By: dr. Zamzani Sutriyanto
LAKON Partai Demokrat kini hampir sama persis seperti apa yang dialami Partai Golkar menjelang Pemilu 1999. Ketika itu, Partai Golkar dikuyo-kuyo, dihujat, dan bahkan banyak kalangan yang mendesak agar Partai Golkar dibubarkan.
Akbar Tanjung, sang Ketua Umum Golkar saat itu segera mengambil langkah cerdas dan strategis. Dia sadar betul, bahwa dalam benak publik, Golkar telah diidentikkan dengan Orde Baru. Orde Baru adalah Golkar dan Golkar adalah Orde Baru. Karena itu, Akbar berupaya memisahkan Golkar pada masa pemerintahan Orde Baru denganGolkar yang ketika itu dia pimpin.
Secara masif, Akbar beserta elit Golkar lainnya, mengampanyekan adanya “Golkar Baru”. Mereka membangun opini publik, bahwa Golkar yang sekarang adalah Golkar yang benar-benar baru. Berbeda dan bukan lagi seperti Golkar pada masa pemerintahan Orde Baru. Meski waktu itu sering dipelesetkan sebagai “Golkar Bau”, namun Akbar dan konco-konconya tetap jalan terus.
Jamak diketahui, sebagai partai penguasa selama hampir 32 tahun, Partai Golkar telah membangun infrastuktur, sarana dan prasarana secara komplit. Mereka punya kepengurusan sampai tingkat RT/RW. Namun demikian ketika itu semangat kader sangat lemah. Tragisnya, banyak yang merasa malu menyandang nama sebagai kader Golkar.
Dengan segudang pengalamannya, baik sebagai maestro organisasi, kiprahnya di birokrasi, dan legisllatif, Akbar cepat bergerak untuk memotivasi kadernya sekaligus memanaskan mesin partainya. Dia rajin turun ke bawah (turba) untuk menyapa kader dan kepengurusan Golkar di daerah. Massa akar rumput diyakinkan bahwa Golkar telah berubah dan jadi partai yang benar-benar baru.
Hasilnya tentu sudah kita ketahui bersama. Walaupun sempat diprediksikan banyak kalangan, bahwa suara Golkar akan menurun tajam dan bahkan hancur, ternyata faktanya tidak demikian. Pada Pemilu Legislatif 1999, Golkar berhasil menduduki posisi runner up setelah PDI Perjuangan.
Ijtihad Politik Dahlan Iskan
Sebagai peserta konvensi yang paling diunggulkan untuk memenangkan tiket capres Partai Demokrat, Dahlan segera mengatur langkahnya. Dia yakinkan relawan pendukungnya, usaha memenangkan dirinya harus simultan dengan memenangkan Partai Demokrat. Bahwa kemenangan dirinya di konvensi akan jadi sia-sia tatkala suara Partai Demokrat menurun. Karena itu kepada relawan pendukungnya, Dahlan mengusung jargon: Dahlan Iskan Yes, Partai Demokrat Yes!
Sama halnya dulu Akbar Tanjung saat memimpin Partai Golkar, Dahlan sadar betul bahwa Partai Demokrat kini sedang terbelit banyak masalah. Banyak bekas elit Demokrat yang tersandung kasus korupsi. Tak tanggung-tanggung: mantan Ketua Umum Anas Urbaningrum, mantan Bendahara Umum M Nazaruddin, mantan Wakil Sekjen Angelina Sondakh, Mantan Sekretaris Dewan Pembina dan Menpora Andi Malarrangeng.
Belum lagi dengan serangan yang begitu gencar terhadap pemerintahan SBY. Dibangun sebuah opini, bahwa dalam menjalankan pemerintahannya, SBY dipersepsikan sebagai pemimpin yang lamban. Lamban dalam merespons setiap ada persoalan. Kadang pemerintah dituding tidak hadir pada persoalan yang sangat krusial. Bahkan secara ekstrim ada yang menyebut bangsa ini sebagai negara autopilot. Tentu kondisi ini berimbas pada eksistensi Partai Demokrat. Karena Partai Demokrat adalah partai penguasa dan identik dengan sosok SBY.
Mengetahui ini semua, apakah lantas menyurutkan langkah Dahlan Iskan? Tidak sama sekali. Bahkan Dahlan merasa sangat tertantang. Mencari cara dan solusi untuk menyelamatkan Partai Demokrat dari jurang kehancuran. Ini juga sekaligus jadi ujian kepemimpinan seorang Dahlan.
Untuk memutus rantai Partai Demokrat yang telah dicap sebagai sarang koruptor, dengan lantang Dahlan mengatakan,”Anas itu masa lalu, saya akan jadi masa kini Partai Demokrat”. Tentu dia senang ketika KPK menangkap dan menjebloskan ke penjara kader Demokrat yang terjerat kasus korupsi. Itung-itung KPK telah membantu upaya bersih-bersih di dalam tubuh Partai Demokrat.
Dahlan juga setuju dengan keputusan SBY dan Partai Demokrat untuk tidak memberikan bantuan hukum kepada kadernya yang terindikasi korupsi. Juga segera memecat kadernya tersebut bilamana telah terbukti korupsi.
Di berbagai kesempatan, Dahlan juga memaparkan prestasi yang telah ditorehkan pemerintahan SBY selama sekira 9 tahun. Bahwasannya, pembangunan ekonomi di era SBY sudah on the track dan tidak boleh belok-belok lagi. Juga kesuksesan pembangunan di bidang lainnya. Seperti bidang pendidikan, kesehatan, sosial budaya, politik, hankam, dan lain-lain.
Kembali ke ijtihad politik Dahlan Iskan. Semula Dahlan adalah sosok yang cenderung antipolitik praktis. Semenjak era Orde Baru, dia telah ditawari untuk masuk jadi kader Golkar. Tapi dia tegas menolak. Tatkala SBY meminta Dahlan masuk di pemerintahan dan jadi Dirut PLN, sebenarnya dia sempat menolak. Demikian halnya ketika SBY meminta Dahlan jadi Menteri BUMN.
Dahlan adalah tipe pemimpin yang bertanggung jawab. Ketika dia sudah ambil keputusan bersedia mengemban sebuah amanah, Dahlan akan total bekerja. Sama halnya ketika Dahlan menyatakan bersedia, atas permintaan SBY, untuk ikut jadi peserta konvensi. Dahlan total berjuang untuk memenangkan konvensi sekaligus memberikan andil bagi upaya penyelamatan Partai Demokrat.
Dahlan sangat yakin Partai Demokrat masih bisa diperbaiki. Dia juga yakin bahwa Partai Demokrat ke depan akan kembali jadi partai tengah yang kuat. Maka tak salah bila Dahlan menasbihkan dirinya akan jadi sosok masa kini Partai Demokrat! Kiranya tinggal nunggu waktu yang tepat, Dahlan secara resmi menjadi kader Partai Demokrat. Karena sudah sejak lama hatinya kepencut pada partai tengah tersebut.
Salam Demi Indonesia
Foto: Dahlan Iskan berjalan menuju acara Meet the Press di Jl. Pati Unus Jakarta/Koleksi pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H