Bagi sebagian anak-anak, kunjungan ke dokter gigi seringkali menjadi pengalaman yang menakutkan. Ketakutan terhadap suara peralatan dokter gigi, suasana klinik, atau bahkan pengalaman traumatis di masa lalu dapat membuat anak merasa cemas. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap kesehatan gigi anak di masa mendatang. Dalam kasus ini, dokter gigi memegang peran penting untuk mengubah persepsi anak-anak tentang perawatan gigi. Lantas, bagaimana cara kreatif dokter gigi untuk membangun hubungan yang baik dengan pasien anak?
Sebelum membahas lebih jauh, terdapat beberapa alasan yang mendasari pentingnya membangun hubungan yang baik antara dokter gigi dengan pasien anak. Alasan utamanya adalah kenyamanan emosional anak. Anak-anak cenderung lebih kooperatif dalam perawatan jika berada dalam situasi yang nyaman. Kenyamanan emosional juga dapat mengurangi rasa takut anak-anak. Perasaan positif dalam hubungan mendorong anak-anak merasa percaya kepada dokter gigi dan memungkinkan mereka untuk melanjutkan kunjungan rutin hingga dewasa. Hubungan baik dokter gigi dengan pasien anak juga memungkinkan dokter gigi bisa memahami kebutuhan spesifik pasien anak, termasuk ketakutan yang mereka rasakan. Hal ini mendukung diagnosis yang lebih akurat dan perencanaan perawatan yang lebih personal.
Salah satu strategi yang dokter gigi miliki dalam mengatasi kecemasan pasien anak adalah komunikasi. Komunikasi berperan penting dalam membangun hubungan yang kuat antara dokter dan pasien. Komunikasi yang berpusat pada pasien, seperti memberikan perhatian dalam mendengarkan keluhan pasien, memberikan pemahaman tentang kondisi pasien, dan melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan, dapat meningkatkan kepercayaan terhadap dokter gigi dan kepuasan pasien. Dalam praktiknya, dokter gigi tidak hanya melibatkan orang tua dalam pengambilan keputusan, tetapi juga pasien anak dalam prosesnya.Beberapa pendekatan komunikasi yang dapat dilakukan dokter gigi antara lain :
- Penggunaan bahasa sederhana dan menyenangkan bagi anak-anak
Komunikasi harus disesuaikan dengan usia dan dokter gigi perlu untuk mengembangkan kosakata khusus untuk berkomunikasi dengan anak-anak. Contohnya menggunakan istilah seperti "jus mengantuk" untuk anestesi lokal, atau "cat gigi" untuk menutup celah gigi (fissure sealants). Penjelasan harus diberikan dalam bahasa yang sederhana, menyenangkan, dan tidak menakutkan, serta menghindari penggunaan jargon.
- Pendekatan Nonverbal
Komunikasi nonverbal terjadi setiap saat dan terkadang dapat bertentangan dengan pesan verbal. Bagi anak-anak, komunikasi nonverbal sangat penting. Mereka akan mengenali senyuman dan merespons nada suara. Selain tersenyum, komunikasi non-verbal juga mencakup mempertahankan kontak mata untuk membangun kepercayaan. Interaksi seperti tos juga dapat mempererat hubungan.
- Pujian dan apresiasi bagi anak-anak
Pujian atau hadiah kecil, misalnya mainan sebagai penghargaan dalam perawatan, dapat memperkuat hubungan dan meningkatkan motivasi anak untuk bekerja sama pada kunjungan berikutnya. Selain itu, dokter gigi hendaknya mengapresiasi anak-anak dengan memanggil nama mereka.
- Teknik Tell Show Do (menceritakan, menunjukkan, dan melakukan)
Teknik ini banyak digunakan untuk membiasakan pasien dengan prosedur baru. Dokter gigi menjelaskan kepada pasien apa yang akan terjadi dengan alur cerita menarik, memberikan demonstrasi prosedur, dan akhirnya prosedurnya dilakukan. Berikut contoh narasi yang bisa dilakukan :
Tell (Jelaskan) :
"Halo, (panggil nama pasien)! Hari ini kita akan bertualang dengan sikat ajaib! sikat ajaib ini siap untuk membasmi kuman-kuman jahat di gigi kamu. Jangan Khawatir, ini tidak akan sakit, dia akan bergetar sembari membasmi kuman!"
Show (Tunjukkan) :
"Lihat, ini dia sikat ajaibnya! Terlihat keren dan menggemaskan bukan! Sekarang kita akan gunakan ini untuk membersihkan gigi-gigi kecil kamu!"(Dokter menunjukkan alat pada anak, memutarnya perlahan untuk menunjukkan sensasi getaran).
Do (Lakukan) :
"Sekarang kita mulai petualangannya! sikat ajaib akan membersihkan gigi-gigi kecil kamu dari plak yang jahat, nanti kalau tidak nyaman kamu angkat tangan, ya. Gigi (panggil nama pasien) akan jadi cerah dan kuat!" (Dokter Gigi melakukan perawatan)
Pendekatan komunikasi ini tentunya perlu didukung dengan suasana klinik yang ramah anak-anak. Klinik bisa dihiasi dekorasi dengan memberikan poster animasi gigi lucu dan boneka untuk dipeluk selama perawatan. Peralatan dokter gigi juga bisa dihiasi aksesoris yang lucu. Musik pengiring dapat dimainkan untuk mengurangi suara peralatan yang menakutkan bagi anak-anak. Selain itu, tim klinik hendaknya memberikan senyum hangat dalam berinteraksi dengan pasien.
Orang tua juga berperan sebagai pendukung dalam mengatasi kecemasan anak-anak. Mereka adalah mediator terbaik antara dokter gigi dan pasien anak. Dukungan emosional orang tua sangat diperlukan oleh anak-anak mereka. Sebagai contoh, sikap orang tua yang meyakinkan anaknya bahwa perawatan tidak akan sakit sangat membantu dokter gigi. Hendaknya orang tua bisa mengendalikan emosi dan kekhawatiran mereka sehingga anak tidak ikut merasa khawatir. Selain itu, orang tua berperan penting dalam edukasi dan keberlanjutan perawatan gigi anak.
Dokter gigi memiliki peran penting dalam membentuk pengalaman positif anak-anak selama kunjungan ke klinik. Hubungan positif dan rasa percaya pasien anak menjadi sangat penting dalam keberlanjutan perawatan. Kombinasi dari keterampilan komunikasi yang baik, kreativitas dan suasana klinik yang ramah anak menciptakan pengalaman yang mendukung kesehatan gigi anak dalam jangka panjang. Hal ini tidak hanya melibatkan dokter gigi, tetapi juga melibatkan orang tua dan seluruh tim klinik untuk menciptakan pengalaman perawatan yang menyenangkan dan tidak terlupakan. Dengan begitu, anak-anak akan melihat kunjungan ke dokter gigi bukan sebagai sesuatu yang menakutkan, tetapi menyenangkan.
REFERENSI
American Academy of Pediatric Dentistry. Behavior guidance for the pediatric dental patient. The Reference Manual of Pediatric Dentistry. Chicago, Ill.: American Academy of Pediatric Dentistry; 2024:358-78.
Larasati, T. A. (2019). Komunikasi Dokter-Pasien Berfokus Pasien pada Pelayanan Kesehatan Primer. In Patient Centered Communication pada Pelayanan Kesehatan Primer JK Unila | (Vol. 3). https://doi.org/https://doi.org/10.23960/jkunila31160-166
Sachin, M., & Jayshri, W. (2016). Fear and Anxiety in Children For Dental Treatment: Literature Review. Indian Journal of Dental Advancements, 08(04). https://doi.org/10.5866/2016.8.10247