Mohon tunggu...
Kuncoro Adi
Kuncoro Adi Mohon Tunggu... profesional -

Lahir di semarang, tinggal di Jakarta. Penulis, editor buku dan pembicara publik. Tulisan tentang kerohanian, bisa di akses di blog pribadi http://kuncoroadi.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Basuki, Ahok-Ahok, I Like It....

23 Juli 2012   05:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:43 1233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu malam dalam acara Teras Tina Talisa di Indosiar, bumper lagu yang mengadaptasi sebuah lagu barat menghentak riang mengangkat jiwa. Diiringi senandung syair "Basuki Ahok-Ahok I like It", masuklah sang tamu dalam acara itu, Basuki Tjahaya Purnama alias Ban Hok yang akrab di sapa Ahok. Tak pelak laki-laki kelahiran Manggar, Belitung Timur, 29 Juni 46 tahun lalu itu menjadi bintang dalam acara yang dipandu Tina Talisa.

Memasuki Pilkada DKI Jakarta Putaran ke dua ini Ahok kembali menjadi "bintang"! Etnis Tionghwa bermata sipit namun berwawasan luas ini terus diserang kiri- kanan. Serangan berbau SARA nampaknya merupakan senjata pamungkas dari kubu pesaing Ahok /Jokowi untuk mematahkan dominasi mereka di putaran pertama.

Sebenarnya "saling serang" dalam sebuah kompetisi bernama Pilkada bukanlah hal tabu, namun kali ini serangan kepada kubu Jokowi - Ahok (terutama ke sosok Ahok) memang luar biasa hebat. Demi menjatuhkan reputasi Ahok dan mengalahkannya dalam putaran ke dua ada orang-orang yang rela mempertaruhkan kesatuan NKRI dengan mengangkat isu SARA yang keterlaluan. Dan sayangnya mereka melakukan hal itu dengan sadar, sangat sadar bahkah! Malahan mungkin by design. Semua itu menunjukkan betapa bergengsinya jabatan DKI 1 dan 2, sehingg apapun rela dikorbankan orang untuk menggenggam jabatan itu!

Lalu, pertanyaannya benarkah Ahok sejelek dan sekafir yang dituduhkan kepadanya ? Kalau ada sekelompok umat islam di Indonesia yang merasa tidak sudi dipimpin oleh "orang Kafir" (beragama non muslim), saya sarankan mereka pergi saja ke Arab Saudi atau Iran yang jelas-jelas adalah Negara berdasarkan agama.

Indonesia yang berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila jelas-jelas menjamin hak setiap orang untuk menjadi pemimpin publik apapun latar belakang agamanya. Disinilah ucapan Ahok agar "kita harus lebih taat pada ayat konstitusi dibanding ayat suci", memperoleh legitimasinya.

Tidak bisa dan tidak mungkin dalam sebuah Negara yang konstitusinya bukan berdasar syariat agama tertentu, kita memaksakan keinginan agar syariat itu diberlakukan sebagai hukum formal/positif. Kalau sekedar beropini ya boleh-boleh saja. Tapi sayangnya opini kelompok " Fanatik buta" itu lalu menuduh kaum muslimin yang tidak sependapat dengan pandangan mereka sebagai tidak islami atau liberal/secular.

Padahal kalau mau didikotomikan apakah termasuk Negara secular atau Negara agama, Indonesia jelas-jelas adalah Negara secular (Secular state) . Coba Anda simak uraian Wikipedia tentang negara sekular berikut ini : "Negara sekular adalah salah satu konsep sekularisme, dimana sebuah negara menjadi netral dalam permasalahan agama, dan tidak mendukung orang beragama maupun orang yang tidak beragama. Negara sekular juga mengklaim bahwa mereka memperlakukan semua penduduknya sederajat, meskipun agama mereka berbeda-beda, dan juga menyatakan tidak melakukan diskriminasi terhadap penduduk beragama tertentu. Negara sekular juga tidak memiliki agama nasional. Negara sekular didefinisikan melindungi kebebasan beragama. Negara sekular juga dideskripsikan sebagai negara yang mencegah agama ikut campur dalam masalah pemerintahan, dan mencegah agama menguasai pemerintahan atau kekuatan politik."

Jelas ? Jadi mempermasalahkan apa agama dan etnis Ahok bukanlah hal yang sepatutnya dilakukan disebuah Negara sekular yang berdasar Pancasila dan UUD 1945. Bagi mereka yang tidak setju dengan definisi dan aturan main yang dijunjung tinggi di Negara sekular seperti Indonesia, ya dipersilahkan membuat "Negara baru" sesuai ideologi mereka.

Kembali ke sosok Ahok. Sesungguhnya kemunculan Ahok menyengat kesadaran kebhinekaan kita. Kalau selama ini kita bangga sebagai bangsa yang plural, beradab dan saling menghargai perbedaan, sekarang test case nya di pilkada DKI. Kalau Jokowi - Ahok mampu memenangi putaran ke dua, berarti sosok Indonesia sebagai sebuah melting pot yang menyatukan berbagai suku, agama, ras dan golongan mendapatkan legitimasinya. Dan kalau itu terjadi kita pantas berterimakasih kepada Ahok, karena keberaniannya tampil dalam "Kawah Candradimuka" Pilkada Jakarta, meskipun ia menyandang double minority (Kristen plus China). Kita berterimakasih kepada Ahok karena keberaniannya mendampingi Jokowi membuat Indonesia yang plural, egaliter, harmonis, berbhineka tunggl ika menjadi mungkin untuk diwujudnyatakan !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun