Mohon tunggu...
Rudi Handoko
Rudi Handoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ooo Jebat, Bangunlah Kau Jebat?

9 Februari 2016   10:05 Diperbarui: 9 Februari 2016   10:15 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ooo Jebat, Bangunlah Kau Jebat?

"Dengan adanya peraturan baru itu, maka penggunaan seragam dinas pada Senin – Selasa pakaian dinas krem. Rabu kemeja putih. Kamis – Jumat menggunakan batik.
Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto mengatakan, bagi para pegawai negeri sipil (PNS) yang tidak mematuhi aturan tersebut maka akan dikenakan sanksi." Dikutip dari berita yang dimuat oleh beritakepri.
...........................
Sekilas selintas, memang tidak ada "pelarangan secara tersurat" terhadap pakaian-pakaian khas suatu puak atau kaum atau yang jadi ciri khas suatu daerah, yang sering digunapakai sebagai pakaian kedinasan di daerah tertentu.
Namun dengan kejelasan di Permendagri, bahwa Kamis - Jumat menggunakan batik, dan akan ada sanksi (bahasanya disekolahkan) bagi PNS dan daerah (kepala daerah) yang tidak "nurut" alias tidak mengikuti ketentuan peraturan ini. Maka tersirat sudah, bahwa pakaian-pakaian khas seperti pakaian Melayu (Telok Belanga, Cekak Musang, Baju Kurung, Bersampin) yang sudah digunapakai sebagai seragam kerja tiap hari jum'at di Kepulauan Riau misalnya, menjadi "terlarang."

Ooohhh, sungguh ini semua demi "persatuan dan kesatuan" kunun, demi nasionalisme. Dan, yang me-nasional dan ciri khas nasional NKRI itu, batik. Teluk Belanga, Cekak Musang, Baju Kurung dsb misalnya... Itu primordial! Untunglah tak dikategorikan subversif. Macam itulah agaknya...
Aaahh, mengapa seperti kembali "kepintaran" saja yang membina kebijakan-peraturan seperti ini. Entahlaah... Yang pasti, bukan saja tidak sesuai semangat otonomi dan penghargaan terhadap keberagaman, pola seragamisasi ini mirip-mirip gaya penindas penguasa lama. Yaah, mungkin saja hobinya sama, yakni "kegandrungan" akan hal-hal yang terpusat (bahasa lain me-nasional), seragam dan serupa, dibungkus persatuan dalam semboyan bhineka.
Yaaa begitulah, yang tak sama, berbeda bersineka ragam mesti "ditundukkan" dan dimansuhkan, kerna tidak mencerminkan "Indonesiaisasi." Padahal, kisah pakaian khas itu, rata-rata cuma sehari dua, yakni kamis dan jum'at. Itupun dianggap tidak "nasionalis" mungkin... Yaaa untuk gantinya, batiklah yang mencerminkan Indonesia.

Sejak dahulu juga begitu, "pemaksaan" meleburnya atau dipaksa tunduknya sebagian besar wilayah-wilayah di kepulauan ini, itupun tak lepas dari hasrat penguasaan dan seragamisasi atas nama satu nusa satu bangsa. Yaaa, kerna satu nusa satu bangsa itu, maka jangan berbeda atau dilarang berbeda. Sungguh penindasan itupun bisa terjadi dengan teramat halus, kawan. Bahkan, tanpa kita menyadarinya.
Saya bukanlah "abdi negara" bin PNS/ASN, sayapun tak terkena dampak peraturan macam ini, hanya saja "pelarangan" secara tak langsung ciri khas suatu puak atau kaum dan daerah itu tentu mengusik rasa.

Haaahhh, ini bukan lagi sekadar soal pakaian... Ini soal marwah.
Ooo, kalian yang abdi negara (PNS) dan kaki tangan negara (baca: Pemerintah Daerah), jika kalian memang sudah tunduk takluk, maka ikutilah aturan penguasa kalian. Namun, jika kalian bermarwah, lawanlah!
Ooo, kalian kaum yang berdarah Laksamana, yang berani merentasi lautan dan menentang marabahaya. Sandanglah pakaian kalian, yang sudah teradat zaman berzaman.
Ooo, Jebat... Dimanakah kau Jebat?
Dimanakah tuah semangat perlawananmu Jebat?
Bangunlaah Jebat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun