Kondisi Setu Babakan, Oktober 2013. Sumber: Dok. Pribadi Kalau sempat ke Setu Babakan akhir-akhir ini, maka anda akan melihat adanya "pulau" reklamasi ditengah Setu. Pulau itu dibangun dengan cara menimbun Setu. Akibatnya? Tentu saja kapasitas daya tampung airnya berkurang. Menurut masyarakat sekitar, diatas pulau tersebut akan dibangun restoran. Namun ada pula yang berpendapat akan dibangun panggung hiburan. Entah bagaimana, tidakkah disesalkan bila pembangunannya harus mengorbankan ekologi lingkungan? Bagaimana bila hujan deras? Bagaimana bisa mengurangi debit air hujan yang masuk ke Jakarta, sementara tempat penampungan air di kawasan selatannya malah ditimbun? Jika memang harus dibangun, mengapa tidak memakai sistem apung? Atau setidaknya sistem panggung? Padahal dengan sistem tersebut, kerusakan lingkungan dari dampak pembangunan masih dapat diminimalisir. Kapasitas daya tampung air masih dapat dipertahankan sebanyak mungkin. Sementara waduk-waduk di Jabodetabek tengah dinormalisasi, tapi Setu Babakan ditimbun? Untuk apa? Atas kepentingan apa dan mengapa? Tidakkah pelestarian lingkungan itu lebih penting ketimbang kepentingan bisnis? Bukankah penanganan banjir kronis Jakarta itu penting? Bila alasan ijin sudah keluar dari periode sebelumnya, ya tinggal dihentikan saja beres toh? Mudah kok. Cobalah belajar dari (ex) Gubernur Foke, saat melawan Keppres Menteri KLH dan putusan MA. Toh, bukankah rakyat percaya bila anda lebih hebat dari Foke? Bukankah itu arti kemenangan anda? --- Nah, Pak Jokowi dan Pak Ahok. Sekarang bagaimana? Masih ingat janji kampanye? Ditunggu ACTION-nya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI