Mohon tunggu...
Niki Rina
Niki Rina Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Niki Rina

Cita Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Buah dari Serumpun Tabah

29 Maret 2022   17:53 Diperbarui: 29 Maret 2022   17:57 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

BUAH DARI SERUMPUN TABAH
Matahari mulai memancarkan kehangatan. Disaat yang bersamaan burung-burung sedang  berkicau dengan lantang. Ayam jantan pun mulai mengeluarkan suara merdunya, bak alaram digital yang menggema. Sudah saatnya mas Satyo terbangun dari tidur lelapnya. Ia harus segera berangkat agar tidak terlambat bekerja. Wulan sedari tadi sudah sibuk menyiapkan hidangan untuk sarapan dan membuatkan mas Satyo secangkir kopi hitam.
"Mas Satyo, sudah bangun? Langsung mandi, ya! Wulan sudah menyiapkan sarapan dan secangkir kopi," terang Wulan.
"Duhai istriku...pagiku sangat cerah hari ini sebab melihat senyum manismu," rayu Mas Satyo.
"Ah, Mas Satyo bisa saja. Ya sudah, segeralah mandi agar tidak terlambat," seru Wulan ramah.
"Baiklah, Mas mau mandi dulu."
Setelah sarapan, mas Satyo langsung berpamitan kepada Wulan untuk pergi bekerja. Kini, hanya tinggal Wulan sendiri di rumah. Terkadang ia sangat merasa kesepian jika suaminya telah pergi. Seperti biasa, Wulan duduk termenung dengan raut muka yang murung. Di dalam lubuk hatinya, ia merindukan kehadiran bayi mungil dipernikahan mereka. Terkadang ia berfikir, apakah ia masih belum pantas menjadi seorang ibu. Entahlah, mengapa sampai saat ini Wulan belum diberi amanah oleh Allah.
Pandangan Wulan tertuju pada teras rumah mereka yang terbuat dari kayu ulin. Pohon rindang yang berada di depan rumahnya terlihat menggugurkan daun-daun keringnya. Wulan langsung mengambil sapu untuk membersihkan daun-daun kering yang bertamu diterasnya. Belum selesai dengan kegiatannya, tidak sengaja Wulan melihat gerombolan ibu-ibu yang membeli sayur di abang-abang sayur keliling. Wulan pun menyapa mereka, tetapi ada salah satu ibu-ibu yang menatap dengan sinis dan bertanya kepadanya.

"Sudah lama kalian menikah, kenapa masih belum punya anak?" Ketusnya
Brakkk...! Hati dan wajah Wulan seperti ditampar ketika mendengar pertanyaan tersebut.
"Mungkin Allah belum mengizinkan kami memiliki momongan saat ini. Saya percaya Allah akan memberikannya di waktu yang tepat, Bu." Ucap Wulan dengan penuh ketegaran sembari menahan rasa sakit hati.
Ibu-ibu yang lain hanya terdiam. Mereka langsung pulang setelah berbelanja karena merasa tidak enak kepada Wulan. Wulan pun merasa sangat sedih bahkan tidak menyangka, mengapa ibu-ibu tadi sangat tega mengatakan hal itu kepadanya. Rasa sedih dan emosi menjadi satu, tetapi Wulan selalu sabar menghadapi perkataan tetangga yang seperti itu.
Petang pun tiba, gerimis kecil nampaknya masih turun karena sisa hujan tadi sore. Cuaca sangat dingin. Sesekali angin berhembus perlahan menyapa Wulan yang sedari tadi setia menunggu mas Satyo pulang. Tidak lama kemudian terdengar suara yang memanggil nama Wulan. Ternyata itu adalah mas Satyo yang baru datang.
"Baru pulang, Mas?" Tanya Wulan.
"Iya, Wulan. Maaf, mas terlambat pulang karena hari ini pembeli cukup ramai, sehingga pekerjaan di toko sangat banyak," ucap Mas Satyo.
"Oh, begitu ya. Ya sudah tidak apa-apa, Wulan akan membuatkan teh jahe untuk menghangatkan badan, Mas. Oh iya, Mas Satyo sudah salat?" Tanya Wulan.
"Belum, Wulan. Mas tadi tidak sempat salat," jawab Mas Satyo.
"Setelah mandi langsung salat ya. Wulan juga sudah menyiapkan makan malam di meja makan untuk Mas Satyo," seru Wulan.
Setelah selesai mandi dan makan ternyata mas Satyo tidak salat, melainkan ia ketiduran. Wulan tidak tega ingin membangunkannya karena suaminya terlihat sangat lelah. Keeseokan harinya disaat mas Satyo hendak bekerja, Wulan pun menyempatkan untuk bercerita tentang kejadian semalam.
"Mas, kenapa ya sampai saat ini kita masih belum diberi amanah oleh Allah. Padahal pernikahan kita sudah berjalan sembilan tahun lamanya. Lagi-lagi kemarin Wulan mendapat pertanyaan yang sama dari tetangga. Sudah lama menikah, tetapi kenapa masih belum mempunyai anak kata mereka." Tutur Wulan dengan nada sendu.
Mas Satyo sebenarnya sudah terbisa mendengar hal seperti ini dari Wulan, tetapi ia tetap berusa untuk menenangkannya.
"Sudahlah, Wulan, tidak usah kau hiraukan cibiran pedas mereka. Kita hanya manusia biasa yang tidak bisa mendapatkan semua yang diinginkan. Mas percaya, Allah akan memberikan kita amanah pada saat yang tepat. Mungkin saat ini kita masih belum dipercaya untuk memiliki anak." Ucap Satyo menenagkan Wulan.
Tidak ada yang dapat meredupkan cahaya yang bersinar dari dalam. Wulan berusaha tegar dan tidak menghiraukan lagi perkataan mereka. Mas Satyo akhirnya berangkat setelah percakapannya dengan Wulan selesai.
Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang. Di tengah-tengah kesibukannya, mas Satyo diajak salah satu temannya pergi ke Masjid untuk melaksanakan salat Jumat. Mereka salat di salah satu masjid besar di Sungai Danau. Masjid tersebut adalah masjid Raudhatul Jannah. Bangunan masjidnya cukup megah dan berdiri sangat kokoh, sehingga membuat orang yang beribadah di sana merasa nyaman. Masyaallah sungguh indah hari Jumat yang penuh berkah ini. Sebelum melaksanakan salat berjamaah, mas Satyo dan salah satu temannya mendengarkan khotbah (ceramah) dari khatib
"Umat-umat yang dimuliakan Allah. Jika engkau menginginkan sesuatu tetapi Allah belum memberikan, maka ibadah dan sedekahmu haruslah ditingkatkan. Hal itu bukan karena Allah tidak sayang kepada umat-Nya, tidak cinta kepada umat-Nya, tetapi sadarlah mungkin salatmu masih engkau tunda-tunda. Ingatlah, salat bukan untuk Allah, tetapi untuk dirimu sendiri. Allah tidak membutuhkan kita, tetapi kitalah yang membutuhkan Allah."

Saat di perjalan, mas Satyo masih memikirkan khotbah dari khatib tadi. Ia bertanya di dalam hatinya. Apakah benar keluarganya belum diberi amanah oleh Allah karena salat masih mereka tunda-tunda? Dan kalau diingat-ingat lagi, mereka memang jarang bersedekah. Sejak saat itu, mas Satyo mulai tersadar untuk lebih meningkatkan salat dan sedekahnya
Senja selalu mengiringi keceriaan menuju kegelapan. Tubuh yang dibuat lelah oleh keadaan kini mulai diistirahatkan. Mas Satyo sudah pulang, tubuhnya nampak begitu letih. Sembari beristirahat, Wulan membuatkan secangkir kopi hangat dan menyuguhkan sepiring kue amparan tatak yang dibuatnya tadi siang. Mas Satyo menceritakan tentang khotbah tadi kepada Wulan. Ia menceritakan semuanya dengan jelas, dan mengajak Wulan untuk rajin beribadah dan bersedekah. Walau pun keuangan keluarga mereka sangat pas-pasan, tapi mereka mencoba untuk menyisihkan sedikit rezekinya kepada orang yang membutuhkan.
Hari-hari selanjutnya mereka mulai taat menjalankan salat dan tak lupa untuk bersedekah. Kesempatan terbaik selalu datang disaat kita sabar menunggu. Empat bulan telah berlalu, kesabaran dan keikhlasan mereka membuahkan hasil. Atas izin Allah SWT, keluarga mereka akhirnya diberi amanah. Kehamilan Wulan sangat disyukuri oleh mereka. Rasa bahagia menyelimuti  pasangan suami istri tersebut. Apa yang telah mereka nantikan sejak lama kini terwujud.
Tetapi, siapa sangka kebahagiaan keluarga mereka hanya sementara. Di usia kandungan yang memasuki tujuh bulan, terjadi peristiwa yang menyebabkan Wulan harus dilarikan ke rumah sakit. Tidak sekali pun mereka membayangkan musibah seperti itu akan datang. Wulan terpeleset di kamar mandi dan menyebabkan pendarahan pada kandungannya. Dokter mengatakan bayi yang ada di dalam kandungan Wulan tidak bisa diselamatkan dan harus segera dilahirkan. Pada saat itu juga, Wulan merasakan dunianya tidak tentu arah, hatinya hancur berkeping-keping. Rasa sesak memenuhi dadanya. Sakit luar biasa akibat induksi tidak Wulan hiraukan lagi. Mas Satyo yang mendengar hal itu tidak kuasa membendung air matanya. Gambaran yang indah untuk segera menimang bayi mungil kini telah musnah begitu saja.

Manusia hanya bisa berencana, tetapi Allah yang menentukan. Tidak ada yang bisa disalahkan dalam kejadian ini, semua sangat sedih bahkan masih tidak menyangka.
Setelah kejadian itu, mereka sudah tidak berharap besar untuk mendapatkan momongan. Mereka menjalani hidup berdua, tidak ada tangisan bayi yang memecahkan kesepian rumah. Meskipun keluarga mereka selalu mendapat ujian, tapi mereka percaya bahwa Allah tidak akan memberikan cobaan yang melebihi batas kemampuan umat-Nya.
Beberapa bulan telah berlalu, kondisi wulan pun sudah mulai membaik pasca melahirkan . Mas Satyo saat ini sangat bingung mencari pekerjaan. Pekerjaan yang lama sudah tidak bisa mencukupi kebutuhan mereka. Hal itu lantaran toko semakin sepi pembeli bahkan nyaris bangkrut. Mau tidak mau, mas Satyo harus mencari pekerjaan lain. Saat itu ia sedang menyusuri pinggiran jalan yang ramai sembari mencari informasi lowongan pekerjaan. Tiba-tiba ada sebuah sepeda motor yang melaju sangat kencang dan menabrak mas Satyo.
"Brakk...!!" Suara motor terjatuh di aspal.
Orang-orang di sekitar menjerit terkejut. Mereka langsung menolong mas Satyo dan penabrak tersebut. Untungnya mas Satyo dan si penabrak tidak terluka parah. Hanya luka kecil di bagian lengan dan memar dibagian kaki mas Satyo, sedangkan si penabrak mengalami luka di salah satu jarinya saja. Si penabrak tadi meminta maaf karena mengendarai sepeda motor sambil bermain hp sehingga tidak fokus dan terjadilah kejadian tadi. Mas Satyo pun hanya bisa geleng-geleng kepala, mengendarai motor sambil bermain hp adalah hal yang sangat berbahaya bukan hanya untuk diri sendiri, namun juga untuk orang lain.
"Saya minta maaf ya, Pak. Karena keteledoran saya, Bapak jadi begini. Jika ada yang terluka parah, mari saya bawa ke rumah sakit, Pak," ucap si penabrak.
"Tidak usah repot- repot, saya tidak apa-apa. Lain kali jangan diulangi lagi karena itu sangat berbahaya," nasehat Mas Satyo.

"Baik, Pak. Mari saya antar pulang sebagai tanda permintaan maaf saya," ucap penabrak.
Mas Satyo pun berkenan diantarkan sampai ke rumah. Saat di jalan mereka berbincang-bincang. Ternyata penabrak itu bernama Dimas. Usianya lebih muda lima tahun dari Mas Satyo. Ia adalah seorang karyawan pada salah satu bank di Sungai Danau. Dari hasil perbincangan mereka, Dimas mengetahui bahwa mas Satyo sedang mencari pekerjaan.
Kebahagiaan datang dalam gelombang. Ia akan menghampiri dan menemukannya kembali. Allah memberikan jalan untuk mas Satyo mendapat pekerjaan yang baru. Kebetulan pada saat itu ada lowongan pekerjaan di bank sebagai Satpam. Dimas pun menawarkan mas Satyo untuk bekerja di bank tersebut. Mas Satyo sangat bersyukur dan menerima tawaran itu.
Setelah sampai di rumah, Dimas membopong mas Satyo sampai ke ruang tamu. Mas Satyo memanggil istrinya. Wulan terkejut melihat kondisi mas Satyo yang dibopong, ia pun langsung menyambut mas Satyo dan Dimas. Mas Satyo menceritakan semua kejadian tadi kepada Wulan. Selang beberapa saat, Dimas pun berpamitan dan sekali lagi meminta maaf kepada mas Satyo dan juga Wulan.
Siang berganti malam, malam pun berganti siang. Hari demi hari telah berlalu. Rezeki seakan tidak ada putus-putusnya menghampiri keluarga mereka. Setelah mas Satyo mendapat pekerjaan yang baru, kini sebuah kabar bahagia datang lagi. Atas kesabaran untuk menunggu, akhirnya mereka diberi amanah oleh Allah. Kehamilan kedua Wulan kali ini sangat membawa berkah. Semua berjalan dengan lancar. Allah telah menunjukan rasa sayang kepada umat-Nya.
Setelah menunggu selama tiga puluh delapan minggu, akhirnya  buah hati mereka lahir ke dunia. Ia bak bidadari kecil yang begitu cantik dan sangat mereka sayangi. Lengkaplah sudah kebahagiaan keluarga ini. Apa yang diinginkan sudah terkabul bahkan melebihi apa yang mereka harapkan. Semua ini bisa terjadi karena ikhtiar, salat, sedekah dan selalu beribadah kepada Allah. Allah selalu mendengarkan doa para umat-Nya, hanya saja tidak selalu mengabulkan pada saat itu juga. Allah tahu mana yang terbaik untuk kita,kuncinya selalu sabar dan bersyukur dengan apa yang telah diberikan oleh Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun