Dua hari lagi hasil Pilpres akan diketahui, yang mana akan menentukan nasib bangsa dan negara Indonesia lima tahun kedepan. Selama dua minggu terakhir ini seluruh rakyat Indonesia menunggu dengan harap-harap cemas dikarenakan oleh adanya isu-isu yang berkembang diberbagai media massa mengenai adanya pengerahan massa di KPU Pusat dan adanya informasi yang beredar di masyarakat akan adanya kerusuhan yang terjadi. Siang ini untuk mengantisipasi hal tersebut TNI dan POLRI telah mengadakan Deklarasi Damai yang dihadiri oleh kedua kubu Capres. Tahun ini suhu perpolitikan di Indonesia cukup panas bahkan pada kampanye Pileg dan Pilpres yang lalu hampir menimbulkan gesekan yang serius pada tingkat akar rumput masyrakat Indonesia. Beruntung para Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat mampu meredam hal tersebut sehingga tidak meningkat pada perkembangan yang lebih mengkawathirkan. Saat kini bangsa Indonesia harus bersatu dan bangkit kembali dari trauma yang telah ditimbulkan oleh kampanye hitam pada Pileg dan Pilpres yang lalu. Bangsa Indonesia harus kembali hidup normal, pemerintah juga harus kembali menjalankan roda organisasinya untuk melayani masyarakat. Negara Indonesia harus secepatnya melakukan konsolidasi kedalam baik jajaran Eksekutif, Legeslatif, Yudikatif dan Masyarakat sebab pada tahun 2015 sudah didepan mata yang mana pada tahun tersebut akan berlakunya Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area, AFTA). Apakah Bangsa Indonesia sudah siap menyambut AFTA ? Jawabannya adalah belum siap sama sekali dan mungkin sama sekali belum sanggup mengikuti AFTA tersebut. Ini bisa dilihat dari Infrastruktur yang dimiliki saat ini, berapa banyak Pelabuhan Laut Indonesia yang berkapasitas Internasional. Jalan-jalan yang dimiliki Indonesia banyak yang rusak berat dan ditambal sulam disana-sini, baik itu jalan-jalan di kabupaten, propinsi bahkan jalan bertaraf nasional sekalipun banyak yang tidak layak digunakan. Bagaimana mungkin produk-produk dari Indonesia bisa bersaing dengan produk-produk dari luar negeri bila dari segi distribusi dan pengangkutan saja sudah menimbulkan Ekonomi Biaya Tinggi. Belum lagi birokrasi yang berbelit-belit dalam hal pengurusan surat izin eksport dan import yang juga menimbulkan biaya tinggi. Ditambah Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang dibawah rata-rata negara-negara ASEAN. Sekali lagi dipertanyakan keseriusan Negara Indonesia dalam menyongsong AFTA. Mungkin Indonesia hanya akan menjadi penonton yang arif dan budiman di kandang sendiri dijajah oleh produk-produk dari negara-negara ASEAN yang secara harga dan mutu lebih bisa bersaing dari produk-produk yang dihasilkan bangsa Indonesia sendiri. Itulah sedikit gambaran nyata mengenai Negara Indonesia pada saat ini. Bila hal ini kita kaitkan dengan kejadian dan perkembangan yang terjadi di dunia Internasianal saat ini, hal-hal tersebut diatas sangatlah menjadi pertimbangan negara-negara lain dalam memandang kekuatan Geopolitik Negara Indonesia. Sebab pada umumnya kekuatan Ekonomi suatu negara selalu berbanding lurus dengan kekuatan Pertahanan/Militernya. Salah satu contoh terkini adalah bagaimana dengan beraninya negara Malaysia membangun Mercusuarnya diperbatasan laut Indonesia di Tanjung Datu, Kalimantan Barat. Belum lagi selama ini penyiksaan TKI dan terutama Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia yang selalu berulang terus-menerus tanpa ada tanggapan dan penyelesaian yang berarti dari pemerintahan Negara Indonesia. Mungkin Negara Malaysia menganggap Indonesia adalah negara yang lemah secara Ekonomi dan Militer sehingga bisa dengan seenaknya dilecehkan dan direndahkan. Diplomasi Indonesia seakan selalu melempem berhadapan dengan kebijakan luar negeri yang diambil negara jiran Indonesia ini, entah apa yang salah dengan para diplomat-diplomat Indonesia sehingga tidak berani mengambil kebijakan "Hard Diplomacy" tetapi selalu melakukan "Soft Diplomacy" (Satu lawan terlalu banyak, Seribu kawan terlalu sedikit) apakah memang negara Malaysia begitu hebatnya ? Begitu juga dengan yang terjadi di Laut China Selatan, bagaimana mungkin Negara Indonesia bisa menjadi negara penengah yang dihormati dan disegani para pihak yang bertikai jika Indonesia tidak mempunyai daya tawar atau daya tekan yang kuat baik berupa kekuatan Ekonomi atau Militer yang cukup mumpuni. Adalah hal yang mustahil negara RCC mau mendengarkan Negara Indonesia seperti yang pernah disarankan oleh salah satu capres dalam debat yang diselenggarakan KPU, bahkan USA sekalipun yang merupakan negara dengan kekutan Ekonomo dan Militernya nomor wahid di dunia RRC tidak takut. Demikian juga dengan yang terjadi di Timur Tengah saat ini, dan yang masih hangat-hangatnya adalah perang yang terjadi antara Israel dengan Palestina (Faksi Hamas). Tidaklah mungkin Negara Israel mendengarkan himbauan dan kecaman yang dikeluarkan secara resmi oleh Negara Indonesia melalui pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebab Negara Indonesia tidak punya kekuatan diplomasi yang cukup diperhitungkan baik di PBB maupun dunia Internasional. Andaikan Negara Indonesia memiliki kekuatan Ekonomi yang cukup kuat mungkin Negara Israel akan mendengarkan Indonesia, sebab Indonesia akan mempunyai jaringan Ekonomi yang luas untuk memboikot kekuatan Ekonami dan Bisnis Negara Israel. Tapi sayang saat ini hal tersebut masih ada dalam mimpi. Pada era tahun 1950'an dan 1960'an Negara Indonesia dibawah Presiden Soekarno pernah amat disegani bukan saja dikawasan ASEAN tetapi diseluruh dunia. Tahun 1963 Presiden Soekarno pernah menyatakan "Ganyang Malaysia"kenapa Presiden Soekarno punya nyali melakukan hal tersebut ? Ada Adagium yang menyatakan "Jika ingin berdamai maka bersiaplah untuk perang" hal itu yang memang berlaku umum pada diplomasi dunia internasiaonal. Setiap negara harus mempunyai kekuatan Militer yang cukup kuat sehingga negara lain akan segan dan tidak berani mengganggu kedaulatan suatu negara. Demikian juga dengan Presiden Soekarno telah memperhitungkan kekuatan Militer yang berada dibelakangnya sehingga berani menantang Negara-Negara Persemakmuran yang berada dibelakang Malaysia dengan semboyannya yang terkenal : "Inggris Kita Linggis, Amerika Kita Setrika". Pada saat itu Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekuatan Angkatan Laut keempat terkuat didunia dibawah USA, Inggris danUSSR (Unisoviet). Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) memiliki banyak kapal laut dan selam yaitu : http://defense-studies.blogspot.com/2014/01/armada-kombatan-tni-al-tahun-60-strong.html Dari semua kapal perang tersebut yang paling ditakuti Inggris dan USA adalah 12 kapal selam kelas Whiskey yang dimiliki ALRI. Dengan kekuatan kapal perang ALRI yang demikian hebat ditambah lagi dengan jumlah personil KKO (Sekarang Korps Marinir) yang mencapai hampir 40.000 personil, Presiden Soekarno bahkan tidak gentar berhadapan dengan Blok Barat yang dipimpin USA dengan Presiden Legendarisnya John F. Kennedy. Itulah sekilas kekuatan Negara Indonesia pada masa Orde Lama dibawah kepemimpinan Presiden Ir Soekarno. Saat Ini Negara Indonesia sudah jauh tertinggal dalam hal kekuatan Militer, terutama dalam hal teknologi ALUTSISTA. Bahkan di ASEAN Indonesia sudah jauh dibawah negara Thailand, Malaysia dan Singapura. Itu merupakan suatu hal ironis dibandingkan dengan kejayaan pada masa Presiden Soekarno. Sudah saatnya kini Negara Indonesia harus bangkit dari keterpurukannya. Indonesia harus kembali menjadi negara besar yang disegani dikawasan ASEAN bahkan didunia seperti pada abad ke-7 pada masa Kerajaan Sriwijaya, abad ke-10 Kerajaan Majapahit. Seluruh Rakyat Indonesia harus ingat, bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan bangsa yang besar tidak pernah melupakan sejarahnya " JAS MERAH " seperti yang pernah diucapkan mendiang Presiden Soekarno. MERDEKA !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H