Mohon tunggu...
Rustan Ambo Asse
Rustan Ambo Asse Mohon Tunggu... dentist -

Lulusan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin makassar, sekarang berdomisili Berau Kaltim

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gradasi Keadilan dan Antrian BBM

7 April 2015   23:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:24 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Cukup lama saya menahan diri untuk menulis tentang fenomena antrian BBM di SPBU. Tapi kali ini rasa-rasanya perasaan dan pemihakan nurani saya sedemikian Kuat, seperti tulisan yang ingin saya lupakan tapi terus menghantui alam imajiner saya, oleh karena itu tak ada jalan lain, ini harus kutulis.

Di suatu sore yang terik, saya mengikuti antrian BBM yang mengular pada salah satu SPBU di Tanjung Redeb, tak seperti hari-hari sebelumnya pasca kenaikan harga BBM kali ini kian banyak pengantri BBM menerobos terik panas matahari, mendorong motor-motor besar. mobil-mobil membentuk barisan sendiri mengular dan merangkak dengan sangat pelan.

Tak pelak lagi gelak tawa para pengantri itu seolah-olah bagian dari sebuah hiburan dan identitas baru, orang-orang yang begitu keras menjalani hidup, motor-motor mereka yang bertangki tambun disertai dengan jiregen yang tergantung pada sisi kiri dan kanan adalah sebuah pertanda runtuhnya sebuah aturan, tak ada lagi larangan menyedot BBM berulang kali, membawa jiregen tambahan bahkan kembali mengantri lagi beberapa saat kemudian dengan motor yang sama.

Sebuah mobil avanza  berwarna silver tak kalah  "hebatnya" sembari menunggu antrian seorang ibu bertopi tudung lebar membawa 5 buah jiregen berkapasitas 20 liter dan dimasukkan ke dalam mobil, dan di saksikan oleh kami dan banyak orang. Ketika mobil itu mengisi full tangkinya, pintu mobil terbuka dan di isi hingga full semua jiregen tadi. Cukup lama proses mengisinya, dan di sisi kiri motor silih berganti mengisi tangki dan jiregen masing-masing.

Di tengah-tengah ujian menahan jiwa ingin protes, beberapa mobil di belakang mulai membunyikan klakson, mungkin mereka seperti kami sekedar ingin mengisi tangki mobil hingga full dan cukup tanpa mencoba memanfaatkan situasi dengan mengganggu hak orang lain.

Satu lagi mobil di depan saya, sebelum mendapat giliran sebuah mobil avanza putih masuk dengan cepat dari arah pintu keluar, memutar dengan santai dan mundur dengan taksim memotong antrian yang begitu panjang. Para petugas SPBU tak bergeming, mobil itu diberi pelayanan seolah-olah tak terjadi apa-apa. Orang-orang itu menganggap semua itu tak ada masalah.

***

Hidup yang tangguh setidaknya memang tak akan pernah lekang oleh rimba dan berbagai terjal pahitnya perjuangan. Dunia sepertinya sengaja diciptakan sedemikian rumit, misterius dan memberikan godaan kekuasaan, rasa dengki , serakah , sekaligus belas kasih.

Apa yang terjadi dengan rakyat? Jika pemerintah kembali menyalakan percikan api kekecewaan di 100 hari pemerintahan. Di tengah-tengah BBM yang melambung tinggi, mereka para pejabat merasa belum cukup dengan mobil yang bermerk biasa-biasa. Apa yang terjadi dengan Revolusi mental? ketika rakyat tak pernah melihat pemimpinya sebagai guru kehidupan, seperti kata-kata lantang pada masa kampanye yang kini ditelan waktu.

Lelaki yang turun dari mobil putih, yang menyerobot antrian BBM boleh jadi merasa punya kuasa terhadap hak-hak orang lain atas pelayanan publik, pun petugas yang dengan takzim memberikan pelayanan, juga punya kuasa dan otoritas.

Kini, kita hanya bisa mengurut dada, mencoba menghirup udara agak panjang dan menghembuskanya secara perlahan. Alhamdulillah pemilik seluruh jiwa manusia memberikan nafas yang berarti untuk masih bisa hidup hingga hari ini. Rasa keadilan yang kita dapatkan sore itu di sebuah SPBU yang konon masih carut marut merupakan ujian bagi kita semua. Bahwa hidup sepersekian detik sekalipun tak akan pernah lolos dari ujian, jika ada rakyat Indonesia yang sedemikian pintar melontarkan protes atas kenaikan BBM, mengutuk hukum yang tumpul  ke atas, dan merasa dizalomi oleh pemerintah, akan tetapi dengan langkah kaki tegap rela melanggar aturan semisal antri BBM, menutup mata dengan rasa keadilan atas hak orang lain, bahkan dengan rasa bangga merasa memiliki kuasa atas semua itu, maka sejatinya, negeri ini adalah ibarat sebuah padang ilalang, negeri yang keindahan dan tepa seliro satu sama lain hanya bisa dijangkau dengan pandangan mata sedemikian jauh, hanya berupa sketsa mimpi-mimpi absurd yang pada akhirnya cukup dikenang sebagai sejarah yang tak pernah terwujud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun