Anak rantau... Di bahunya memikul sebuah harapan kehidupan yang layak yang ia berikan kepada orang terkasih
Sama seperti aku, aku merantau dengan harapan aku bisa mencari kehidupan yang lebih mapan hingga aku bisa membahagiakan orang tuaku.
Berat, memang berat.. Aku harus memendam rasa kangen yang begitu luar biasa. Aku terpaksa meninggalkan kedua orang tua dan pujaan hatiku.
Bismillah.. aku mulai mengikhtiarkan diri mencari penghidupan yang layak buat masa depanku, dan pemenuhan kebutuhan kedua orang tuaku.
Maklum saja, bapakku sudah tak lagi bekerja, beliau merupakan pensiunan pegawai swasta dari perusahaan kecil skala lokal. Ibuku merupakan ibu rumah tangga. Terkadang untuk memenuhi kebutuhan keluarga, beliau harus berjualan kain batik hasil kreasinya.
Selama dalam perantauan, aku benar-benar sendirian, tak ada saudara ataupun kerabat. Sudah ku planning jauh jauh agar aku bisa pulang ketika lebaran nanti. Ku kumpulkan rupiah demi rupiah hasilku merantau untuk ku gunakan membeli tiket pesawat yang harganya naik 2 kali lipat dari harga normal, karena itulah waktu yang tepat buatku untuk bertemu keluarga, berbagi kebahagiaan dan cerita selama dalam perantauan. Dengan hati gembira aku beli tiket pesawat melalui aplikasi.
Angan-anganku begitu tinggi untuk bertemu dengan keluarga dan juga kekasih hatiku di hari yang fitri. Mengingat tahun lalu muncul pandemi virus corona yang akhirnya merebak, dan pemerintah akhirnya memutuskan untuk melarang aktifitas mudik hingga aku membatalkan tiket pesawat dan rela untuk tidak pulang.
Hatiku begitu gembira, ketika membaca artikel kalau menteri perhubungan tidak melarang mudik tahun ini. Yes..akhirnya setelah ngampet hampir 1,5 tahun lamanya tidak bertemu kedua orang tuaku. Yes..akhirnya tiket yang aku beli bisa aku gunakan untuk kembali pulang. Aku pun semakin semangat untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Siang malam ku kejar target..agar aku membawa hasil dari perantauan untuk dibagikan kepada sanak saudara.
Satu minggu kemudian... Bak petir di siang bolong... muncul artikel beliau yang terhormat Menko PMK mengumumkan kalau pemerintah meniadakan mudik ( bahasa halus dari melarang mudik). Di tambah lagi ada 1 situs media mainstream yang membuat infografis mengenai sanksi bagi pelanggar aturan pelarangan mudik. Hatiku benar benar berkecamuk.. Ingin mengumpat, tapi sama saja.. Ingin mengkritisi tapi ntar takutnya terjerat UU ITE.
Entah apa yang dipikirkan beliau-beliau ini. Dengan dalih pandemi belum turun-turun dari Negara ini, beliau membuat kebijakan yang menyayat hati perantau. Serasa diprank pemerintah, itulah yang aku rasakan saat ini, mungkin bukan cuma aku saja tapi jutaan perantau yang sudah rindu kampung halaman juga merasakan yang sama.
Segera ku video call ibuku.. ibuku berkata dengan lirih " sudah le... ( le sebutan untuk anak laki-laki di jawa) ikuti aja peraturan pemerintah. Kita rakyat biasa. Ibu takut kalau kamu nekad pulang kamu malah dapat sanksi." Aku lihat raut wajahnya penuh kesedihan dan harapannya untuk bertemu anaknya harus pupus karena adanya larangan tersebut.Â
Seketika aku meneteskan air mata, perasaanku bener-bener campur aduk ketika melihat beliau yang sedih. Anaknya siapa yang tidak sedih melihat harapan kedua orangtuanya untuk bisa bertemu pupus begitu saja. 1,5 tahun bukan waktu yang singkat buat keluarga kami. Toh, kami merayakan lebaran juga cuma di rumah saja, tidak piknik kemana mana.
Lucu saja menurutku..ketika diselenggarakannya Pilkada seakan-akan tidak ada kebijakan seperti ini, malah pemerintah mensosialisasikan jangan takut ke TPS karena KPU sudah membuat kebijakan protokol kesehatan yang ketat bagi penyelenggaranya. Lucu nya.. kenapa kebijakan ala KPU yang menerapkan protokol kesehatan yang ketat ini tidak diterapkan pada kebijakan mudik?Â
Kenapa beliau yang terhormat lebih memilih kebijakan "melarang"/"meniadakan" yang disertai dengan sanksi yang menurutku sebagai bentuk ancaman jika tidak dipatuhi. Aneh lagi, di saat bapak Menko PMK membuat pengumuman larangan mudik, Yang Terhormat Wakil Menteri Pariwisata sedang mengkaji untuk memperbolehkan WNA masuk ke Indonesia. Guyonan apa lagi ini paak....
Sudahlah pak... Saya memang tidak tahu tentang dunia perpolitikan ataupun birokrasi. Cobalah pak tengok itu komentar ataupun twit netizen di media sosial. Baca rintihan mereka yang merantau.. Andaikan saja anak bapak yang merantau jauh dan bapak hanyalah warga biasa tanpa kedudukan Apa bapak tidak merasakan hal yang sama? Apa bapak tidak kangen memeluk anak bapak yang sudah rela jauh-jauh merantau demi bisa mengangkat kondisi ekonomi keluarga dan mencapai kesuksesan agar bisa menjadi kebanggaan bapak?
Melalui kompasiana, saya berharap sekali agar mengkaji ulang aturan larangan mudik idul fitri. Mematuhi Protokol kesehatan pasti akan dilaksanakan, baik itu penumpang maupun dari penyedia transportasi. Sakit hati kami pak selalu dipingpong dengan kebijakan yang selalu berubah-ubah seperti ini. Terlebih dengan secara sadar berkata ke media tentang adanya "SANKSI", apakah harus dengan ancaman-ancaman seperti itu? apakah harus dengan membuat rakyat ketakutan seperti itu?
Salam dari kami perantau yang sudah rindu akan kampung halaman, menanti secercah harapan yang kini ada di tangan bapak-ibuk pemangku kebijakan di Negeri ini.Â
link berita:
okezone.com
mediaindopos.com
kumparan.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H