Mohon tunggu...
Adriell Paskasius
Adriell Paskasius Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang Pelajar

Bertinggal di Semarang kini sedang berada jauh dari orang tua karena asrama

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Fenomena Ngemis Online Berdasarkan Perspektif Psikologi

14 November 2023   11:31 Diperbarui: 14 November 2023   11:38 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Saat ini teknologi menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan manusia, di seluruh kalangan mulai dari yang muda sampai yang lanjut usia. Penggunaan teknologi, terutama penggunaan sosial media semakin meningkat sejak adanya pandemi Covid-19 karena segala aktivitas dilakukan secara online. Segala media yang berguna untuk tujuan informasi dan komunikasi hadir dalam berbagai jenis platform seperti Instagram, Facebook, YouTube, TikTok, dan lainnya. Aplikasi-aplikasi tersebut dimanfaatkan sebagai wadah dan media untuk mengembangkan kreativitas, meningkatkan ide dan tampilan dalam sebuah konten yang diunggah di media sosial, serta dapat dinikmati oleh para pengikutnya (Jannah & Fasadena).

Sisi Gelap Live Tiktok 

Tentunya penggunaan sosial media memiliki dampak positif dan dampak negatif apabila penggunanya tidak memiliki batasan. Salah satu hal yang sedang viral saat ini yaitu konten "mengemis online" melalui salah satu aplikasi yaitu TikTok pada fitur TikTok live. Orang yang berada dalam live atau "pengemis online" tersebut biasanya adalah orang yang sudah tua dan tugasnya adalah memasang wajah memelas supaya diberi gift oleh penonton live. Ketika penonton memberi gift pada live tersebut, maka "pengemis online" akan menyiram badannya dengan air atau masuk ke dalam lumpur. Gift yang diberikan oleh penonton dapat ditukarkan ke dalam Rupiah. Hasil yang didapatkan bergantung banyaknya gift yang diterima.

Pengemis online didominasi oleh orang tua supaya penonton merasa kasihan. Menurut artikel yang dimuat di Geotimes, adanya fenomena ini banyak orang ingin melakukan hal serupa dengan menyuruh orang terdekat mereka supaya mendapatkan uang dari TikTok live yang hasilnya bisa jutaan dalam sehari. Selain orang tua, ada beberapa live yang dilakukan oleh anak muda. Orang-orang yang melakukan live biasanya juga berinteraksi dengan penonton, misalnya mengucapkan terima kasih karena sudah memberikan gift. Selain itu, terkadang ada beberapa penonton yang menyuruh orang yang sedang live untuk melakukan tantangan, misalnya salto di atas lumpur, mengguyur lebih banyak air, dan sebagainya. Lalu penonton akan merasa puas dan memberi gift sebagai imbalannya.

Apabila dilihat dari pandangan psikologi klinis, orang yang merasa senang dan puas ketika orang lain menderita atau dipermalukan memiliki kecenderungan depresi. Menurut peneliti dari Department of Psychology Mercer University, perasaan senang saat melihat orang lain susah disebut dengan schadenfreude atau dapat diartikan sukacita dalam kerugian. Menurut dosen psikologi Universitas Leiden di Belanda, Wilco W. mengatakan bahwa orang yang menertawakan kesialan orang lain menganggap bahwa ada sesuatu yang menguntungkan bagi dirinya atau mungkin mereka merasa bahwa dirinya lebih beruntung daripada yang tertimpa kemalangan. Hal yang lebih parah yang disampaikan oleh Catherine C., ketua departemen psikologi dan ilmu saraf di Ursinus College, schadenfreude dapat dipengaruhi oleh gejala depresi yang mungkin dimiliki orang tersebut. 

Solusi yang bisa ditempuh adalah adanya penetapan regulasi yang tegas untuk mengatur live tiktok itu sendiri, misalnya saja diberikan sebuah alarm-alarm peringatan di setiap konten yang dibuat oleh para kreator. Misalnya saja alarm mengenai konten yang mengandung kekerasan pada diri sendiri atau pengeksploitasian tenaga orang lain. Bilamana terdapat konten kreator yang sekiranya melakukan live streaming dan konten tersebut mengandung 2 poin tadi bisa diketahui tindakannya oleh pihak pusatnya, lantas pemblokiran akun si kreator dapat dilakukan secara tegas. Selain itu salah satu hal yang mungkin bisa menjadi mitigasi adalah dibuatnya sebuah persyaratan yang terstruktur perihal kreator mana yang boleh untuk melakukan live streaming. Kreator harus memenuhi persyaratan tersebut supaya konten yang disajikan tidak memicu dan mengarah kepada konten yang sensitif, serta memang menunjukkan kreator yang memiliki value. 

Kesimpulan

Fenomena "pengemis online" sedang ramai di aplikasi Tiktok, orang-orang rela untuk memasang wajah memelas hingga memasukan tubuhnya ke lumpur hanya untuk mendapatkan gift yang didapat dari orang yang menonton live sebagai bentuk apresiasi yang dapat diubah menjadi uang guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Terdapat beberapa pandangan dari ahli maupun psikolog klinis yang berpendapat bahwa orang-orang yang memiliki kesenangan atau kepuasan untuk melihat orang lain menderita ataupun dipermalukan memiliki kecenderungan depresi, terdapat juga  schadenfreude atau sukacita dalam kerugian, hingga menertawakan kesialan orang lain dan merasa bahwa dirinya lebih beruntung daripada yang tertimpa kemalangan.

Daftar Pustaka 

Jannah, W., & Saha Fasadena, N. (2023). Fenomena Mandi Lumpur Live di Tiktok Menurut Teori Dramaturgi Erving Goffman. JISAB The Journal of Islamic Communication and Broadcasting, 2(2), 152--164. View of Fenomena Mandi Lumpur Live di Tiktok Menurut Teori Dramaturgi Erving Goffman

Joseph, Novita. (2023, September 07). Senang Melihat Orang Lain Menderita? Ini Alasannya. Retrieved October 22, 2023 from https://hellosehat.com/mental/mental-lainnya/senang-melihat-orang-susah/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun