Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Ahok telah membacakan tuntutannya. JPU menuntut Ahok hukuman satu tahun penjara dengan hukuman percobaan selama 2 tahun. Tuntutan ini membuat umat Islam menilai tuntutan tersebut tidak adil, dan JPU dianggap telah mempermainkan hukum.Â
Sebelumnya, JPU sangat yakin dengan alat bukti yang mereka miliki. Seperti yang disampaikan pada tanggal 4 April, JPU mengatakan kalau tidak yakin dan cukup bukti,
mana mungkin berkas ini akan sampai ke pengadilan. Namun ucapan JPU tersebut berubah seiring mulai munculnya Jaksa Agung mengeluarkan komentar, dan diakhir dengan
pernyataan tentang Jaksa Agung mengatakan JPU tidak yakin Ahok bersalah.
Perubahan sikap JPU menimbulkan pertanyaan publik, apakah ada intervensi kekuasaan terhadap kasus yang menimpa Gubernur DKI Jakarta tersebut?. Jika memang ada siapa
yang paling bertanggungjawab dengan kejadian ini.Â
JPU adalah bawahan dari Jaksa Agung, bagaimanapun JPU akan mengikuti perintah dari Jaksa Agung sebagai orang tertinggi dalam institusi kejaksaan. Tidak mungkin seorang.
JPU berani melawan perintah atasan mereka, karena bisa saja berefek kepada jabatan ataupun lainnya.Â
Jika kita tarik kebelakang, tentu kita masih ingat pada tahun 2014 lalu saat Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto menyebutkan kalau Presiden Jokowi tidak akan memilih
Jaksa Agung dari kader partai. Menurutnya Presiden ingin menjaga supaya Jaksa Agung tidak terpengaruh kepentingan-kepentingan politik.
Tapi apa yang terjadi, pada tanggal 20 November 2014, Jokowi melantik M. Prasetyo sebagai Jaksa Agung. Sebagaimana diketahui, Prasetyo merupakan kader Nasdem, partai
pendukung Jokowi. Dengan penunjukkan Prasetyo tersebut, Jokowi telah melakukan blunder dan tidak konsisten sebagaimana disampaikan Peniliti ICW, Donal Faris.
Dan dalam kasus Ahok blunder dan keberpihakan itu sangat terkesan sekali. Jaksa Agung berbicara seolah-olah dia menjadi kuasa hukum Ahok, dan mengiring opini kalau JPU
tidak yakin kalau Ahok bersalah. Ahok dalam Pilkada DKI didukung oleh Nasdem, dan partai besutan Surya Paloh tersebut merupakan partai pertama yang mendeklarasikan
dukungan kepada Ahok.
Jika ditanyakan siapa yang bertanggungjawab, tentu kita bisa jawab dengan mengatakan siapa yang telah melantik Jaksa Agung dari partai politik. Siapa yang telah
mengingkari komitmen awalnya, bukankah sudah diprediksi dari awal kalau dari partai akan ada pengaruh dari kepentingan-kepentingan politik. Jawabannya kita tentu satu
nama yaitu Jokowi.
Saat melantik Prasetyo, Jokowi tidak saja melanggar komitmen tentang kader partai, tapi juga seperti menganak emaskan Prasetyo. Karena para Menteri yang lain harus
melewati proses di KPK dan PPATK terlebih dahulu, tapi Prasetyo tidak ada melewati hal tersebut.
Seharusnya dalam kondisi saat ini, jika Jokowi sensitif dengan tuntutan masyarakat yang telah ditandai dengan jutaan orang turun aksi damai, Jokowi meminta Jaksa Agung tidak ikut campur atau menon aktifkan. Karena yang nanti akan disalahkan bukan Jaksa Agung saja, tapi juga Jokowi.
Sumber: https://m.tempo.co