Mohon tunggu...
Arya Ningtyas
Arya Ningtyas Mohon Tunggu... -

Perempuan biasa ikhtiar dalam kebaikan-Nya belajar lewat tulisan...

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Airmata Lelaki Senja

6 Februari 2014   08:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:07 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pada sebuah sore yang kering

lelaki senja merenung di kebun sayur

berbincang dengan beberapa ekor ikan di kolam yang sempit

di kandang, celoteh marmut nyaring berdenting

anak-anak ayam riuh menunggu di buai.

lelaki senja tersenyum ranum

hidup bukanlah ke-niscayaan

hari ini adalah harapan untuk esok

sesekali batinnya berteriak dengan gaya tirani

kapitalisme mendarah daging

membumi, lahirkan keterbelakangan sebuah kaum

ada kegirangan bocah-bocah ditengah bencana

ada duka nestapa perempuan di kolong langit

mereka butuh penopang,mereka butuh tempat

Tuhan menegur kita, itu jika merasa peka

di belahan bumi yang disebutparelemen

mereka serupa raja diraja, digdaya kuasa

harus cemburu kah kita…? amarah pun merajam

ketika kebersamaan dan kejujuran tak lagi ada

masih perlu kah kesepakatan dan kesetiaan

kesungguhan hanya menjadi barang spekulan

raja diraja tak ubahnya si pengerat

menjadi maling di negeri sendiri

lupa sesiapa, darimana asal,bagaimana bisa

semua punya peran, semua bermain

menurut cerita negeri ini kaya raya

tapi tak ubahnya negeri dongeng

kebebasan adalah harga mati

terinjak-injak di negeri sendiri

kecurangan menjadi hal yang biasa

bocah-bocahkehilangan cerita

pergi pagi mengais asa

tangisi ibunya yang telah mati

lelaki senja mengenyam rasa

punguti tiap helai airmata

lelaki senja mendekap erat

tubuh ringkih bocah tak berdosa

mari kita pulang sebelum hujan jatuh di dahimu

sebelum angin melintasi halaman

disana ada cerita, harapan dan cinta

yang lebih menggoda dari sebuah mata dadu.

di beranda usang bisa belajar cinta

sambil memandangi bunga tapak dara

di beranda usang kita mari kita belajar

mencintai negeri dengan hati

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun