Gusjigang tersusun dari 3 buah kata, yaitu gus, berasal dari kata bagus, ji berasal dari kata ngaji, dan gang berasal dari kata dagang. Selama ini, Gusjigang merupakan bentuk representasi masyarakat Kudus yang bagus dalam perangai, pintar mengaji, dan pandai dalam berdagang. Ajaran ini merupakan warisan budaya yang konon diciptakan oleh Sunan Kudus.
Ajaran yang telah ditanamkan Sunan Kudus telah membawa pengaruh besar khususnya masyarakat Kudus kulon. Masyarakat Kudus kulon merupakan sebutan untuk warga kudus disekitar masjid al-Aqsha. Bangunan masjid al-Aqsha merupakan perpaduan antara arsitektur islam, hindu, jawa, dan china yang kemudian menjadi pengikat abadi berkembangnya ajaran gusjigang.
Dilihat dari segi historis dan folklore, budaya yang sampai saat ini masih menjadi tradisi di Kudus adalah larangan menyembelih Lembu (Sapi), hal ini dilakukan sebagai salah satu tanda menghormati masyarakat Hindu-Budha. Karena Sapi merupakan salah satu hewan yang diagungkan oleh pengikut keyakinan tersebut.
Jika kita melihat tata ruang kudus kulon, tata letak masjid al-Aqsho bertetangga dengan salah satu klenteng china, yaitu Klenteng Hok Ling Bio. Hal itu menjadi bukti bahwa cara sunan Kudus melangsungkan kehidupan bermasyarakat dengan bermodal Toleransi beragama, hasil toleransi tersebut enjadi salah satu jalan sebagai jalan untuk berdakwah.
Kata “Gus” merupakan bentuk pendidikan karakter pada masyarakat kudus, yang memuat beberapa hal, diantaranya:
- Berani dalam kebaikan, berkata benar serta menciptakan manfaat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
- Adil dalam memutuskan hukum tanpa membedakan kedudukan, status sosial, ekonomi, maupun kekerabatan.
- Arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan.
- Jujur dan Amanah.
- Penuh kasih saying.
“Ji” (Ngaji) mengajarkan manusia untuk sadar akan pentingnya ilmu pengetahuan, baik agama maupun umum, baik dunia maupun akhirat. Dengan ajaran “Ji” yang terkandung dalam gusjigang menjadikan Kudus terkenal dengan julukan kota santri, karena sampai sekarang ini Kudus masih menjadi pusat majelis keilmuan, banyak para pemuda maupun pemudi dari luar daerah yang menimba ilmu baik agama maupun ilmu umum lainnya.
“Gang” merupakan kata ketiga dari gusjigang. Karakter gusjigang menjadikan pengusaha kudus untuk mengedepankan perdagangan sebagai penopang kehidupan masyarakat kudus khususnya. Terdapat empat prinsip dalam berdagang, yaitu kejujuran, barokah, keterbukaan, dan membangun kepercayaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H