Mohon tunggu...
Queenara
Queenara Mohon Tunggu... Lainnya - ⊂⁠(⁠(⁠・⁠▽⁠・⁠)⁠)⁠⊃

Sastra😾

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Klasik

27 Agustus 2023   12:16 Diperbarui: 27 Agustus 2023   12:17 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terpesona ketika melihat orang lain yang dengan lancarnya bisa berbicara bahasa Arab. Apalagi berparas tampan dan pintar. Selalu mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur'an ketika senggang dan selalu menjaga hafalannya. 

Sebuah paket lengkap, Hanafi namanya. Kita mulai menjalin pertemanan karena bertemu di Masjid untuk belajar mengaji. Sebuah fakta yang mengejutkan adalah rumahnya berada persis di depan rumahku.

Kita bermain hampir setiap hari. Berangkat dan pulang mengaji bersama-sama. Kejahilan demi kejahilan pun kami lakukan bersama. 

Hingga pada suatu waktu, aku terpaksa meninggalkan dirinya. Aku pindah ke luar kota bersama seluruh keluargaku. Perasaan sedih dan tak rela tentu menyerang hati kami berdua. Sepi rasanya kala aku berangkat mengaji di tempat baru tanpa kehadirannya.

Waktu demi waktu, hari demi hari, tersadar sudah sewindu waktu berlalu tanpa kehadirannya. Tekad yang kuat untuk menemui Hanafi kembali membuatku berani untuk pergi mengunjungi kota lama. Kota yang menyimpan sejuta kenangan masa mudaku.

Sampai di kota lama tempat kelahiranku, semuanya sudah berubah. Bahkan rumah Hanafi yang dulu kini sudah menjadi taman bunga untuk berwisata. Sudah tak ada kenangan di tempat ini dan aku memutuskan untuk pulang bersama rasa kecewaku.

"Nara?" panggilnya.

Satu suara itu, aku sangat yakin itu Hanafi. Kulihat kini dia memiliki postur tubuh yang tinggi dan tegap. Garis wajahnya tegas dan berwibawa. Tak kusangka, bocah kecil cengeng bisa menjadi seperti sekarang.

"Hanafi?" tanyaku, dan dia menganggukkan kepalanya.

Reflek hendak memeluknya, tetapi dengan segera dia melarangku.

"Tidak boleh bersentuhan," sanggahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun