Mohon tunggu...
ind
ind Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

baik ramah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dinamika Sosial Perkawinan Antarbudaya Memicu Konflik Pernikahan Jawa-Bali

24 Desember 2024   09:00 Diperbarui: 24 Desember 2024   07:53 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pernikahan, dari Pinterest (Contoh: Foto Pernikahan (Sumber: https://id.pinterest.com/pin/385057836909730509/  ))

Di tengah keberagaman budaya Indonesia, pernikahan antarbudaya menjadi topik yang menarik sekaligus penuh tantangan. Salah satu contohnya adalah pernikahan antara orang Jawa dan Bali. Meski keduanya hidup di bawah naungan semangat kebhinekaan, perbedaan tradisi dan nilai sering kali menjadi penghalang, terutama dalam hal penerimaan dari keluarga atau masyarakat sekitar. 

Dalam budaya Bali, pernikahan bukan sekadar penyatuan dua individu, tetapi juga membawa tanggung jawab kepada leluhur dan komunitas. Prosesi adat, seperti upacara pernikahan dan kewajiban adat setelah menikah, memegang peranan penting. Pasangan yang berasal dari latar belakang budaya berbeda, seperti orang Jawa, sering dianggap belum tentu mampu menjalankan peran ini. 

Banyak pasangan Jawa-Bali yang menghadapi tantangan besar setelah menikah. Beberapa bahkan harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan restu keluarga. Tekanan ini datang bukan hanya dari perbedaan agama atau budaya, tetapi juga dari ekspektasi masyarakat setempat. Misalnya, ada pasangan yang diharapkan untuk menjalani upacara keagamaan Hindu sesuai adat Bali, tetapi mengalami kebingungan karena latar belakang agamanya berbeda. Hal ini memunculkan stigma bahwa pernikahan antarbudaya akan "merusak" tradisi, padahal kenyataannya tidak selalu demikian.

Namun, bukan berarti semua cerita berakhir dengan konflik. Ada banyak pasangan yang berhasil melewati tantangan ini dengan belajar untuk saling memahami. Salah satu cara efektif adalah pasangan non-Bali mendalami budaya Bali dan menunjukkan rasa hormat terhadap tradisi pasangan mereka. Sebaliknya, keluarga Bali juga perlu membuka diri terhadap nilai-nilai budaya lain yang dibawa oleh pasangan. Proses kompromi ini memang tidak mudah, tetapi sangat penting untuk membangun harmoni dalam rumah tangga. Komunikasi yang baik dan dukungan dari keluarga kedua belah pihak menjadi kunci utama keberhasilan pernikahan antarbudaya.

Masyarakat juga memegang peranan penting dalam mendukung pernikahan seperti ini. Menghapus stigma dan stereotype terhadap pasangan antarbudaya dapat dimulai dengan meningkatkan pemahaman bahwa cinta tidak mengenal batas budaya. Sebagai bangsa yang kaya akan keberagaman, sudah seharusnya kita menghormati keputusan individu dalam memilih pasangan hidup. Pada akhirnya, pernikahan adalah tentang cinta, komitmen, dan kemampuan untuk bersama-sama menghadapi tantangan.

Pernikahan antarbudaya, termasuk pernikahan Jawa-Bali, adalah cerminan dari dinamika sosial di Indonesia. Meski konflik mungkin tak terhindarkan, upaya untuk saling memahami dan menerima perbedaan adalah langkah nyata menuju masyarakat yang lebih inklusif. Karena pada akhirnya, cinta sejati selalu menemukan jalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun