Mohon tunggu...
9624
9624 Mohon Tunggu... Penulis - pelajar

pelajar

Selanjutnya

Tutup

Analisis

kasus kekerasan seksual terhadap 13 santriwati pondok tahfis Al-Ikhlas di Bandung,Jawa Barat

4 Januari 2025   06:15 Diperbarui: 4 Januari 2025   07:38 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

KASUS KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP 13 SANTRIWATI PONDOK TAHFIZ AL-IKHLAS DI BANDUNG,JAWA BARAT

Usman Abdullah
(Mahasiswa Program Studi Perbankan Syariah,Institut Agama Islam Parepare)

Kasus kekerasan seksual terhadap 13 santriwati di Pengadilan Bandung menjadi sorotan utama dalam pemenuhan hak individu korban dan penerapan hukuman pidana penjara seumur hidup. Kekerasan seksual adalah segala bentuk tindakan seksual yang dilakukan tanpa persetujuan dari pihak yang terlibat, atau dengan cara yang memaksa, mengintimidasi, atau menipu korban. Kekerasan ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, pencabulan, atau tindakan seksual lainnya yang melibatkan paksaan atau ancaman.
Beberapa contoh kekerasan seksual:
1.Pemerkosaan: Yaitu tindakan yang di mana memaksa seseorang untuk melakukan hubungan badan tanpa adanya persetujuan.
2.Pelecehan seksual: Ucapan atau perilaku seseorang bersifat seksual yang tidak di inginkan oleh orang lain seperti, menggoda, mencemooh, atau menyentuh tubuh korban tanpa ada izin.
3.Eksploitasi seksual: Memanfaatkan seseorang dengan cara yang tidak sah , seperti kasus prostitusi atau pornografi yang menyebabkan pemaksaan.
4.Pencabulan: Melakukan tindakan seksual yang tidak pantas kepada seseorang tanpa persetujuan dengan menggunakan ancaman atau kekerasan terhadap korban.
Dari beberapa contoh kekerasan seksual yang ada di atas dapat di ketahui bahwa kasus kekerasan seksual tidak hanya berupa sentuhan fisik melainkan juga berupa pelecehan emosional dan juga psikologis yang juga akan memeberikan dampak nengatif kepada korban kekerasan seksual.
Ada beberapa korban yang dinyatakan hamil hingga melahirkan hal tersebut merupakan dampak negatif yang di alami korban yakni kehamilan dampak lain dari kekerasan seksual dapat menimbulkan dampak psikologis, emosional, dan fisik pada korban. Dampak ini tidak selalu mudah diatasi, tetapi dengan bantuan dan dukungan yang tepat, dampak ini dapat diatasi. Mempelajari lebih lanjut dapat membantu Anda menemukan bentuk perawatan terbaik untuk memulai proses penyembuhan. selain itu dampak lain dari kekeran seksual yaitu deperesi, kilas balik ,gangguan stres pascatrauma, menyakiti diri sendiri, infeksi menular.
Kekerasan seksual terjadi karena faktor individu yang di mana Herry (pelaku) memang memiliki niat dan pikiran yang kotor serta memiliki fantasi seksual yang memaksa, dari kasus yang di angkat mengapa kekerasan tersebut bisa terjadi karena faktor pelaku memiliki pikiran yang kotor yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual adapun yang menyebabkan kekerasan tersebut terjadi karena pelaku mengiming imingi korban dengan biaya pesantren, sekolah gratis jadi polisi wanita, hingga biaya kuliah.
"Korban ini diimingi mau jadi polwan, kuliah dibiayai sama pelaku. Terus mau kerja di mana nanti bapak yang urus gampang" kata kuasa hukum korban, Yudi Kurnia, 21 Desember 2021.

Kasus kekerasan seksual terhadap 13 santriwati di Pengadilan Bandung menjadi sorotan publik dan memicu diskusi mendalam tentang pemenuhan hak individu korban serta penerapan hukuman pidana yang tegas bagi pelaku. Kekerasan seksual, yang merujuk pada segala bentuk tindakan seksual yang dilakukan tanpa persetujuan atau dengan paksaan, intimidasi, atau penipuan terhadap korban, adalah pelanggaran hak asasi manusia yang serius. Bentuk kekerasan seksual bisa berupa pemerkosaan, pelecehan seksual, pencabulan, dan eksploitasi seksual, yang tidak hanya melibatkan kontak fisik, tetapi juga bisa berupa pelecehan emosional dan psikologis yang mendalam.
Dalam konteks kasus yang terjadi, korban-korban diimingi berbagai janji manis seperti biaya pesantren gratis, biaya kuliah, hingga janji bisa menjadi polisi wanita, yang digunakan pelaku sebagai cara untuk merayu dan memanipulasi korban. Dalam hal ini, korban yang sebagian besar adalah remaja perempuan, terjerat dalam iming-iming tersebut, yang akhirnya berujung pada tindakan kekerasan seksual yang tidak bisa dimaafkan. Kuasa hukum korban, Yudi Kurnia, pada 21 Desember 2021 menyampaikan bahwa "Korban ini diimingi mau jadi polwan, kuliah dibiayai sama pelaku. Terus mau kerja di mana nanti bapak yang urus gampang." Hal tersebut menunjukkan bahwa pelaku memanfaatkan posisi dan pengaruhnya untuk menjerat korban dalam situasi yang penuh manipulasi.
Dampak dari kekerasan seksual sangatlah berat bagi korban. Tak hanya fisik, tetapi juga dampak psikologis, emosional, bahkan sosial, yang dapat bertahan lama. Beberapa korban yang hamil akibat pemerkosaan, atau menghadapi dampak psikologis seperti depresi, gangguan stres pascatrauma, kilas balik kejadian, hingga keinginan untuk menyakiti diri sendiri. Infeksi menular seksual juga bisa menjadi akibat lain yang berbahaya bagi kesehatan korban.
Kekerasan seksual terjadi bukan hanya karena faktor eksternal, tetapi juga faktor internal pelaku. Dalam kasus ini, pelaku, yang memiliki pikiran dan fantasi seksual yang memaksa, jelas mengabaikan hak asasi manusia dan kebebasan pribadi korban. Faktor ini menjadi pemicu utama terjadinya kekerasan seksual, dan hanya melalui pendidikan, kesadaran, serta hukuman yang tegas, kejahatan ini dapat diminimalisir.
Selain memberikan dampak fisik dan psikologis yang besar, kekerasan seksual menuntut masyarakat untuk memberikan perhatian lebih terhadap perlindungan hak perempuan dan anak. Pemberian dukungan yang tepat kepada korban serta keadilan yang menuntut hukuman setimpal bagi pelaku sangat penting untuk proses penyembuhan korban dan mencegah terjadinya kekerasan lebih lanjut.
Dalam persidangan , jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Herry dijatuhi hukuman mati atas tindak kejahatan yang di lakukan secara berulang ulang dan dinilai sistemik. Namun vonis Majelis Hakim PN Bandung lebih rendah dari tuntutan jaksa. Persidangan yang digelar selasa,15 Februari 2022 menjatuhkan vonis penjara seumur hidup. Menurut hakim terdakwa sebagai tenaga pendidik seharusnya melindungi dan membimbing anak-anak yang belajar namun sebaliknya , Herry malah memberi contoh yang tidak baik dan merusak masa depan anak-anak didiknya.

Atas vonis tersebut jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan banding ke pengadilan tinggi (PT) Bandung. Gugatan tersebut dikabulkan Herry pun dijatuhi hukuman mati.
"Menerima permintaan banding dari jaksa/penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu pidana mati," demikian putusan PT Bandung yang diketuai oleh Herri Swantoro berdasarkan dokumen putusan yang diterima, senin, 15 April 2022.
Undang-undang yang berkaitan dengan kekersan seksual;
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT)
Isi Pokok:
*Pasal 1 (Definisi Kekerasan): Menjelaskan bahwa kekerasan dalam rumah tangga meliputi kekerasan fisik, psikologis, seksual, dan kekerasan ekonomi.
*Pasal 5 (Jenis Kekerasan): Kekerasan seksual dalam konteks rumah tangga diatur sebagai segala bentuk kekerasan yang bersifat seksual, baik berupa pemerkosaan, pelecehan seksual, maupun kekerasan seksual lainnya.
*Pasal 8 (Tindakan Terhadap Pelaku): Menyatakan bahwa pelaku kekerasan dapat dikenakan sanksi pidana, dan korban berhak mendapatkan perlindungan dari negara.
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
Isi Pokok:
*Pasal 1 (Definisi Anak): Menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang masih dalam kandungan.
*Pasal 76C (Kekerasan Seksual terhadap Anak): Secara khusus mengatur tentang perlindungan terhadap anak dari segala bentuk kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, dan pencabulan.
*Pasal 81 dan 82 (Pemerkosaan dan Pencabulan Anak): Menyebutkan tentang pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak, dengan ancaman hukuman yang lebih berat.
*Pasal 84 (Tindak Pidana terhadap Anak): Mengatur tentang pelaku yang melakukan tindak pidana terhadap anak, yang dapat dikenakan hukuman berat sesuai dengan undang-undang ini.
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)
Isi Pokok:
*Pasal 1 (Definisi Kekerasan Seksual): Menyebutkan bahwa tindak pidana kekerasan seksual mencakup pemerkosaan, pencabulan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, dan perbudakan seksual.
*Pasal 2 (Pencegahan Kekerasan Seksual): Pemerintah wajib mengambil langkah-langkah pencegahan terhadap kekerasan seksual melalui pendidikan, sosialisasi, dan perlindungan korban.
*Pasal 3 (Sanksi terhadap Pelaku): Pelaku kekerasan seksual dapat dikenakan hukuman pidana berupa penjara, denda, atau tindakan lain yang setimpal, tergantung pada jenis tindak pidana.
*Pasal 4 (Perlindungan Korban): Korban kekerasan seksual berhak atas perlindungan hukum, dukungan psikologis, dan akses untuk rehabilitasi medis dan sosial.
*Pasal 5 (Rehabilitasi Korban): Negara wajib memberikan layanan pemulihan atau rehabilitasi bagi korban kekerasan seksual.
4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Isi Pokok:
*Pasal 285 (Pemerkosaan): Mengatur tentang tindak pidana pemerkosaan terhadap perempuan dengan ancaman pidana penjara yang cukup berat (hingga 12 tahun).
*Pasal 289 (Pencabulan): Mengatur tentang tindakan pencabulan, yaitu perbuatan cabul terhadap seseorang tanpa persetujuan atau secara paksa, dengan ancaman pidana yang cukup berat.
*Pasal 290 (Pencabulan terhadap Anak di Bawah Umur): Ancaman hukuman lebih berat bagi pelaku pencabulan terhadap anak-anak atau orang yang tidak mampu untuk melawan.
*Pasal 292 (Perbuatan Cabul): Menyebutkan hukuman bagi mereka yang melakukan perbuatan cabul, seperti menyentuh tubuh korban secara tidak senonoh.
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
Meskipun tidak secara langsung mengatur kekerasan seksual, undang-undang ini juga berperan penting dalam perlindungan korban dengan memastikan transparansi dalam penyelidikan dan penanganan kasus-kasus kekerasan seksual, sehingga korban bisa mendapatkan keadilan yang lebih baik melalui akses terhadap informasi yang relevan.
Tidak hanya hukum negara dalam perspektif agama Islam kekerasan seksual juga merupakan perbuatan yang di larang ,Al Quran melarang mendekati tindakan zina apalagi melakukan kekerasan seksual.
Berikut beberapa ayat dalam Al-Quran yang menyinggung tentang kekerasan seksual
Surah An-Nur (24:2) -- Hukuman bagi Zina
 
Artinya;
Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin.

Surah Al-Isra (17:32) -- Larangan Zina dan Perbuatan Keji

Artinya;
Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.
Surah An-Nur (24:33) -- Perlindungan terhadap Wanita

Artinya;
Orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (diri)-nya sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. (Apabila) hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka. Berikanlah kepada mereka sebagian harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, jika mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Siapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa.

KESIMPULAN
Kasus kekerasan seksual terhadap 13 santriwati di Pengadilan Bandung mengungkapkan banyak aspek yang perlu diperhatikan, baik dari segi hukum, dampak sosial, maupun perspektif agama. Pelaku dalam kasus ini, yang berprofesi sebagai tenaga pendidik, memanfaatkan posisi dan kekuasaan untuk memanipulasi korban dengan iming-iming janji-janji seperti biaya pendidikan dan karier. Hal ini menunjukkan bagaimana kekerasan seksual tidak hanya terjadi karena faktor eksternal, tetapi juga akibat niat dan pikiran buruk dari pelaku.
Dampak kekerasan seksual sangat berat bagi korban, tidak hanya dari sisi fisik, tetapi juga psikologis dan emosional, seperti depresi, gangguan stres pascatrauma, dan bahkan keinginan untuk menyakiti diri sendiri. Kehamilan akibat pemerkosaan dan infeksi menular seksual juga dapat menjadi konsekuensi fisik yang menambah penderitaan korban.
Dalam hal ini, hukum di Indonesia, melalui Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), memberikan landasan untuk menuntut pelaku dengan hukuman yang berat. Kasus ini juga menyoroti pentingnya perlindungan terhadap anak dan perempuan, dengan memberikan perhatian terhadap hak korban dan pentingnya rehabilitasi serta keadilan. Proses hukum yang awalnya menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup akhirnya berakhir dengan vonis hukuman mati setelah banding oleh jaksa penuntut umum.
Selain itu, dalam perspektif agama Islam, kekerasan seksual merupakan perbuatan yang dilarang dengan tegas. Beberapa ayat Al-Quran, seperti Surah An-Nur dan Surah Al-Isra, memberikan panduan tentang larangan zina dan perlindungan terhadap perempuan. Agama Islam menegaskan pentingnya menjaga kesucian dan memberikan perlindungan kepada wanita agar tidak menjadi korban eksploitasi seksual.
Secara keseluruhan, kasus ini menyoroti kebutuhan untuk mengatasi kekerasan seksual dengan pendekatan hukum yang tegas, perlindungan terhadap hak korban, serta pemahaman yang lebih dalam dari perspektif sosial dan agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun