[caption id="attachment_412244" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi: Shutterstock"][/caption]
Ketika beberapa hari yang lalu Mahkamah Konstitusi Menolak gugatan sejumlah dokter yang mempersoalkan ketentuan  pidana dalam Undang-Undang praktik Kedokteran, saya tiba-tiba teringat dengan sebuah buku luar biasa yang  ditulis oleh seorang dokter umum yang pernah bertugas di pedalaman Papua, dr John Manangsang. Buku yang berjudul " Tragedi Papua, Catatan seorang dokter dari Belantara Boven Digul" itu setidaknya  menurut saya sangat relevan dengan apa yang menjadi substansi tuntutan para dokter.
Apa yang ada dibenak anda? jika secara telanjang dr. John manangsang berani berkisah tentang segala tindakan medis kontroversial yang dia lakukan nun jauh di sana, di tanah papua yang yang fasilitas kesehatanya sangat minim, akses pelayanan kesehatan yang sangat jauh dan bahkan di sisi lain banyak menghadapai fenomena mistifikasi medis, di lawan dan ditantang oleh para dukun kampung.
dr. John hanyalah dokter umum, Â dengan kompetensi tersebut, tentu dengan demikian tidak dibenarkan untuk melakukan operasi caesar bagi ibu hamil, kompetensi itu ada pada dokter spesialis kandungan. Tapi, apa yang dilakukan dr.John manangsang diluar dugaan, operasi caesar kerap dia lakukan demi menolong persalinan ibu-ibu yang tidak mungkin dirujuk dengan jarak sedemikian jauh, yang harus menunggu pesawat perintis baru pasien tersebut dirujuk, sesuatu yang mustahil.
Dilain waktu, dr. John kehabisan bisturi (pisau bedah), untuk melakukan operasi caesar dia dengan nekat melakukan operasi membedah perut pasien dengan mengganti pisau bedah dengan " silet" . Sebuah tindakan yang sangat jauh dari standar Operasional Prosedur sebuah tindakan operasi.
Pada waktu yang lain, dr. John kedatangan seorang pak tua yang merasakan nyeri hebat pada lutut, pasienya tidak bisa jalan akibat terjadi perkapuran pada sendi lutut, untuk menyembuhkan pasien tersebut tentu tindakan yag harus dilakukan adalah merujuk pasien tersebut ke rumah sakit di kota untuk selanjutnya dilakukan operasi dengan alat yang lebih lengkap.
Dokter siapa yang tak miris melihat wajah seorang bapak tua, yang sabang hari  hanya hidup dengan makan sagu, dan tiba-tiba dia harus mempersiapkan biaya yang begitu besar untuk dirujuk ke kota. dr. John kembali takluk, dia harus melakukan operasi dengan peralatan yang sama sekali tidak lengkap.
dr. John Manangsang kembali melakukan hal nekat dan yang luar biasa, dia melakukan operasi dengan melepaskan perkapuran pada lutut tersebut dengan menggunakan pahat kayu biasa. Dan hasilnya pasien itu kembali sembuh.
***
Sungguh, dokter adalah sebuah profesi mulia, Jika yang menjadi dasar adalah melindungi hak-hak pasien, jawabanya akan dipahami jika semua orang mengerti, bahwa setiap tindakan medis berlandaskan pada kausalitas standar pendidikan, satandar kompetensi dan standar pelayanan medik serta Standar Operasional Prosedur.
Apa yang dilakukan dr. John Manangsang jika diterjemahkan dalam supremasi Undang-Undang Praktik Kedokteran Jaman sekarang tentu akan berimplikasi kepada keberanian seorang dokter untuk melakukan tindakan-tindakan medis, apalagi tindakan " berbahaya" untuk menyelamatkan jiwa pasien. " Defensive Medicine" atau ketakutan akibat tidak diciptakanya kondisi yang proporsional untuk seorang dokter berani melakukan tindakan medis apapun.