Mohon tunggu...
A.S. Sudjatna
A.S. Sudjatna Mohon Tunggu... -

suka jalan-jalan, ngawangkong alias jagongan, dan minum air putih

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tenda, Malam, dan Bebintang

26 Januari 2014   20:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:26 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di camp-camp sepanjang pendakian, kerap aku terduduk di depan pintu tenda. Berteman senyap dan udara dingin. Terkadang, kabut ikut mencangkung, bergerombol di sekitaran bebukit atau jajaran pepohon pinus, rasamala, dan pakis. Tak ada yang aku lakukan selain diam. Menyesap oksigen sebanyak kumampu. Tak ada dialog dalam senyap selain bincang hati yang riuh bersahutan. Kadang bertema negara dan politik, kadang agama, atau bahkan sekadar menyimak setiap jejak langkah yang telah aku torehkan di sepanjang liku sejarah hidup ini.

Seperti malam itu, saat bulan lenyap di kelam langit, aku terduduk di depan tenda. Beralaskan matras. Berteman segelas teh panas di dalam nesting. Kembali aku menyimak alur sungai sejarah pribadi semenjak mulai bisa mengingat. Begitu banyak hal telah aku saksikan. Telah aku lewati atau lewatkan.

Semenjak hobi berpetualang, entah berapa lorong gelap perut bumi bernama gua, baik vertikal maupun horizontal, telah aku cicipi pengap dan gelapnya; entah berapa bebukit atau gunung yang pernah aku puncaki atau sekadar jejak saja rerumputnya; entah berapa pantai yang telah aku saksikan, entah berpasir putih atau hitam. Ah, begitu banyak ternyata tempat-tempat yang telah aku singgahi, aku abadikan dalam kenangan. Dan, semua itu merupakan mukjizat kesempatan; waktu.

Lalu, malam ini, kala rembulan lenyap di cakrawala malam, renung aku di antara kilap bebintang. Ah, tiba-tiba otak ini mengingat sedikit penjelasan guruku dulu saat di sekolah: adalah hanya bintang yang sanggup memijarkan cahayanya sendiri, sedang rembulan sekadar memantulkan sinar mentari.

“Dan kau tahu, Nak,” begitu ucap guruku, “jarak bintang-bintang itu sangatlah jauh dari bumi ini. Ada yang berjarak delapan puluh tahun cahaya, ada yang berjarak seratus tahun cahaya, bahkan ada yang berjarak jutaan atau miliaran tahun cahaya.”

Sampai di sini, tegak dudukku di depan tenda. Tiba-tiba, sebuah kesadaran cuat begitu saja di benak ini.

Andai benar kata guruku tadi, bahwa jarak berbintang hingga bumi ini ada yang puluhan, ratusan, hingga jutaan atau miliaran tahun cahaya, maka sungguh cahaya berbintang yang aku saksikan malam ini bukanlah suatu yang biasa, tapi sungguh sangat luar biasa. Sebuah keajaiban. Sebab, cahaya bebintang yang aku saksikan malam ini mungkin saja cahaya bebintang puluhan, ratusan, jutaan, atau bahkan miliaran tahun yang lalu, yang baru tiba malam ini ke langit bumi, setelah menempuh jarak sekian waktu cahaya dari sumber asalnya, yang mungkin bahkan bintangnya telah punah ditelan zaman; telah tiada; lebur dimakan usia atau tersedot black hole. Tapi malam ini, aku yang masih berusia tiga puluhan tahun, masih diberi kesempatan menyaksikan cahayanya. Menikmatinya. Menikmati cahaya dengan rentang usia terpaut puluhan hingga ratusan bahkan jutaan tahun lalu. Jauh sekali sebelum aku dilahirkan ke dunia.

Sungguh luar biasa.

Ternyata, jutaan cahaya bebintang yang kerap kita saksikan di hampir setiap malam itu bukanlah sesuatu yang sederhana. Tetapi sangat luar biasa.

Hanya karena mukjizat dan kasih sayang-Nya yang bernama kesempatanlah kita sanggup menyaksikan semua itu. Sebagian dari tanda-Nya.

Luar biasa.

Maha suci Engkau.

Sungkur hamba atas kesempatan ini.

Maha besar engkau.

Sungguh, betapa kerdil diri ini di hadapan semesta, maka apa sebutan ukurannya jika harus tegak berbanding di hadap-Mu?

Tak ada.

Sungguh, diri ini tak bermakna apa-apa….

Yogyakarta, 26 Januari 2014

KS 298 Wv

Cinta alam

Cinta kehidupan

Tanpa melupakan kebesaran Tuhan

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun