Dewasa ini telah marak terjadinya kasus kejahatan remaja di kota-kota besar
yang pelakunya sering dijuluki klitih. Dalam kasus ini keluarga memiliki peran besar
akan terjadinya tindak pidana klitih. Menurut dosen Sosiologi Kriminal UGM
Suprapto, keluarga harus dapat memberi perhatian maksimal dalam melihat
perkembangan anak dan kegiatan sehari-harinya.
“Saya melihat sisi internal fungsi keluarga menipis. Yakni fungsi keluarga dalam hal
sosialisasi, pendidikan, budaya, nilai, dan norma.” kata Suprapto kepada tim
Okezone.
Pernyataan Suprapto tersebut memiliki arti bahwa menipisnya fungsi keluarga
menyebabkan anak kurang memiliki bekal yang cukup untuk dapat berinteraksi dan
bersosial dengan masyarakat luas. Sehingga dengan kurangnya bekal dalam
bersosial dapat menyebabkan anak tersebut salah memilih lingkungan untuk
bergaul. Anak dapat dapat terjerumus masuk ke kelompok kriminal seperti geng
pelajar, geng motor, maupun organisasi tertentu. Saat berada di salah satu
kelompok inilah anak akan terdoktrinisasi untuk melakukan tindak kekerasan fisik
terhadap orang lain. Terkadang mereka melakukannya dengan bantuan minuman
keras agar lebih berani.
Saat ini penanganan pelaku klitih sudah dilaksanakan dengan hukum yang
berlaku. Hukuman yang dilaksanakan ini diharapkan agar pelaku memiliki efek jera
dan tidak mengulangi kejahatannya lagi dimasa yang akan datang. Pemberian
hukuman kepada anak memiliki aturan khusus salah satunya adalah penahanan
jangan sampai dilakukan bersamaan dengan pelaku kejahatan lainnya yang usianya
lebih tua dari anak tersebut.
Peran LPKA dalam pelaksanaan hukuman kepada pelaku klitih.
Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak yang selanjutnya disebut LPKA
tentu memiliki peran yang sangat besar dalam pemberian hukuman kepada pelaku
klitih. Hal ini terjadi karena kasus kejahatan klitih dilakukan oleh anak yang masih
dibawah umur. Dalam proses pembinaan pelaku klitih, LPKA memiliki fungsi untuk
melayani, merawat, mendidik, melatih, dan membimbing narapidana anak.
Pembinaan di LPKA memiliki tujuan agar narapidana anak
mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menjalani hukuman sesuai
dengan kejahatan dan putusan hakim yang berwenang. Sehingga setelah menjalani
proses hukuman yang berupa pembinaan di LPKA diharapkan anak dapat kembali
ke masyarakat dengan kepribadian yang lebih baik dari sebelumnya dan tidak
mengulangi perbuatannya. Seluruh proses pembinaan di LPKA tentua harus sesuai
dengan Undang-undang Perlindungan Anak yang berlaku seperti halnya hak-hak
bagi anak.
Hak-hak anak berdasarkan UU No. 35 Tahun 2014 Pasal 54 Tentang
Perlindungan Anak.
Beberapa hak-hak anak yang tertuang dalam Undang-undang No. 35 Tahun
2014 antara lain hak kelangsungan hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi, hak berpartisipasi, hak sipil dan kebebasan, hak
perawatan, hak pengasuhan, hak pemanfaatan waktu luang, hak kesehatan dan
kesejahteraan, serta hak pendidikan dan kebudayaan.
Ketentuan pidana anak berdasarkan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian
perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai
dengan tahap pembimbingan setelah menjadi pidana. Menurut UU No. 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak yang berhadapan dengan hukum
adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak
pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Pidana pokok bagi anak terdiri
atas:
1) pidana peringatan
2) pidana dengan syarat
● pembinaan di luar lembaga
● pelayanan masyarakat
3) pelatihan kerja
4) pembinaan dalam lembaga
5) penjara
Kesimpulan
Tindak pidana klitih ini merupakan suatu permasalahan kompleks yang
membutuhkan peran dari berbagai pihak untuk mengatasinya. Pada artikel ini
membahas peran keluarga dan LPKA dalam penanganan kasus klitih. LPKA harus
menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga pemasyarakatan yang
berpedoman pada SPPA dan UU Perlindungan Anak. Pemberian hukuman pada
anak berbeda dengan pemberian hukuman terhadap orang dewasa. Pelaksanaan
hukuman pada anak harus mengedepankan hak-hak anak yang sudah tertuang
dalam undang-undang. Pemberian sanksi yang baik diharapkan melahirkan generasi
bangsa yang lebih baik. Riwayat melakukan tindakan kriminal bukan berarti anak
tidak layak untuk menjadi penerus bangsa, namun tugas LPKA adalah menyiapkan
para narapidana anak agar menjadi lebih baik sehingga pantas untuk menjadi
penerus masa depan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H