Pulau Sumba pulau yang terletak di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini sepertinya memang sedang naik daun dalam dunia pariwisata. Sejak dinobatkan sebagai "Pulau Terindah di Dunia" versi majalah Focus di Jerman pada tahun 2018 silam nama pulau Sumba kian familiar ditelinga para pemburu wisata alam baik domestik maupun internasional.
Pulau Sumba yang berada di selatan NTT itu sejatinya memang memiliki keindahan padang sabana yang luas yang jarang ditemukan di dunia. Sumba terkenal pula dengan alam laut dan pantai yang sangat eksotis.
Selain itu, Pulau Sumba memiliki potensi kekayaan wisata megalitik yang unik di dunia, serta berbagai produk budaya seperti tenun ikat, rumah adat, serta budaya berkuda Pasola yang sudah kesohor.
Bicara mengenai kain tenun ikat Sumba juga tak kalah menarik sebab bukan saja karena proses pembuatan, atau motif dan warnanya yang unik yang sejatinya disesuaikan dengan ciri khas dari masing-masing kabupaten yang ada di pulau Sumba sebagaimana diketahui terdapat empat kabupaten di pulau ini yakni Kabupaten Sumba Barat Daya, Sumba Barat, Sumba Tengah dan Kabupaten Sumba Timur.Â
Akan tetapi tenun Sumba Timur mendadak viral lebih dikarenakan tersiarnya kabar tak sedap oleh beberapa media di tanah air bahwa ada oknum di Troso Kabupaten Jepara (Jateng) dengan sepihak telah mengklaim bahwa motif-motif pada kain tenun Troso yang memang terlihat sangat mirip dengan motif pada kain tenun Sumba terlebih khusus kain tenun asal Sumba Timur adalah warisan budaya milik mereka. Sontak perihal ini menimbulkan kegelisahan dan kemarahan masyarakat Sumba secara luas.
Ini dibuktikan dengan munculnya petisi bertajuk "Gugat Pemalsu Tenun Ikat Sumba" pada situs Change.org. Meski belum ada tanggapan resmi dari kepala daerah kedua belah pihak atupun pihak terkait, Setidaknya sampai tulisan ini dibuat tercatat sudah 2.250 orang menandatangi petisi ini. Tandanya ini masalah serius dan akan berlanjut.
Memang sungguh sangat disayangkan sampai polemik ini terjadi. Sebab ini bukan saja menyangkut harga diri dan warisan budaya yang diduga telah diplagiatkan. Akan tetapi soal bagaimana budaya tenun ikat itu sendiri secara meyakinkan mulai digeser oleh teknologi modern seperti alat cetak cepat saji yang penggunaannya sama sekali tidak didasarkan pada pemahaman tentang arti dan nilai luhur yang terkandung dalam sebuah produk budaya dari suatu daerah tertentu, melainkan hanya mengedapankan hasil produksinya saja. Sudah pasti nilai-nilai luhur dari sebuah produk budaya bersama tradisinya ikut dilumat begitu saja sehingga memicu timbulnya kegelisahan di tengah masyarakat.Â
Kemiripan motif-motif pada kain tenun ikat Troso Jepara terlihat begitu persis dengan beberapa motif pada Kain tenun ikat asal Sumba Timur, bahkan corak dan perpaduan warnanya pun tidak bisa dipungkiri seperti sengaja dijiblak. Apa mungkin ini hanya sebuah kebetulan semata? Jawabnya bisa saja ya, asalkan hanya pada satu produk kain tenunan yang ditemukan memiliki motif yang sama. Namun akan lainnya jawabannya jika kemiripan terjadi hampir pada semua produk hasil kain tenun Troso. Sayangnya inilah yang terjadi. Bagaimana mungkin kedua wilayah yang secara geografis letaknya terpisah cukup jauh di tanah air ini bisa menghasilkan satu produk budaya yang terkesan kembar?
Lalu apakah ciri khas dan keunikan dari kain tenun Sumba Timur itu? sehingga kain tenun ini begitu dibanggakan oleh masyarakat Sumba Timur?dan menyulut kemarahan masyarakatnya?
Menurut cerita turun temurun kain tenun Sumba Timur memiliki nama dan arti yang begitu mendalam yang di dalam bahasa Sumba Timur disebut "Lukamba Nduma Luri" - yang memiliki arti benang yang memberi ruh atau kain yang memberi hidup sebagaimana filosofi agama Marapu, yakni agama kepercayaan masyarakat asli Sumba.
Sehingga bila diterjemahkan kedalam kehidupan sehari-hari akan memiliki arti bahwa seuntai benang dapat menyambung kehidupan masyarakat Sumba Timur seperti memberi makan untuk keluarga atau pula dapat menyekolahkan anak-anak, juga menaikan harga diri keluarga, sebab benang yang tadinya tak berarti, namun setelah dipintal dengan seni yang tinggi telah menghasilkan sebuah tenun yang begitu cantik yang bernilai tinggi.
Kain tenun ini sudah ratusan tahun menjadi salah satu warisan dan produk budaya yang sangat berharga dan dilindungi oleh orang-orang Sumba. Tidak heran jika Kain ini disebut-sebut sebagai salah satu warisan tanah air yang berkualitas tinggi sebab memiliki corak warna dan motif yang unik bahkan langka.
Untuk motif tenun ikat Sumba Timur kebanyakan menggunakan gambar kuda yang memiliki filosofi tinggi seperti gambar kuda yang diartikan kepahlawanan dan kebangsawanan, kuda juga simbol harga diri bagi perempuan. Lalu buaya memiliki arti kekuatan. Atau papanggang yang biasa digunakan saat upacara kematian karena menggambarkan proses penguburan. Papanggang sendiri ialah hamba yang paling dekat selama hidup dengan sang tuan (Raja) dan juga Mamuli yang terlihat seperti rahim wanita yang melambangkan kesuburan.
Ada dua warna yang menjadi ciri khas pada tenun ikat Sumba Timur, yaitu merah dan biru. Merah didapatkan dari akar mengkudu, biru dari nila atau indigo, juga terdapat warna hitam kecoklatan, warna ini didapatkan dari perpaduan biru dan merah. Lalu, ada pula warna putih yang menjadi dasar benang, serta kuning dari sogan kayu kuning.
Proses pembuatannya memang berbeda dengan batik atau tenun dari daerah lain, sebab tenun khas Sumba lebih mengutamakan nilai seni dari pemotifan juga proses pewarnaan yang menggunakan tumbuh-tumbuhan seperti daun gewang, kemiri atau buah mengkudu. Sebelum diberi warna, kain akan terlebih dahulu dicelupkan ke dalam santan kemiri agar warnanya meresap dengan mudah sehingga melahirkan aroma kain yang begitu khusus dan unik, inilah ciri utamanya. Perlu diingat juga bahwa proses pembuatan kain secara tradisional ini tentu saja memakan waktu yang cukup lama jika dibanding dengan kain tenun buatan pabrik atau alat tenun yang sudah di modifikasi terlebih dahulu.
Ciri lainnya ada beberapa kain tenun asli Sumba yang bahkan bisa awet hingga ratusan tahun. Contoh kain-kain tenun asli Sumba yang berusia tua tersebut masih bisa dilihat pada museum Rumah Budaya yang berada di kota Waitabula, Kabupaten Sumba Barat Daya. Di samping itu terdapat juga kemiripan motif pada kain tenunnya dengan ukiran-ukiran pada ornamen rumah adat Sumba dan bahkan ukiran pada batu-batu kubur megalitikum yang tersebar hampir di seluruh daratan Sumba, jadi tidak bisa ditolak bahwa ada ikatan yang sangat kuat antara sejarah dan realita. Kenyataan ini jelas berbanding terbalik dengan keadaan sejarah di Jepara yang sama sekali tidak memiliki hubungan yang kuat antara motif pada kain tenun Troso dengan sejarah masyarakat lampau di Jepara.
Demikian gambaran singkat tentang perbedaan tenun ikat Troso Jepara dan Sumba Timur serta bagaimana proses pembuatan serta makna yang terkandung di dalam kain tenun ikat Sumba Timur yang menjadikannya sebagai salah satu warisan budaya Indonesia timur dengan nilai seni dan budaya yang begitu tinggi.
Proses pembuatannya yang panjang dan melibatkan banyak elemen telah menjadikan harga kain tenun Sumba Timur ini sering disebut mahal. Namun, benarkah kain tenun Sumba timur itu mahal? Sehingga kemudian di tempat lain seperti orang di Troso dengan bebas menjiblak motifnya agar bisa diperjualbelikan dengan harga yang terjangkau? Atau sebetulnya ungkapan mahal itu hanya berlaku bagi mereka yang kurang memahami arti sejarah dan nilai budaya yang terkandung dari sebuah kain? Lantas seenaknya orang-orang ini mengklaim bahwa inilah warisan budaya mereka?Â
Tentu kita semua berharap polemik ini tidak sampai berlarut dan melahirkan masalah baru dalam hal penghargaan atas budaya dari sebuah masyarakat, bukan itu hasil akhir yang kita harapkan. Baiknya polemik ini segera diselesaikan. Pihak-pihak terkait perlu dipertemukan agar duduk masalah bisa dibicarakan dan melahirkan solusi. Semisal pematenan hak cipta bagi produk-produk budaya lokal, sehingga dikemudian hari tidak ada lagi yang tanpa ijin bisa seenaknya mengklaim produk budaya orang lain sebagai produk budaya mereka. Jika hari ini kain tenun Sumba yang sudah terlanjur diplagiat siapakah yang dapat menjamin bahwa di waktu-waktu mendatang hasil tenunan wilayah lain tidak ikutan dijiblak karena tidak dilindungi hak cipta?
Bagi orang-orang Sumba mungkin saja dengan munculnya peristiwa ini justru bisa saja mereka akan berterimakasih kepada orang-orang Troso di Jepara yang telah berhasil mempopulerkan motif-motif tenun kain Sumba ke berbagai model dan bentuk karya seni. Asalkan warisan budaya turun temurun ini dikembalikan atas nama mereka. Catatan penting lainnya bagi masyarakat Sumba dari peristiwa ini adalah sejarah budaya memang wajib dituliskan sebab seberapapun kuatnya pengaruh dari sebuah warisan "tutur" nenek moyang akan habis ditelan jaman tanpa bukti.
28/Juli/2019
Alex Pandang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H