Sadar nggak sih, kalau isu kesehatan mental masih menjadi hal yang tabu untuk masyarakat Indonesia? Stigma terhadap pengidap gangguan kesehatan mental di Indonesia masih sangat kuat dan masih sering dipandang sebelah mata. Karena masih banyak yang menganggapnya bukan penyakit atau hanya kurang bersyukur.
Kesehatan mental itu sendiri adalah cara untuk menggambarkan kesejahteraan sosial dan emosional. Kesehatan mental dipengaruhi oleh peristiwa dalam kehidupan yang meninggalkan dampak yang besar pada kepribadian dan perilaku seseorang.
Sekarang sudah banyak beberapa komunitas, kampanye, obrolan di media sosial bahkan karya film yang mengulas tentang kesehatan mental. Meski sudah banyak dibicarakan, sayangnya kesehatan mental masih dianggap stigma bagi beberapa orang. Indonesia dengan segala ke klenikannya menganggap bahwa orang dengan masalah kesehatan mental adalah orang gila atau kerasukan setan. Banyak juga yang menganggap orang dengan masalah kejiwaan adalah orang yang kurang pengetahuan agama dan tidak dekat dengan Tuhan. Padahal gangguan kejiwaan adalah kondisi medis di otak.
berdasarkan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Indonesia, setidaknya ada 450.000 keluarga di Indonesia yang menderita skizofrenia (gangguan mental jangka panjang).
Individu yang sehat secara mental dapat berfungsi secara normal dalam menjalankan hidup, khususnya saat menyesuaikan diri untuk menghadapi masalah-masalah yang akan ditemui sepanjang hidup seseorang dengan menggunakan kemampuan pengolahan stresnya. Akan tetapi individu yang terganggu kesehatan mentalnya dapat mengubah bagaimana cara dalam menangani stres, berhubungan dengan orang lain, membuat pilihan, dan memicu hasrat untuk menyakiti diri sendiri.
Lalu apa hubungannya kesehatan mental dengan agama?
Karena tidak semua orang dapat dengan tenang menghadapi penyakit yang diderita. Ada kalanya, nasihat dokter ataupun keluarga tidak mampu menenangkan batin yang sudah terlanjur kacau menerima hal buruk yang menimpa. Namun, jika seseorang mempunyai keyakinan kepada Sang Pencipta, ini diyakini dapat membantu. Dengan keyakinan yang kuat, dapat menjadi "obat" yang kuat, serta meningkatkan kemampuan untuk mengatasi berbagai macam gangguan kesehatan mental, seperti depresi, dll.
Dikutip dalam video Youtube "Kuliah Tamu" oleh Hasan Askari, menjelaskan bahwa menurut Robert Sapolsky (sains kontemporer) yang tidak meyakini Tuhan (Atheis) mengatakan Rate tertinggi depresi orang yang tidak beragama jauh lebih tinggi daripada orang-orang yang beragama. Bagaimana tidak?
1. Orang yang beragama ketika mengalami nasib buruk meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi atas kehendak Tuhan, dan kita harus bersabar.
2. Orang yang beragama memiliki komunitas atau majelis (dalam Islam), ketika terjadi sesuatu saling back up, dan punya support system.