Mohon tunggu...
Aisyah Amatullah Al Muwaffaqah
Aisyah Amatullah Al Muwaffaqah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Ku Persembahkan untuk Suami Tercinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mempertahankan hijab di antara orang islam yang anti islam

18 Mei 2015   13:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:52 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1431929268556281073

[caption id="attachment_384198" align="alignnone" width="300" caption="Muslimah "][/caption]

Duhai Allah, perkenan kan wujud taqwa ku kepada Mu

Aku langkahkan kaki ini bersama dzikir memuji keagungan-Nya. Aku yakin, apa saja yang Allah kehendaki akan terjadi, sedang apa saja yang tidak Allah kehendaki tidak mungkin akan terjadi. Maka benar, hanya kepada-Nya aku berharap. Allah satu-satunya Dzat yang menciptakan langit dan bumi, Allah lah yang  menghidupkanku, Allah lah yang mematikanku, Allah lah yang menjaga dan memeliharaku, Allah lah yang memberikanku rezeki dan yang membahagiakanku, hanyalah Allah. Sedang mahkluk lain tak memiliki kuasa apa-apa.

Kaki ini terus ku langkahkan mantap menuju gedung bertingkat putih, yang berhiaskan cat kayu di berwarna coklat tua di bawahnya. Aku hembuskan nafas, meski berat, tapi ini harus terus aku hadapi.  Sedang suara peluit itu terus saja menakuti tiap bayangan ku. ‘Allah...,  mudahkan lah..., Engkau yang memiliki kuasa atas segalanya, aku begini agar Engkau menyayangiku’.

“Ridha...!”, suara teriakan Agies sahabat ku satu jurusan. Aku tersenyum lebar menyambutnya dengan riang. Aku genggam erat tangannya, ku tatap sekilas mata Agies seperti berkaca-kaca, namun bibirnya tersenyum. Aku sudah tahu apa sebenarnya yang akan ia katakan kepadaku. Aku yakin, Insya Allah ia akan mendukung apapun keputusan yang telah aku ambil.

Aku telah tiga kali berturut-turut tidak mengikui pengambilan nilai salah satu mata kuliah di jurusan ku, yaitu praktek renang. Bagaimana bisa aku berenang di hadapan mereka dengan busana serba ketat dari kepala hingga ujung jari kakiku. Sedangkan hampir satu tahun setengah ini aku sudah memantapkan diri untuk mengenakan hijab lebar dengan khimar yang hampir di atas lutut. Tidak..tidak..aku tidak ingin menyalahkan hijrah ku sebagai penghambat perkuliahanku. Hijab ku ini adalah mahkota kemuliaanku. Aku susah bukan karena Allah, melainkan diri ini yang masih cengeng tak bersuara lantang untuk menegakkan syariat Islam.

Sebenarnya aku juga tak habis fikir dengan dosen mata kuliah renang ku, Pak Susilo. Beliau juga beragama Islam, tapi tak memberikan toleransi sedikitpun kepadaku. Aku sudah pernah berusaha mendatangi beliau, berbicara dengan kerendahan hati, agar mengizinkanku mengganti pengambilan nilai praktek untuk ku dengan karya tulis, walau dengan tugas menulis sesulit apapun, insya Allah akan aku kerjakan. Namun beliau terus saja bersikukuh dengan keputusannya yang menurutku sangat sekuler.

Aku juga bukan muslimah yang pengecut, sebelumnya dua kali berturut-turut aku ikut hadir saat pengambilan nilai praktek renang, aku ingat kemarahan Pak susilo saat pengambilan nilai praktek yang kedua, Pak Susilo berteriak dengan nada sangat benci, “Heeehh...!! Itu yang pakai jilbab disana!!! Beraaaaapa kali sudah saya kasih tahu kamuuuu... Berenang itu nggak ada orang yang pakai jilbab segala! Kalau mau pakai jilbab, pakai itu penutup kepala untuk renang! Iiiini kok mahasiswa ngeeyeel betul! Siapa sih yang dosen disini? Kok kamu kayak nya hebat betul nantang saya”.

Akhirnya aku keluar, dengan rasa takut, malu, sedih, dan kesal. Padahal hari itu aku sudah sedikit mengorbankan hijab ini, yaitu mengenakan pakaian renang muslimah yang menurut ku masih tetap membentuk tubuh.

Dan tibalah hari itu akan terulang lagi. Hari ini. Sebentar lagi. Aku bersembunyi dari balik tubuh Agies. Jantungku terus berdetak kencang, tanganku dingin. Tapi aku yakin Allah selalu menjagaku, Allah bersama ku.

Kemudian dengan cepat dan menakutkan namaku di panggil oleh Pak Susilo “Ridha Wahyuni!” sebagai tanda sudah masuk giliran pengambilan nilai untuk ku. Aku keluar dari balik tubuh Agies, kemudian berdiri di ujung kolam renang. Aku lihat wajah Pak Susilo memerah padam, matanya sangat besar dan keheranan, aku mengangguk sedikit. Aku menoleh ke arah teman-temanku satu kelas, mata mereka tak kalah herannya dengan Pak Susilo. Langkahku menjadi begitu ringan, tanpa menunggu aba-aba dan peluit menakutkan dari Pak Susilo, aku mengganti aba-aba nya dengan teriakkan “ Alllaaaahhhu Akbaaaarr...!!!”. Dan, “Byuuuurrr”, alhamdulillah akhirnya aku bisa merasakan dingin nya air kolam milik kampus. Aku mulai mengayuhkan lengan dan kaki dari garis start hingga ujung kolam, lengkap dengan pakaian muslimahku. Tak satu pun yang ku tinggalkan. Telah ku persiapkan khimar sepanjang lutut yang telah ku peniti dengan gamis serta celana panjang dan kaos kakiku. Airmataku menyatu bersama air kolam renang. Bukan karena aku ketakutan, bukan karena aku telah salah hijrah memilih jalan hidupku ini. Melainkan, sungguh betapa nikmatnya merasakan wujud ketaqwaanku mempertahankan hijab demi cintaku kepada Sang Rabbul izzati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun