WAKTU pendaftaran pengajuan pasangan capres-cawapres tinggal sepekan lagi. Tepatnya pada 18-20 Mei 2014. Alih-alih Partai Demokrat sudah memutuskan arah koalisi. Siapa yang jadi pemenang konvensi pun belum ditetapkan. Semua dibiarkan menunggu. Menunggu untuk sebuah ketidakpastian. Konon politik memang begitu: sejatinya dalam politik yang pasti adalah ketidakpastian itu sendiri.
Namun begitu, kita tidak boleh patah arang. Harapan itu tetap ada. Bahkan, saya bisa mengatakan harapan itu masih cukup besar. Kalau boleh meminjam kalimat Prof Tjipta Lesmana: Partai Demokrat ibarat seorang gadis, meski tidak terlalu cantik tapi dia tidak jelek!
Hasil rekapitulasi suara nasional, Demokrat berhasil mendulang suara 10,19 persen. Demokrat berhasil menduduki urutan ke-4 suara sah nasional. Demokrat berhasil meraih 61 kursi DPR-RI.
Tidak kalah penting, Demokrat memiliki: SBY. Sosok yang memiliki sumber daya politik paling besar. Bahkan, berdasarkan hasil survey, elektabilitas SBY masih di atas 50 persen. Artinya, jika SBY tidak terhalang Undang-Undang, sehingga SBY masih bisa maju nyapres, dipastikan SBY akan terpilih kembali jadi Presiden RI untuk yang ke-3 kalinya secara berturut-turut.
Selain itu, SBY adalah ahli strategi politik. Kalau tidak ahli strategi tentu tidak akan bisa memenangkan Pilpres 2004 dan 2009. Keahlian meracik strategi juga dia tunjukkan dalam memimpin pemerintahan. Selama hampir 10 tahun memimpin Indonesia, meski kerap kali terjadi gejolak, SBY tetap mampu mengendalikan. Pembangunan tetap berjalan lancar. Ekonomi tumbuh cukup bagus. Bahkan, ketika terjadi krisis global pada 2008 dan 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap berada di atas 6 persen.
SBY juga terkenal pintar memetakan kekuatan politik. Pintar memetakan kekuatannya sendiri maupun kekuatan lawan. Wajar jika SBY disegani, baik oleh kawan maupun lawan politiknya.
SBY tidak Ingin Hanya jadi Penonton
Banyak elit Demokrat maupun pengamat politik yang mengatakan Demokrat punya 3-4 opsi pada pilpres 2014. Salah satu opsinya adalah menjadi partai di luar kekuasaan (baca: oposisi).
Namun, saya berpendapat: SBY dan Demokrat tidak akan memilih menjadi partai oposisi. Tentu SBY akan memastikan pembangunan nasional tidak boleh belok-belok lagi. Tentu saja dengan berbagai perubahan dan terobosan. SBY tidak akan mau hanya jadi penonton. Dalam diamnya, tentu SBY sudah meracik strategi agar pasangan capres-cawapres yang didukungnya bisa memenangkan Pilpres 2014. Karena itu pada pilpres kali ini, saya berani mengatakan: SBY hanya punya 2 opsi.
Pertama, membentuk poros baru. Sebagai king maker, SBY akan memimpin poros baru tersebut. Pemenang konvensi akan ditetapkan sebagai capres poros baru itu. Sedangkan cawapresnya akan diambil dari partai koalisi atau bisa juga tokoh lain yang telah disepakati partai koalisi.
Jika SBY memilih membentuk poros baru, kemungkinan besar yang akan diusung adalah pasangan Dahlan Iskan-Mahfud MD (DAUD). Berdasarkan hasil survey simulasi pasangan capres-cawapres, pasangan DAUD inilah yang berpotensi bisa menandingi poros PDIP dan Gerindra. Pasangan DAUD diperkirakan akan masuk ke putaran ke-2 dan berpotensi besar memenangkan Pilpres 2014.
Tentu kemudian ada yang bertanya: Partai mana saja yang akan mengusung pasanagan DAUD? Sekali lagi politik penuh ketidakpastian. Toh, meski PKB yang katanya sudah pasti menjalin koalisi dengan PDIP, tapi secara resmi mereka belum mendeklarasikan. Lantas PAN dan PKS yang katanya sudah hampir final mendukung capres Prabowo, tapi sampai detik ini juga belum secara resmi mereka berkoalisi. Artinya, ada peluang pasangan DAUD akan diusung koalisi: Demokrat, PKB, PAN, PKS, PPP, dan PBB.
Jika koalisi ini gagal, maka alternatif koalisinya adalah: Demokrat, Golkar, Hanura, dan PBB. Pasangan yang diusung tetap Dahlan Iskan-Mahfud MD. Toh, dalam ajang plpres lebih memilih figure ketimbang partai. Sehingga peluang menangnya hampir sama seperti ketika diusung oleh koalisi yang pertama.
Kedua, SBY dan Demokrat mendorong pemenang konvensi untuk jadi cawapres salah satu poros yang ada. Bisa menjadi cawapres poros PDIP, Golkar, ataupun Gerindra.
Namun, berdasarkan hasil survey simulasi pasangan capres-cawapres, yang berpeluang besar memenangkan pertarungan, jika pemenang konvensi (baca: Dahlan Iskan) jadi cawapresnya Prabowo. Pasangan Prabowo-Dahlan Iskan bahkan bisa menang dalam satu putaran, jika poros PDIP salah dalam memilih pasangan cawapresnya.
Dari hasil survey juga, pasangan Prabowo-DI jauh mengungguli ketika Prabowo dipasangkan dengan Hatta Rajasa. Berdasarkan hasil survey simulasi pasangan capres-cawapres mengindikasikan bahwa Hatta Rajasa seperti halnya Aburizal Bakrie (ARB), merupakan kartu mati. Mereka dipasangkan dengan siapa pun tidak bisa mengangkat elektoral, bahkan cenderung menggerus elektabilitas pasangannya, terutama ketika jadi cawapresnya Prabowo Subianto.
Karena takut kalah, poros PDIP dan pendukungnya berusaha keras agar pasangan Prabowo-DI gagal maju. Berbagai analisa menyesatkan dibuat. Bahwa pasangan Prabowo-Hatta Rajasa akan mampu mengimbangi poros PDIP. Dalam hati mereka, jikalau benar yang maju “Prabowo Berjasa”, maka akan lebih mudah untuk dikalahkan. Mereka sejatinya sangat ketakutan, mana kala yang diusung poros Gerindra adalah pasangan Prabowo-DI.
Saya yakin, data keunggulan dan potensi kemenangan yang sangat besar pada pasangan Prabowo-DI, sudah berada di tangann SBY. Sehingga ketika nantinya memilih opsi ke-2, SBY akan berupaya secara maksimal agar Dahlan Iskan bisa jadi cawapresnya Prabowo Subianto.
Kita tunggu saja, keputusan Komite Konvensi dan Majeis Tinggi Partai Demokrat pada 15 Mei 2014.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H