Kontestasi pilpres 2014 mungkin merupakan kontestasi paling unik dalam sejarah pilpres di Indonesia. Paling tidak ada semacam passion dari beberapa capres yang ingin membranding dirinya agar memiliki pamor sebagai seorang satria atau kesatria. Dalam pemahaman bawah sadar rakyat Indonesia mungkin ada pengakuan bahwa seorang kesatrialah yang bisa menuntaskan sema masalah dan carut marut yang puluhan tahun membelit bangsa ini.
Raja dangdut rhoma Irama berusaha menonjolkan kesatriaannyadengan menampilkan poster, baliho dan iklan yang mengambarkan dirinya sedang mengendarai kuda sambil menyandang gitar “bertuahnya”. Saya tidak tahu persis pesan apa yang ingin disampaikan lewat visualisasi yang demikian, namun kalau boleh menduga barangkali bang Rhoma ingin membuat sebuah citra bahwa kesatria jaman modern itu tidak lagi harus identik dengan membawa keris, tombak dan panah, bisa juga dengan membawa gitar. Ia mungkin ingin menerobos memori bawah sadar rakyat Indonesia bahwa kesatria modern bisa berjuang lewat nada dan irama (diwakili oleh gitar yang disandangnya). Jadi bang Rhoma ingin menampilkan dirinya sebagai tokoh yang bisa membereskan segala tetek bengek persoalan bangsa lewat alunan musk dan petikan gitarnya yang merayu kalbu.
Lewat music ia akan mencoba merayu dan mengajak rakyat Indonesia untuk berlari maju menuju masa depan gemilang.
Satria kedua yang berusaha tampil gagah bak pahlawan tempo dulu lengkap dengan keris dan panji-panji kebesaran dipertontonkan oleh Prabowo saat kampanye terbuka di GBK.
Tak tanggung-tanggung, Prabowo mengemas penampilannya demikian heroic dan gemebyar. Konon kuda yang ditungganginya harganya sekitar 3 milyar. Belum lagi setting situasi yang ditata demikian akbar dan megah mempertontonkan betapa satria ini mirip dengan para pahlawan tempo dulu yang gagah perkasa dan sakti mandraguna. Kesatria pilih tanding yang disegani lawan dan kawan, mungkin ini yang coba dicitrakan oleh Prabowo.
Kesatria ketiga lebih unik lagi. Ia membuat differensiasi yang menakjubkan. Alih-alih digambarkan sebagai satria yang gagah perkasa dengan menunggang kuda yang juga jempolan ( seperti kuda gagak rimangnya Adipati Jipang Panolan Aryo Penangsang), kesatria ini oleh pendukungnya justru digambarkan apa adanya tanpa polesan artistic apapun. Kurus kerempeng, berwajah ndeso, lugu, kampungan tapi punya nyali besar. Karena yang ditunganginya bukan lagi seekor kuda, melainkan banteng liar yang sedang melonjak garang. Namun demikian oleh para pendukungnya sosok kerempeng bernama Joko Widodo ini diyakini sebagai Satria Piningit yang sedang ditunggu-tunggu ratusan juta rakyat Indonesia. Sosok pilihan yang diyakini bisa mengembalikan kejayaan Nusantara menjadi negeri yang gemah ripah loh jinawi, tata tetrem kerta raharja.
Nah, pertanyaannya kuncinya, mana dari 3 pencitraan yang coba dikemas oleh ke 3 capres ini yang akhirnya disenangi dan dipilih oleh rakyat Indonesia untuk menjadi presiden baru Republik Indonesia ? Jawabannya tentu menunggu sampai pilpres berlangsung beberapa bulan ke depan. Ke 3 satria sudah unjuk kebolehan, sekarang tinggal kita – rakyat seantero Indonesia – yang menentukan pilihan !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H