Mohon tunggu...
ibarahim rasulil azmi
ibarahim rasulil azmi Mohon Tunggu... Guru - guru

hamba Allah yang sedang memperbaiku diri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

semoga diberi kesempatan memperbaiki diri

25 Januari 2025   20:20 Diperbarui: 25 Januari 2025   08:48 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pagi ini  , udara terasa begitu dingin. Seperti biasa, saya memacu sepeda motor matic keluaran 2008 menuju sekolah, yang jaraknya sekitar 20 km dari rumah. Meski sudah memakai jaket kulit bekas yang saya beli di toko loak, dinginnya tetap menggigit, saking dinginnya Di tengah perjalanan saya berhenti sejenak untuk membuka jok motor, mengeluarkan mantel kresek yang saya beli seharga 15 ribu rupiah. Saya pakai mantel plastik tersebut sebagai perlindungan tambahan terhadap dingin yang semakin menusuk.

Sekitar 18 km dari rumah, saya tiba di turunan yang cukup curam dan berliku yang dikenal turunan Alam beringin kecamatan sindang kelingi kabupaten Rejang lebong. Jalan ini terkenal sering memakan korban, dan pagi ini, saya melihat sebuah mobil fuso terhenti, entah karena macet atau tak mampu menanjak. Mobil itu tampaknya membawa beban berat, mungkin sekitar 20 ton bantalan semen. Saya bertanya-tanya, kenapa solusi untuk memperbaiki kondisi jalan ini belum juga ditemukan? Jalan ini memang sudah lama memprihatinkan, namun tak kunjung ada perubahan yang signifikan. Mungkin saya memang hanya bisa prihatin dari kejauhan, atau sekadar merasa peduli tanpa bisa berbuat lebih.

Sesampai di sekolah, saya menemukan beberapa teman yang sudah hadir lebih dulu. Mungkin rumah mereka lebih dekat dengan sekolah, atau mereka memang lebih rajin daripada saya. Saya pun langsung menuju ruang guru, berselang beberapa menit mendengarkan bel pertama yang menandakan waktu untuk mengajar telah tiba. Hari ini, saya harus membimbing siswa-siswi dalam proyek P5 yang sudah beberapa kali pertemuan belum juga membuahkan hasil. Sepertinya akar masalahnya masih samar, dan kami terus mencari penyebabnya. Kadang, masalah memang terasa seperti tak pernah selesai.

Tak lama kemudian, pengumuman muncul di grup sekolah. Tugas baru menanti: mengisi survei lingkungan belajar yang jumlahnya 116 kuisioner. Setiap pertanyaan tampaknya bercabang, dan saya merasa terjebak di dalam labirin pertanyaan yang tak kunjung selesai. Memang, jika masalah berakar, pertanyaan pun sering bercabang, bahkan rambut saya pun sudah tak berakar dan mulai bercabang di bagian depan, alias sudah mulai botak. Kalau begini, mungkin saya tak perlu lagi memakai helm, karena kepala saya semakin mirip dengan permukaan helm itu sendiri.

Tapi, sebelum saya mulai mengisi survei, saya sadar---saya butuh kaca mata plus. Usia 40-an memang mulai mengubah segalanya, termasuk ketajaman penglihatan. Waktu dulu, saya tak pernah menyangka akan sampai pada titik ini, dan saya sering lupa untuk bersyukur ketika penglihatan saya masih baik-baik saja.

Meskipun pertanyaannya cukup rumit, saya pun mulai mengisi survei itu dengan hati-hati, karena ini berkaitan dengan rapor saya dan reputasi institusi tempat saya bekerja. Sementara itu, suara bacaan Al-Quran dari toa masjid terdengar, menandakan waktu sholat zuhur telah tiba. Biasanya, salah seorang siswa yang rajin mengurus sholat berjamaah yang memutar ayat-ayat Al-Quran ini. Sayangnya, hari ini cukup banyak siswa yang tidak ikut sholat berjamaah, dan ketika ditanya, jawabannya seragam: "Udzur, Pak. Berhalangan," atau "Belum mandi wajib, Pak." Sejujurnya, jawabannya tidak jauh beda dengan saya ketika masih SMA.

Usai sholat, saya memastikan keran air di mushola tertutup dengan rapat. Maklum disini air susah, kran kran ada yang rembes, belum lagi ada yang sering mengunakan air musholah dan tidak menutup lagi keran sehingga air menjadi kehabisan , Selain guru, saya juga memiliki tanggung jawab sebagai koordinator keran air mushola he he.

Setelah  bel pulang berbunyi, Saya segera menuju motor, menggantungkan kotak bekal, dan seperti biasa, saya memulai perjalanan pulang dengan mengucap Bismillah, Tawakaltu... Semoga semuanya berjalan lancar.

Namun, saat hampr tiba di rumah sekitar 3 km lagi , saya baru menyadari bahwa tas saya yang berisi laptop, alat tulis, dan berbagai kenangan tertinggal di sekolah (hehehe)  Saya berhenti, istighfar, dan langsung berputar balik ke sekolah. Dalam perjalanan, saya terus beristighfar, berharap Allah mengampuni dosa-dosa saya. Saya sadar, kadang musibah datang sebagai akibat dari kelalaian atau kesalahan kita. Semoga, melalui istighfar, dosa-dosa itu dapat terampuni.

Sesampainya di sekolah, saya segera mengambil tas yang tertinggal dan kembali ke rumah. Sepanjang jalan pulang, saya merenung, mengambil pelajaran dari kejadian hari ini:

1. Semakin banyak barang, semakin banyak pula beban yang harus dijaga. Terkadang, kita menambah beban hidup tanpa sadar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun