Pertarungan “Daud Jokowi” versus “Goliat Fauzi” belum berakhir. Meskipun di Putaran pertama Jokowi berhasil mencukur klimis kumis Fauzi, namun tetap menarik untuk dinanti apakah diputaran ke dua Jokowi kembali berhasil “membotaki” rambut Fauzi ? Angin momentum kini bertiup ke kubu Jokowi. Rakyat Jakarta nampaknya sangat ingin perubahan segera terjadi.
Yang tak kalah menariknya, ke dua pribadi cagub DKI yang lolos ke putaran ke dua karakteristiknya tak ubah bagai langit dan bumi. Keduanya bisa diibaratkan seperti tesis dan antitesis dalam teori filsafat Hegel. Kalau Fauzi Bowo adalah tesisnya, maka Jokowi adalah antitesisnya. Mari kita ulas secara singkat perbedaan itu.
Pertama, dalam hal fisik keduanya menunjukkan kontras yang sangat tajam, Fauzi berkumis, Jokowi klimis (tanpa kumis).
Raut wajah Fauzi lebih memancarkan sikap tidak bersahabat, keras dan kaku. Sementara raut wajah Jokowi terlihat lembut, lentur dan terkesan toleran.
Kedua, dari sisi gesture tubuh, Fauzi “mahal” senyum, sementara Jokowi murah senyum.
Gestur tubuh ini sebenarnya built in dalam diri mereka masing-masing. Jadi ketika melihat tayangan Indonesian Lawyer Club semalam, dimana Fauzi terlihat terus tersenyum saya menjadi sangat geli. Karena kentara sekali hal itu di buat-buat untuk pencitraan.
Kalau Jokowi memang dari sononya wajahnya selalu senyum dan sumringah.
Ketiga, dari kecerdasan emosinya keduanya juga bak langit dan bumi.
Fauzi terlihat gampang marah, sementara Jokowi terlihat sangat ramah.
Saya bahkan menduga factor kecerdasan emosi inilah yang nantinya akan menjadi penentu kemenangan salah satu kandidat.
Sejak dijajaki oleh Peter Salovey dan kemudian dikembangan serta dipopulerkan oleh Daniel Goleman lewat buku klasiknya Emosional Inteligence, EQ nampaknya menjadi primadona baru untuk mengukur kinerja dan prestasi seseorang. Bahkan ada ungkapan yang mengatakan, “IQ make you hired, but EQ make you promoted.”
Menurut Daniel Goleman, ada 2 aspek dari EQ, yaitu : Pertama, Memahami diri sendiri. Ini termasuk memahami tujuan, niat , tanggapan, perilaku diri dan sebagainya.Kedua,memahami orang lain dan perasaan mereka.
Lebih lanjut Goleman mengidentifikasi 5 ‘domain’ dari EQ sebagai:
§Mengetahui emosi diri
§Mengelola emosi sendiri
§Memotivasi diri sendiri
§Menyadari dan memahami emosi orang lain
§Mengelola hubungan, yakni, mengelola emosi orang lain
Kita bisa lihat dari ke 5 domain EQ di atas Jokowi jauh lebih unggul dari Fauzi.
Ke empat, gaya kepemimpinan Fauzi dan Jokowi amat bertolak belakang.
Fauzi Bowo adalah tipe pemimpin elitis yang lebih suka berkerja di belakang meja kantor, berjarak dengan rakyatnya, suka dipuja-puji bawahannya dan terkesan anti kritik, pemimpin gedongan yang menutup rapat akses rakyat kepadanya.
Sementara Jokowi sebaliknya. Ia tipe pemimpin populis yang dekat dengan rakyatnya. Ia memiliki empati yang besar terhadap kesulitan rakyatnya. Ia bersedia keluyuran keluar masuk kampung dan pasar demi mendengar aspirasi rakyatnya. Akibatnya ia sangat dekat dengan rakyatnya dan dicintai mereka. Ia membuka akses dirinya selebar-lebarnya.
Nah, tipe yang manakah yang akan dipilih rakyat Jakarta untuk menjadi pemimpinnya ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H