Sulur tanaman menusuk mata dan suara khas hutan yang begitu rusuh membangunkanku dari gelap yang suram. Terjebak dalam cengkraman sulur tanaman membuat energiku terkuras habis.
Sejenak pandanganku mulai kabur. Mengapa ini semua tak berakhir saja saat aku berada dalam genggaman ketua Pembuat Onar? Mengapa aku harus mengalami penderitaan lagi?
Percaya adalah kunci keluar dari keterpurukan. Keberanian harus kudapatkan agar bisa bangkit dari keterpurukan ini.
Kepalaku sakit karena pikiran yang berkecamuk. Berjalan mengikuti hembusan angin dan tertinggal bersama bintang yang bertaburan di langit hitam. Berteriak dan menyuruh kebisingan di dalam kepalaku untuk berhenti dan menepi. Aku takut, aku takut apabila aku kembali jatuh dalam belenggu Sang Ketua.
Lapar menerjang, haus menggerogoti kerongkongan, kantuk hinggap dengan erat di mataku. Tak bisa seperti ini, aku harus bangkit dan memiliki keberanian.
Dengan sembarang kuambil buah kecil di sekelilingku. Seketika hutan tempatku berada menjadi terang benderang. Suara dengung di telingaku semakin nyaring. Kepalaku semakin pusing setelah memakan buah itu. Efek samping mulai dari yang ringan hingga berujung kematian tak pernah kupikirkan sebelum memakan buah, karena aku hanya ingin makan.
Penglihatanku mulai mengabur. Langkahku yang berat menginjak jalan baru. Aku akan terus melangkah, tak peduli apa yang akan terjadi kedepannya.
Bintang-bintang di langit berarak mengikuti arahku berjalan, seakan menunjukkan bahwa aku adalah ketua dalam perjalanan asing ini. Sembari berjalan, sesekali aku menoleh ke belakang, berharap ada pahlawan yang mampu membawaku keluar dari belenggu sakit ini.
"Apa yang telah kamu lakukan? Kamu membuat hutan bangun dan mengeluarkan cahaya, itu sangat berbahaya," ucap suara asing yang entah darimana.
"Aku hanya-"
Tak kuasa melanjutkan kalimatku, aku sudah jatuh tergeletak dalam dinginnya hutan cahaya misterius ini.