Nama: I Komang Andreyana
NIM: 2112021049
Rombel: 7 Agama Hindu
NGABEN TIDAK MEMBAKAR MAYAT ADALAH KEPERCAYAAN DESA LEMUKIH
Bali merupakan sebuah pulau yang akan melimpahnya tradisi.Salah satunya yaitu tradisi Ngaben.Ngaben merupakan salah satu upacara Pitra Yadnya yang dilaksanakan untuk mengembalikan roh leluhur ketempat asalnya.Ngaben dalam bahasa Bali berarti Palebon. Palebon berasal dari kata Lebu yang artinya Prathiwi atau tanah. Untuk menjadikan tanah itu ada 2 cara yaitu dengan cara membakar atau ngaben dan menanam kedalam tanah atau metanem. Adapun tujuan dari upaya ngaben yaitu mempercepat Ragha Sarira agar dapat kembali keasalnya atau yang disebut dengan Panca Maha Butha dan bagi Atma dapat cepat menuju alam Pitra.
Filosofis ngaben secara umum yaitu Panca Sradha, dimana lima kerangka dasar agama Hindu yaitu Brahman, Atman, Karmaphala, Samshara, dan Moksa. Sedangkan secara khusus ngaben juga dilaksanakan karena wujud cinta kepada para leluhur dan rasa Bhakti dari anak kepada orang tuanya.
Setiap daerah tentunya memiliki mitos atau kepercayaan masing-masing. Dimana hal ini sudah berkembang diasyarakat yang diwariskan secara turun-temurun dan memiliki sebuah kepercayaan yang ditampilkan sebagai suatu yang sangat dekat bagi kehidupan manusia yang bersifat patut dipercaya dan dijadikan suatu pedoman bagi hidup. Seperti yang diyakini oleh masyarakat di Desa Lemukih, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. Desa Lemukih merupakan salah satu desa tertua yang ada di Kabupaten Buleleng.
Masyarakat di desa Lemukih memiliki kepercayaan yaitu dilarang membakar mayat saat ngaben atau sering dikatakan bilatanem atau mratiwi. Mitos ini berupa larangan yang sampai saat ini masih ditaati masyarakat Lemukih. Larangan ini dimana masyarakat Lemukih tidak diperbolehkan membakar mayat pada saat upacaya ngaben dilaksanakan. Selain itu Lemukih juga memiliki keuikannya sendiri dibandingkan dengan desa lain, dimana masyarakat di desa ini masih menggunakan bahasa Bali Aga.
Keberadaan mitos ini pada kenyataannya tidak dimuat dalam sumber, entah itu di dalam buku maupun yang lainnya. Namun ini sudah di percayai secara turun-temurun. Selain itu di desa Lemukih juga ada salah satu Pura yang merupakan salah satu pura dasar atau pura yang dipercayai paling keramat oleh masyarakat disana. Dimana pura ini terletak disebelah kanan desa Lemukih.
Keberadaan pura ini berada di puncak bukit dan dinamai Pura Bukit Cemara Geseng. Dulu upacara ngaben ini pernah dilakukannya membakar mayat, hanya saja pada saat waktu proses pembakaran terjadinya hal aneh, yaitu dimana api yang dinyalakan untuk membakar mayat selalu mati. Dan anehnya lagi mayat yang ada di dalam peti tiba-tiba mengeluarkan keringat. Dan juga pada dilaksanakan upacara itu warga disana mengalami kelingsenan atau kesurupan masal. Salah satu orang yang mengalami kesurupan mengatakan bahwa upacara ngaben tidak boleh membakar mayat. Karena asap dari pembakaran mayatnya itu akan sampai ke Pura Bukit Cemara Geseng yang tentunya akan menyebabkan pura itu ternodai atau kotor.
Pengabenan cukup dilakukan dengan mencabut tanaman yang hidup disekitar kuburan yang diabenkan. Kemudian dibungkus dengan kain putih kuning. Setelah kejadian itu lah masyarakat Lemukih meyakini bahwa upacara ngaben tidak dilakukan dengan cara membakar mayat. Apabila tradisi itu dilanggar maka akan terjadinya wabah penyakit atau grubug.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H