Mohon tunggu...
Sapto Yuwono
Sapto Yuwono Mohon Tunggu... PNS -

Bapak Jawa dan Ibu keturunan Madura dengan 9 saudara kandung. Masa kecil di Rembang dan Blora saat ini domisili di Lampung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sabdo Buto Cakil Rasah Digugu

10 Mei 2016   11:31 Diperbarui: 10 Mei 2016   11:35 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisana den mas cakil sabdo pandito ratu, emang bisa dimaknai sebagai ucapan pimpinan baik pimpinan formal di pemerintahan maupun pimpinan spiritual harus bisa dipercaya dan ndak suka menarik kembali atau membatalkan keputusan yang sudah ditetapkan. Kenapa bisa seperti itu? dalam budaya kraton ucapan raja adalah hukum lisan yang bisa berlaku, sehingga rakyat dengan rela mentaatinya. Karena raja atau pimpinan dianggap manusia pilihan melalui campur tangan langit pasti akan berwatak perwira dan ksatria.  Berbeda dengan makhluk lain yang oleh ki dalang digambarkan pihak yang tidak kesatria yaitu buto atau raksasa, termasuk buto cakil. Lha kalau gitu terus piye sabdone buto cakil? yo gak usah digugu, lho kok gitu, alesannya begini buto cakil: 

Sepisan, cakil itu sejenis raksasa tapi kuruse banget kerjonane cangkrukan di perempatan (kalau ndak percaya takonono mbah dalang). Tahu sendiri kalau orang ndak punya gawe terus nyanggong di perempatan mesti biasa bengok-bengok rodo brawokan, alias kebanyakan ngomong yang ndak karuan makane lambene (bibir maksude ya) yang bawah panjang. Bicaranya ngelantur ngalor ngidul ndak karuan sok keminter.  Nah jaman sekarang juga banyak banget tuh manusia-manusia yang gawene seperti itu sehingga kadang suka bikin orang yang lewat jadi keki sendiri bahkan agak takut, padahal buto cakil itu sebenarnya agak kocak seperti sunda bule (sule maksude). Nah cakil ini termasuk tipikal orang yang suka membual jual omong untuk menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya kosong melompong ndak tahu apa-apa. Apakah ciri ini sampean masih percaya sama buto cakil?

Kedua, cakil biasanya keluare itu tengah malam. Lha wis kerjaane nyangkruk prapatan, metune tengah malam sudah pasti bayangane orange mesti kumel?.  Ojo salah, cakil iku buto sing suka dandanan perlente meskipun hobbynya nongkrong perempatan plus banyak omong. Jaman sekarang juga banyak kok orang-orang seperti ini, berangkat dari rumah dandan perlente tapi ndak punya kesibukan terus nongkrong prapatan (sing jelas bukan aku).  Nah orang yang biasa keluar malam (keacuali tukang ronda)  bisa kita bayangkan kira-kira seperti apa kelakuan dan sifatnya, padahal waktu malam adalah waktu buat istirahat. Maka cakil itu kerjaannya suka mengganggu orang yang lewat perempatan, apalagi kalau orang tersebut kelihatan bingung, pasti ditanya macam-macam. Bahkan buto cakil memiliki klaim sepihak bahwa perempatan itu wilayah kekuasaannya sehingga orang lain dilarang lewat, karena konon buto cakil tidak sendirian tetapi ada penguasa yang melindungi makanya dia petakilan, mecicil, jahil, methakil. Nah kan, apa sampeyan yo akan percaya sama si cakil?

Ketiga, cakil itu raksasa tapi punya gerakan lincah yang menipu sehingga kalau perang mesti matek tapi selalu muncul setiap saat, maka buto cakil kata mbah ustad itu dalam kategori minnal jinati wannas. Artinya cakil adalah maklhuk yang bersifat situasional karena muncul dengan gaya lincah, perlente, banyak omong sok pinter, tapi sifat usilnya  sangat familier.  Maksudnya familier itu kelompok cakil itu selalu ada dan diduga akan muncul dalam situasi yang membingungkan, makane cakil bisa membuat keblinger orang lain.

Nah sekarang dengan gambaran singkat itu apa kita mu percaya omongan cakil?  apa ada orang-orang yang wataknya seperti itu saat ini? yo embuh aku ndak tahu silahkan aja cari kalau ada silahkan dicatat, didata, terus diinterogasi siapa yang melindungi mumpung mau pilkada siapa tahu bisa membantu kesuksesan para kandidat lewat jalur cakil tadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun