Untuk menemukan contoh nyata dari pepatah “mempertahankan lebih sulit daripada meraih” tidaklah sulit. Terlebih bila seorang penggemar tayangan sepakbola. Ya karena dalam bidang sepakbola pepatah itu seperti bersemayam dalam tubuh bernama Liga Champions.
Semenjak berganti format dari Piala Champion menjadi Liga Champions pada tahun 1992, belum pernah sang juara bertahan mampu mempertahankan mahkota juara dimusim berikutnya. Keperkasaan para juara bertahan tak kuasa ketika dihadapkan pada tantangan mempertahankan gelarnya.
Prestasi terbaik para incumbent dalam perjuangannya mempertahankan gelar menjadi milik Milan, Ajax, Juventus dan Manchester United. Para incumbent tersebut berhasil menembus final. Meskipun akhirnya rontok ditangan lawan-lawannya. Sementara pada edisi 2014 Bayern Munchen hanya sanggup mencapai semifinal sebelum tumbang oleh Real Madrid yang kemudian berhasil menjadi juara.
*
Liga Champions terus saja bergulir. Tak sekalipun juara bertahan berhasil mempertahankan mahkotanya. Setiap tahun, selalu keluar juara yang berbeda. Para juara bertahan selalu saja menemui kegagalan demi kegagalan.
Kisah para incumbent dalam kampanyanyenya mempertahankan mahkota seperti menjadi bumbu tersendiri bagi para penikmat sajian kulit bundar. Para penonton dibuat semakin geregetan. Terlebih kegagalan demi kegagalan kemudian berkembang menjadi mitos dalam pagelaran Liga Champions.
Bahkan pada musim 2014, Bayern harus gagal. Padahal segala elemen pendukung untuk menjuarai Liga Champions telah dimiliki. Termasuk fokus di Liga Champions. Kerena praktis, pada tahap menjelang akhir perjalanan Champions Bayern tak begitu disibukkan agenda lokal. Namun nyatanya Bayern harus keok oleh Madrid di semifinal.
*
Setelah keberhasilan merengkuh La Decima. Madrid kemudian berambisi untuk menjadi tim pertama yang mampu mempertahankan gelar Liga Champions. Mitos yang berkembang, membuat para punggawa Madrid terlecut untuk mematahkannya.
Gareth bale mengakui dengan perekrutan para pemain top seperti James, Kroos, Navas dan Chicarito membuatnya percaya mitos akanpecah di tangan Real Madrid.
“Ada alasan mengapa tak seorang pun telah melakukannya. Sulit untuk menang sekali apalagi dua kali berturut-turut, tapi kami merasa yakin.” tegasnya.
Namun keyakinan Bale sepertinya harus dikubur dalam. Terlebih hasil-hasil minor yang ditorehkan Madrid belakangan ini.Setelah keberhasilan mencaplok gelar Piala Super Eropa, prestasi El Real menukik.
Diawali kegagalan meraih gelar Piala Super Spanyol. Dua kekalahan telah di derita Madrid hanya dari tiga pekan awal La Liga. Bahkan pada pertandingan terakhir, El Real harus menerima kenyataan pahit setelah dalam Derby Madrileno harus kalah dari Atletico di Santiago Bernabeu.
Jelas beberapa torehan tersebut bukan kampanye yang baik bagi dalam upaya menjadi tim pertama yang mampu mempertahankan gelar. Terlebih hasil positif yang diperihatkan para pesaing seperti Munchen, Barcelona, Chelsea dan tentunya rival sekota yang beru mengalahkan mereka, Ateltico.
Mampukah Madrid mematahkan mitos Liga Champions?
Memang menjadi kebanggaan menjadi tim pertama yang mampu mempertahankan mahkota Liga Champions. Namun bagi Ancelotti dia hanya memikirkan laga melawan Basel. Dia tak ingin terlalu terburu-buru untuk membicarakan gelar.
“Pertandingan pertama nanti datang pada waktu yang tepat karenamerupakan kesempatan untuk menunjukkan reaksi positif dan menunjukkanhal-hal yang baik dalam tim.” tegasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H