Mohon tunggu...
Syakila Azalia F
Syakila Azalia F Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tingginya Angka Bunuh Diri Mahasiswa Akibat Tekanan Akademik

3 Januari 2025   23:22 Diperbarui: 3 Januari 2025   23:22 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menurut aliran human behavior, bunuh diri adalah bentuk pelarian dari situasi dunia nyata dengan  tujuan  kembali  pada  keadaan  nyaman  dan tentram (Sujendro, 2022). Berdasarkan keterangan dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Bareskrim Polri, bunuh diri dinyatakan sebagai kasus yang menempati posisi terbanyak keempat di sepanjang 2024. Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) melaporkan periode Januari–Agustus 2024 setidaknya polisi menangani 849 kejadian bunuh diri. Ini artinya, satu hari terdapat hampir empat kejadian bunuh diri. Dari data tersebut sebagian besar korban bunuh diri berusia 26-45 tahun (30,9%). 

Sementara bunuh diri yang dilakukan usia 17-25 tahun ditemukan sebanyak 75 kasus atau setara 8,8%. Kasus tiga mahasiswa bunuh diri dengan usia 17-25 tahun dalam satu pekan terakhir melampaui angka rata-rata dari kepolisian. Banyak sebab yang membuat mahasiswa bunuh diri, yaitu tuntutan sosial, ekspektasi keluarga yang tinggi, dan tekanan akademik.

Berikut penjelasan dari faktor-faktor tersebut yang dapat mendorong seorang mahasiswa bunuh diri:

1. Faktor Keluarga

Banyak keluarga yang memberikan tekanan besar kepada anak-anak mereka untuk meraih kesuksesan akademis. Ketika anak tidak mampu memenuhi harapan atau target yang telah ditetapkan oleh orang tua, mereka seringkali merasakan beban psikologis yang berat. Perasaan gagal, merasa mengecewakan keluarga, dan rasa malu yang mendalam seringkali muncul, yang bisa memicu perasaan putus asa. Dalam situasi yang sangat parah, perasaan tersebut bisa berkembang menjadi keinginan untuk mengakhiri hidup.

Tekanan yang berlebihan ini dapat menyebabkan anak mengalami stres yang mengganggu kesehatan mental mereka. Bukannya merasa didukung dan dihargai, anak justru merasa seperti gagal dalam memenuhi ekspektasi orang tua, yang pada gilirannya dapat merusak harga diri dan kepercayaan diri mereka. Tanpa adanya dukungan emosional yang cukup, perasaan kesepian dan terisolasi bisa semakin memperburuk keadaan, dan dalam beberapa kasus, mereka merasa bahwa bunuh diri adalah satu-satunya jalan keluar dari penderitaan tersebut.

2. Tekanan Akademis

Tekanan akademis tidak selalu menjadi penyebab langsung terjadinya bunuh diri. Setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam merespons stres dan tantangan hidup. Ada sebagian orang yang meskipun berada dalam tekanan berat, justru mampu menghadapinya dengan lebih baik, bahkan menjadikannya sebagai motivasi untuk berusaha lebih keras atau memperbaiki diri. Sebaliknya, ada pula individu yang merasa semakin tertekan, dan kegagalan atau beban yang mereka hadapi justru dapat memperburuk kondisi mental mereka.

Penerimaan terhadap tekanan atau stres ini sangat bergantung pada berbagai faktor, seperti kondisi psikologis, dukungan sosial, dan pengalaman hidup seseorang. Apa yang mungkin terasa berat bagi satu orang, bisa saja lebih mudah diterima oleh orang lain. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami bahwa penyebab bunuh diri bukanlah satu hal yang sederhana dan dapat dijelaskan hanya dengan faktor tunggal. Faktor-faktor psikologis, sosial, serta kondisi emosional masing-masing individu saling berinteraksi, yang membuat reaksi terhadap tekanan sangat bervariasi.

Sebagai penutup, angka bunuh diri di kalangan mahasiswa yang terus meningkat harus menjadi perhatian serius bagi seluruh masyarakat, khususnya institusi pendidikan dan keluarga. Tekanan akademik dan ekspektasi yang terlalu tinggi dari lingkungan sekitar dapat membebani kesehatan mental mahasiswa, yang pada akhirnya bisa mendorong mereka untuk mengambil keputusan fatal. Sebagai individu yang masih sehat akan mentalnya, kita juga harus menanamkan pikiran bahwa bunuh diri adalah bukan cara yang benar untuk melarikan diri.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, memahami, dan memberikan ruang bagi mahasiswa untuk berkembang tanpa merasa terbebani. Kesejahteraan mental harus menjadi prioritas yang seimbang dengan pencapaian akademis, dan penting bagi keluarga, teman, serta pihak kampus untuk memberikan dukungan emosional yang memadai. Dengan adanya kesadaran dan tindakan yang lebih humanis, kita dapat mengurangi angka bunuh diri di kalangan mahasiswa, dan membantu mereka untuk mengatasi tekanan dengan cara yang lebih sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun