Mohon tunggu...
Deanna Faresti
Deanna Faresti Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Mengerjakan tugas sekolah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sunyi dari Konflik: Desa Buntu dan Minimnya Perseturuan Antar SARA

2 April 2024   08:07 Diperbarui: 2 April 2024   08:16 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Local Immersion Global Prestasi School

Pada 3 Maret 2024 malam hari, siswa SMA Global Prestasi berangkat menuju Desa Buntu, Kejajar, Wonosobo, Jawa Tengah untuk menjalankan aktivitas rutin local immersion yang diselenggarakan setiap tahun oleh sekolah untuk kelas 10. Desa Buntu adalah desa yang terkenal akan keberagaman yang dimilikinya, baik dalam agama dan suku. Selama tinggal di sana, menariknya, tidak ditemukan satupun konflik yang memecah belah para warga Desa Buntu.

Suasana di Desa Buntu selalu damai setiap harinya. Para petani-petani selalu bergotong royong saat panen, dan bekerja sama mendibustrikannya bersama. Acara-acara yang digelar oleh para warga pun sangat terasa kehangatannya. Mereka saling merangkul dan membantu satu sama lain dalam menuju tujuan yang lebih besar.

Menurut Weber, konflik muncul dari keberadaan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Hubungan sosial yang menjadi usaha untuk mendapatkan posisi tinggi di dalam masyarakat. Dalam teori konfliknya, Weber mengemukakan bahwa kekuasaan memiliki arti penting untuk setiap tipe hubungan sosial. Kekuasaan menjadi penggerak dinamika sosial yang menempatkan individu atau kelompok dapat dimobilisasi atau memobilisasi.

Konflik memang merupakan hal yang tidak dapat dihindari, namun dengan kesadaran yang kuat, mudah untuk menghindarinya. Kali ini, penulis akan menceritakan analisisnya dalam perjalanan menuju Desa Buntu bersama sekolahnya untuk membuktikan bahwa lingkungan yang tentram dan sunyi dari konflik bisa direalisasikan.

“Tidak ada alasan untuk saling membenci, jarang adanya konflik yang terjadi jika adanya perbedaan, saking tidak munculnya konflik, tidak terlalu diketahui cara untuk menyelesaikannya, tapi jika memang muncul akan diselesaikan secara damai.”

Ujar ibu yang berprofesi sebagai petani yang sudah berkeluarga.

Memang, selama penelitian yang dijalankan di desa ini, jarang sekali, bahkan tidak pernah ditemukannya konflik antar warga. Oleh karena itu, desa ini ialah desa yang patut di ikuti jejaknya karena dapat disimpulkan bahwa Desa Buntu merupakan contoh yang inspiratif bagaimana keberagaman sosial dapat dikelola secara harmonis tanpa adanya konflik yang merugikan.

Penting untuk diketahui bahwa dalam teori konflik sosial menurut Max Weber, konflik muncul dari ketidaksetaraan atau stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat. Namun, Desa Buntu menunjukkan bahwa dengan kesadaran yang kuat akan pentingnya kerjasama, toleransi, dan saling menghormati, konflik dapat dihindari atau diselesaikan dengan damai.

Sebagai individu, kita juga dapat belajar dari pengalaman Desa Buntu untuk menjaga sikap terbuka, toleran, dan menghargai keberagaman dalam interaksi sosial kita sehari-hari. Dengan demikian, kita dapat berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih damai, harmonis, dan sejahtera bagi semua anggotanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun