Mohon tunggu...
6413
6413 Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

main bola

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Relasi Interpersonal Dalam Pemulihan Korban Bully

31 Januari 2025   08:40 Diperbarui: 31 Januari 2025   08:40 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Fenomena bullying di kalangan remaja menjadi permasalahan sosial yang terus meningkat dan mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, termasuk lembaga pendidikan, pemerintah, dan organisasi perlindungan anak. Bullying dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan fisik, verbal, sosial, dan cyberbullying (Smith & Brain, 2020). Dampak dari perundungan ini tidak hanya sebatas pada gangguan psikologis, tetapi juga dapat berujung pada gangguan kesehatan mental yang serius, seperti depresi, kecemasan, hingga risiko bunuh diri (Olweus, 2019).
Dalam konteks pemulihan korban bullying, relasi interpersonal memiliki peran yang signifikan. Dukungan sosial dari keluarga, teman, dan tenaga profesional terbukti membantu korban dalam proses penyembuhan emosional dan membangun kembali kepercayaan diri mereka (Hirsch et al., 2021). Oleh karena itu, penelitian ini berfokus pada bagaimana relasi interpersonal dapat berkontribusi terhadap pemulihan korban bullying, serta strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan efektivitas dukungan sosial bagi mereka.
Fenomena Bullying pada Remaja
Bullying adalah bentuk perilaku agresif yang disengaja dan dilakukan secara berulang oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap korban yang lebih lemah (Rigby, 2017). Menurut laporan WHO (2022), sekitar 30% remaja di dunia pernah mengalami perundungan dalam berbagai bentuk. Cyberbullying, khususnya, telah meningkat dengan pesat seiring dengan perkembangan teknologi digital dan media sosial (Tokunaga, 2018).
Beberapa kasus viral mengenai bullying yang diberitakan oleh media massa memperlihatkan betapa besar dampaknya terhadap kehidupan korban. Misalnya, kasus seorang siswa di Jakarta yang mengalami intimidasi berkepanjangan hingga mengalami depresi berat dan kesulitan untuk kembali bersosialisasi di lingkungan sekolah (Kompas, 2022). Dalam kasus lain, seorang remaja di Jepang mengalami cyberbullying yang membuatnya mengalami gangguan kecemasan sosial dan harus menjalani terapi jangka panjang (Yamamoto, 2021).
Bullying tidak hanya menyebabkan trauma psikologis, tetapi juga berdampak pada prestasi akademik dan hubungan sosial korban (Lund & Ross, 2020). Korban sering kali mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan interpersonal karena rasa takut dan rendah diri yang timbul akibat pengalaman buruk yang mereka alami.
Pentingnya Relasi Interpersonal dalam Pemulihan Korban Bully
Salah satu faktor kunci dalam pemulihan korban bullying adalah adanya dukungan sosial yang kuat dari lingkungan sekitarnya. Dukungan sosial yang baik dapat membantu korban untuk mengatasi trauma, membangun kembali harga diri, serta mendapatkan kembali rasa aman dalam berinteraksi dengan orang lain (Lazarus & Folkman, 2020). Berikut beberapa bentuk dukungan yang dapat diberikan:
1. Dukungan dari Keluarga
Keluarga memiliki peran utama dalam pemulihan korban bullying. Orang tua yang responsif dan suportif dapat membantu anak mengatasi trauma dengan memberikan ruang untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan mereka (Baumeister & Leary, 2018). Berdasarkan penelitian oleh Perry et al. (2020), anak-anak yang mendapatkan dukungan emosional dari orang tua lebih cepat pulih dari dampak bullying dibandingkan mereka yang tidak mendapatkan dukungan keluarga.
Orang tua juga dapat membantu dengan mencari bantuan profesional, seperti psikolog atau konselor sekolah, jika anak mengalami dampak psikologis yang berat. Menciptakan lingkungan rumah yang aman dan nyaman juga menjadi faktor penting dalam membangun kembali rasa percaya diri korban bullying.
2. Peran Guru dan Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah tempat utama di mana bullying sering terjadi, sehingga peran guru dan tenaga pendidik sangat penting dalam mencegah dan menangani kasus bullying (Espelage & Swearer, 2019). Sekolah harus menyediakan program anti-bullying yang tidak hanya berfokus pada pencegahan, tetapi juga memberikan perhatian pada pemulihan korban.
Guru dapat membantu korban dengan menciptakan lingkungan kelas yang suportif, memberikan ruang aman untuk berdiskusi, serta menjadi mediator dalam konflik yang terjadi antara korban dan pelaku bullying. Penelitian oleh O’Reilly et al. (2021) menunjukkan bahwa siswa yang mendapatkan dukungan dari guru lebih mungkin untuk melaporkan kasus bullying dan merasa lebih percaya diri dalam menghadapi perundungan.
3. Dukungan dari Teman Sebaya
Teman sebaya juga memiliki peran yang signifikan dalam pemulihan korban bullying. Studi oleh Wentzel & Caldwell (2022) menemukan bahwa korban yang memiliki teman dekat yang mendukung cenderung mengalami pemulihan yang lebih cepat dibandingkan mereka yang merasa terisolasi. Teman yang peduli dapat membantu korban dengan mendengarkan, memberikan semangat, serta mengajak mereka untuk tetap berpartisipasi dalam aktivitas sosial.
Selain itu, adanya komunitas atau kelompok dukungan untuk korban bullying juga dapat memberikan manfaat besar. Berbagi pengalaman dengan individu yang pernah mengalami hal serupa dapat membantu korban merasa lebih dimengerti dan termotivasi untuk pulih (Kendall & Hammen, 2020).
Dampak Buruk Jika Korban Tidak Mendapatkan Dukungan
Sebaliknya, korban yang tidak mendapatkan dukungan sosial yang memadai berisiko mengalami berbagai dampak negatif, baik secara psikologis maupun sosial. Studi oleh Duru & Balkis (2018) menunjukkan bahwa korban bullying yang tidak mendapatkan dukungan sosial memiliki risiko lebih tinggi mengalami depresi, kecemasan, dan PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder).
Selain itu, kurangnya dukungan juga dapat membuat korban semakin menarik diri dari lingkungan sosial, sehingga memperburuk kondisi mental mereka (Steinberg, 2021). Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan aktif dari keluarga, teman, dan lingkungan sekitar sangat penting dalam memastikan korban mendapatkan pemulihan yang optimal.
Studi Kasus Pemulihan Trauma Melalui Dukungan Sosial pada Penanganan Korban Bullying di SMAN 5 Makassar
Penelitian ini menelaah kasus seorang siswa berinisial SL di SMAN 5 Makassar yang mengalami bullying di lingkungan kelasnya. SL merasa tidak nyaman karena sering dikucilkan dan tidak dianggap oleh teman-teman sekelasnya, serta kerap menjadi korban perilaku bullying. Situasi ini berdampak negatif pada minat akademisnya; SL menjadi tidak bersemangat dalam mengikuti pembelajaran dan merasa takut serta enggan untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler karena khawatir akan mengalami perlakuan buruk dari orang lain. Akibatnya, SL memilih untuk diam, tidak berani bersuara, dan menghindari interaksi sosial.
Untuk mengatasi masalah yang dialami oleh SL, peneliti menerapkan layanan konseling individual dengan pendekatan behavioral, khususnya melalui teknik assertive training. Pendekatan ini bertujuan untuk membantu individu mengembangkan cara berhubungan yang lebih langsung dan tegas dalam situasi interpersonal tanpa bersikap agresif atau pasif. Melalui teknik ini, SL dilatih untuk mengekspresikan dirinya dengan jelas dan tegas ketika menghadapi situasi bullying atau konflik dengan teman-temannya.
Implementasi assertive training dilakukan dalam empat sesi pertemuan. Setiap sesi dirancang untuk membantu SL mengidentifikasi perasaan dan pikirannya terkait pengalaman bullying, memahami hak-haknya dalam interaksi sosial, serta mempraktikkan keterampilan komunikasi asertif melalui role-play dan simulasi situasi nyata. SL juga diberikan tugas-tugas untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna memperkuat keterampilan yang telah dipelajari selama sesi konseling.
Setelah mengikuti serangkaian sesi assertive training, SL menunjukkan peningkatan dalam kemampuan mengekspresikan diri secara tegas dan jelas. Ia menjadi lebih berani untuk menyatakan pendapatnya, menolak permintaan yang tidak diinginkan, dan menghadapi perilaku bullying dengan sikap yang lebih positif. Selain itu, SL mulai merasa lebih nyaman dalam berinteraksi dengan teman-teman sekelasnya dan menunjukkan peningkatan partisipasi dalam kegiatan akademik maupun ekstrakurikuler.
Penelitian ini menegaskan bahwa penerapan teknik assertive training dalam layanan konseling individual efektif untuk membantu siswa korban bullying mengatasi masalah mereka. Dengan mengembangkan keterampilan komunikasi asertif, korban bullying dapat meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki hubungan interpersonal, dan mengurangi dampak negatif dari pengalaman bullying yang mereka alami.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun