Mohon tunggu...
Irvan Sembiring
Irvan Sembiring Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

jangan pernah menilai dari kovernya, tapi percayalah kovernya itulah yang selalu dinilai orang!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Karena Islam, Indonesia Terjajah?

7 April 2011   06:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:03 1299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak dapat dipungkiri bahwa Islam sebagai teologi politik, telah memberi warna bagi keberagaman sejarah bangsa Indonesia. Awalnya pengaruh Islam di Indonesia hanya sebatas kepada para pedagang lokal dan penduduk pesisir yang berinteraksi dengan pedagang dari Arab, Iran, atau India. Lambat laun pengaruh tersebut merambat kepada kalangan bangsawan dan kerajaan. Maka bertumbuhlah kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam, seperti Pasai di Aceh, Banten di Jawa Barat, Demak, Makassar, Raja Ampat. Hal yang unik adalah pengaruh Islam tidak serta merta menghilangkan budaya lama yang telah mengakar, seperti pada kerajaan Mataram Yogyakarta yang sangat mengkultuskan sang raja, sultan sebagai pemimpin agama, panatagama.

Sampai pada titik ini, terkesan Islam sangat memberi pencerahan, melepaskan kejahiliyahan, dan pembaharu. Memang pernyataan tersebut tidak salah. Namun ada sesuatu di otak saya yang begitu mengganggu terkait “takdir” Indonesia sebagai bangsa terjajah.

Sejak zaman dahulu, perdagangan antar negara telah terjadi. Hal ini terjadi karena masing-masing negara tidak mampu memenuhi kebutuhannya dengan hanya mengandalkan kemampuan sendiri. Begitu juga dengan kebutuhan pokok seperti rempah-rempah. Pada permulaan abad pertengahan (500 M), bangsa Eropa sudah mengenal hasil bumi dari Dunia Timur, terutama rempah-rempah yang berasal dari Indonesia. Hasil bumi dari Indonesia dan wilayah lain di wilayah di Asia sampai Eropa dilakukan dengan sistem perdagangan berantai. Para pedagang membawa dagangan ke bandar-bandar Indonesia di bagian barat, selanjutnya barang dagangan tersebut dibawa oleh para pedagang India, Persia, dan Arab menuju Teluk Persia dan Laut Merah. Selanjutnya diangkut melalui darat oleh para pedagang Persia dan Arab ke pelabuhan-pelabuhan di pantai Laut Tengah bagian timur seperti Iskandaria, Sudan dan Konstantinopel. Para pedagang Eropa membeli dagangan dari Dunia Timur dan membawanya ke pelabuhan di Eropa Selatan seperti Venesia dan Genoa. Dari Venesia dan Genoa, barang dagangan dipasarkan ke Eropa Barat dan Utara. (Suparman dkk, 2003: 16).

Singkatnya, orang Arab, India, Iran berdagang di Indonesia sambil nyambi menyebarkan Islam, barang dagangan dibawa dan dijual lagi di Laut Merah, Laut Tengah. Lalu orang Eropa membelinya dan di bawa ke seluruh daratan Eropa. Walhasil terjadi keseimbangan antara keperluan dan pemuas kebutuhan. Orang Eropa tidak kedinginan di musim dingin karena racikan rempah-rempah yang membuat hangat badan.

Namun, tak selamanya berjalan harmonis. Hubungan dagang antara Eropa dan Asia Barat melalui Laut Tengah mengalami kemunduran setelah terjadi Perang Salib (1096 -1291 M). Pada saat itu terjadi, permusuhan antara Eropa (Kristen) dan Asia Barat (Islam). Sesudah Perang Salib selesai, muncullah kekuasaan baru di daerah Kekhalifahan Timur yaitu kekuasaan Turki Usmani. Bangsa Turki mempersulit kedatangan para pedagang Eropa di daerah kekuasaannya. Akibatnya, perdagangan antara Eropa dan Dunia Timur mengalami kemunduran, bahkan terputus. Wilayah sekitar Laut Tengah yang sebelumnya ramai dikunjungi para pedagang dari berbagai negara menjadi sepi. Hal ini menyebabkan kegoncangan perekomonian di wilayah sekitar Laut Tengah (Mediterania). Kemunduran perdagangan di Laut Tengah dan terputusnya hubungan antara Dunia Timur dan Eropa menimbulkan kesulitan bagi bangsa Eropa untuk mendapatkan rempah-rempah. Rempah-rempah dari Dunia Timur menjadi barang langka dan harganya menjadi sangat mahal. Hal itu menimbulkan kegoncangan perekomonian di Eropa sehingga mendorong bangsa Eropa mencari Dunia Timur sebagai tempat komoditas rempah-rempah melalui penjelajahan samudra. (Suparman dkk, 2003: 17).

Akhirnya dimulailah penjelajahan besar-besaran bangsa Eropa mencari sumber utama rempah-rempah di dunia Timur. Dengan semangat 3G (Gold, Glory, Gospel), sampailah mereka di negeri-negeri Nusantara. Makanya sekarang kita mengenal nama-nama seperti Cornelis De Houtman, De Keyzer, Bartholomeus Diaz (1450 -1500 masehi ), Vasco da Gama (1469 -1524 masehi ), Alfonso d’Albuquerque (1453-1515 masehi ), penakluk Filipina, Ferdinand Magelhans. Mereka-mereka inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya kolonialisme di Nusantara. Belanda dengan VOC-nya menguasai perdagangan rempah-rempah untuk dijual ke Eropa. Belanda menjadi kaya-raya.

Di sinilah letak “takdir” tersebut. Mungkin lembar Sejarah akan berbeda ketika perdagangan di sekitar Laut Tengah yang menghubungkan pedagang Asia dengan Eropa adem ayem aja.

Si De Houtman atau Si Vasco da Gama mungkin tidak pernah berpikir menikmati matahari di Banten (Pada bulan Juni 1596 M, Belanda berhasil mendarat di Banten) kalau saja keluarga dan nenek mereka tidak kedinginan atau kekurangan bumbu masakan di dapur. Jadi saya dapat katakan bahwa orang-orang Eropa mungkin tidak akan pernah melancong ke Nusantara alias Indonesia kalau saja mereka diperbolehkan berdagang rempah-rempah di sekitar Laut tengah yang dikuasai Kekhalifahan Islam Turki Usmani.

Hipotesis di atas saya kemukakan dengan menunjukkan fakta bahwa hanya sedikit orang Eropa yang berpetualang mengarungi Asia sebelum era Turki Usmani. Marco Polo adalah seorang penjelajah Italia yang berhasil “tour” ke Asia. Keluarga Polo menjadi tamu kehormatan Kaisar Kubilai Khan, penguasa Kerajaan Mongol Tartar, imperium terluas di bumi saat itu. Marco Polo berhasil mengunjungi India, Aceh (Indonesia), dan China. Marco Polo adalah petualang Eropa yang mengambil jalur darat, jalur sutera.

Jelaslah bahwa motif kedatangan bangsa Eropa ke Dunia Timur sebelum era Kekhalifahan Islam adalah murni misi budaya dan perdagangan. Motif bertolak belakang, menjajah, terjadi ketika bangsa Eropa dikekang untuk berdangang memenuhi keperluannya. Akhirnya mereka datang dan menjajah. Itulah takdir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun