resmi di negeri Batavia. Sebab kalau di negeri Batavia, ada orang ditangkap, entah itu terduga, tersangka atau apalah namanya, jika dah ditangkap dan ditahan. Boleh jadi nanti pulang tinggal nama, minimal lebam biji mata dan sekujur badannya." Heeemmm... :-(