Mohon tunggu...
Kuncoro Adi
Kuncoro Adi Mohon Tunggu... profesional -

Lahir di semarang, tinggal di Jakarta. Penulis, editor buku dan pembicara publik. Tulisan tentang kerohanian, bisa di akses di blog pribadi http://kuncoroadi.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi hanya Pindah Kantor

17 Maret 2014   17:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:50 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rentetan tembakan anak panah sampai peluru mitraliur langsung mengarah ke Jokowi begitu berita pencapresannya yang heroik di “Rumah perjuangan” si Pitung terekspos ke media.

Kalau dicermati serangan itu bisa dibagi menjadi dua kelompok besar.

Pertama, serangan membabi buta.

Ini dilakukan oleh perorangan atau kelompok orang yang menuduh Jokowi macem-macem tanpa landasan data yang factual.

Jokowi agen fremansory, Jokowi sebenarnya keturunan China (cino ireng ha..ha..ha.. ) sampai Jokowi diback up oleh gerombolan konglomerat hitam dan seterusnya.

Tuduhan atau lebih tepat hasutan seperti ini menurut saya tidak usah ditanggapi. Kalau kita tanggapi, kita akan jadi sama “gilanya” dengan para demagog yang sarkastis tersebut. Bisa jadi tuduhan tak mendasar itu merupakan sebentuk proyeksi gangguan kejiwaan akibat stres akut dikarenakan cita-cita dan impian yang telah dipendam lama bakal tidak kesampaian. Ini ibarat raungan putus asa “pungguk merindukan bulan.”

Tuduhan seperti itu lebih baik ditanggapi sebagai lelucon “badut-badut konyol” yang sedang menghibur kita agar tidak terimbas panasnya tensi menjelang pileg dan pilpres terhebat dan terpanas di jagat perpolitikan Indonesia ini. Saya mengatakan pilpres terhebat dan terpanas, karena saya meyakini salah satu kontestan dalam pilpres kali ini adalah “The real Satrio Piningit” yang kita nanti-nantikan.

Kedua, serangan “sendu merayu”

Saya memberi nama serangan jenis ke dua ini sendu merayu, karena pihak yang kontra dengan pencapresan Jokowi memajukan argument bahwa mereka tidak rela, kalau Jokowi “tinggal glanggang colong playu”, meninggalkan tugas dan tanggungjawabnya membenahi dan mempercaktik Jakarta.

Kelihatannya argument mereka terdengar sentimental dan sangat mencintai Jokowi, sampai tidak rela Jokowi pergi meninggalkan mereka yang terlanjur mengapungkan berjuta harap kepadanya. Namun saya menduga, argument ini pun esensinya sama dengan yang pertama. Esensinya, mereka tidak ingin Jokowi jadi presdiden. Titik! Itu saja. Apa alasanya? Apa lagi kalau bukan mereka sebenarnya memiliki jagoan lain.

Jadi kesannya bagi saya justru kelompok ke dua ini lebay. Bagi mereka saya hanya ingin mengatakan demikian, “bapak, ibu, mas, mbak, om, tante, AA, teteh, bro,sis, jangan sedih ya, Pak Jokowi tidak akan meninggalkan kalian kok, beliau hanya mau pindah kantor. Dari jalan merdeka selatan ke merdeka utara. Dari Balaikota ke Istana Negara.”

Itu saja. Cup,cup,cup jangan nangis lagi ya. Pak Jokowi masih akan jadi bapak Jakarta kok, wong kantornya masih di Jakarta juga.

Selamat pagi kompasianer, salam satu putaran!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun