Mohon tunggu...
Ben Pitopang
Ben Pitopang Mohon Tunggu... -

Hanya seorang kuli tinta biasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Wanita Terhempas Badai

1 Maret 2016   18:16 Diperbarui: 1 Maret 2016   18:40 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dua tahun sudah anggi menjalani hidup sendiri. Sepeningggal suami tercinta, janda muda berparas anggun dengan mata bening serta memiliki senyum yang memikat, harus rela membanting tulang demi kelangsungan hidupnya. Bekerja sebagai Waitres salah satu café di kota P, mengharuskan ia pulang larut malam setelah para pengunjung sepi serta pulang ke alamatnya masing-masing. Mungkin karena faktor pekerjaan, janda tanpa anak ini kerab menjadi buah bibir para tetangga usil, dimana ia tinggal. Karena hampir setiap malam anggi selalu diantarkan oleh para tamu yang berbeda.

"liat tuh, si Anggi," celetuk Santi yang rada kesal terhadap wanita yang menjadi sainganya. Suatu malam Anggi tak masuk kerja. Sejak siang janda yang berusia 21 tahun tersebut, mengurungkan diri didalam kamar sepinya. Angannya perpetualang jauh mengenang masa lalu saat bersama almarhum suaminya. Mas Bram, " Andaikan Mas masih ada disisiku, Mungkin aku tak seperti ini",ujarnya lirih. tanpa terasa butiran bening membasahi pipinya.

Brama Setia, Sosok pemuda tampan yang pernah memberikan Anggi kebahagiaan walau hanya sesaat. Kebahagian tersebut sirna sejak kecelakaan maut yang merenggut nyawa pria yang pernah meminangnya. Anggi tersentak dari lamunan saat hujan malam membasahi kaca jendela, dimana tempat ia menatap bintang yang berkedip.

Seperti malam biasanya, Anggi menelusuri gang sempit diantara rumah para tetangga, kaki indah tersebut membawa ia ketempat kerja. Malam bos, Sapa Anggi kepada seorang lelaki setengah baya yang sedang asik membaca koran, terselip sebatang rokok dengan kepulan asap memenuhi ruangan tanpa AC. Malam juga Anggi, Jawab bos yang dikenal pengertian oleh para karyawan, baik yang telah lama maupun yang baru muncul.

"Kemana saja kemarin, kok tidak masuk kerja,"? tanya bos Jeky. kurang enak badan, bos. sahut Anggi singkat.! Ya, sudahlah. Sekarang ayo kerja yang rapi. "Jangan buat tamu kesal" perintah bos Jeky. Siap bos, perintah dilaksanakan, sambil mengacungkan jempol. Anggi menghampiri para tamu yang sedang duduk manis. Ada yang bisa saya bantu tuan,? sambil memberikan daftar menu kepada pelanggan yang menduduki kursi sofa no 7 berwarna ungu. "Tolong mintakan saya sebotol anggur merah serta sebungkus rokok", Jawab tamu yang baru pertama kali menginjaki kaki ke Cafe milik bos Jeky tersebut. "Ini tuan pesanannya, sambil menuangkan anggur merah kedalam gelas" Anggi menampakan senyum manisnya.

O,ya siapa nama nona manis ini, sapa tamu yang terlihat macho dengan bidang dada lebar serta kumis tipisnya. 'Anggi Putri, tuan. " Jangan panggil tuan panggil saja Alek, itu lebih akrab," ucap lelaki tegar yang memiliki mata elang. ---- Seiring waktu berlalu sejak perkenalan Anggi dan Alek, ada sesuatu yang membuat mereka tak mampu untuk jauh. Seperti malam menjelang tahun baru ini, mereka kembali dipertemukan dalam suasana yang lebih romantis. " Anggi, bolehkah ku tau sesuatu hal", ucap Alek memecah kesunyian gerimis malam.

Apakah yang akan kau tanyakan Alek? jujur saja, sejak kita jumpa ada sesuatu yang mengusik relung hatiku. " semakin lama kupendam maka semakin dalam kurasa.. " Maukah engkau menjadi pendampingku, Anggi", ujar Alek penuh harap. Alek, engkau tau statusku telah janda, Apakah engkau tak menyesal nantinya! "Anggi, penyesalanku yang terdalam adalah jauh darimu" maka kuingin detik ini juga dirimu mau menerimaku sebagai impian yang telah hilang, Jadikan aku sebagai bintang-bintang yang pernah kau pandang kala malam gelap. tanpa terasa sudut mata anggi, menguraikan kristal-kristal bening. sambil menatap Alek dihadapannya, Ia berkata.. Alek, Jika ketulusan memang nyata, didamu. Maka saat ini juga aku akan setia mendampingimu. "Namun jika hanya sebagai pelepas rindu, maka jauhkan aku dari sisimu" tutur Anggi. " Anggi mari kita pulang," rumah kita disana bukan disini. Sambil mengenggam jemari lembut milik Anggi," Alek mengadiahkan kecupan yang terindah dikening wanita yang pernah terhempas badai . TAMAT.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun