Layar dinaikkan tanda pertunjukan telah dimulai. Bunyi gamelan menggema di dalam ruang tertutup menyambut pengunjung yang berdatangan. Meskipun kadang-kadang sepi penonton, pertunjukan harus tetap dimainkan sebab dari panggung inilah roda hidup para pemainnya berjalan. Suara merdu sinden melantunkan lagu-lagu Jawa.
Kalau pas menonton, saya biasanya masuk ke dalam gedung pertunjukan pada pukul 21.00 saat adegan goro-goro berlangsung di atas panggung. Tokoh Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong tengah menggulirkan lelucon-lelucon yang mengundang tawa penonton.
Akting kocak para tokoh punakawan yang diselingi dengan menyanyikan tembang-tembang Jawa dan menarikan tarian berirama rancak ini cukup mencairkan suasana dan mengusir rasa kantuk yang mulai datang.
Penonton diajak masuk ke dalam dunia antah berantah pewayangan. Persoalan dalam cerita tayang silih berganti.
Adegan perang selalu ada dalam setiap seri cerita wayang. Perang antar kesatria atau perang antara kesatria melawan raksasa jadi aksi yang paling heroik dari semua adegan di sepanjang pertunjukan.
Pitutur-pitutur luhur atau nasihat baik ikut tersaji sebagai pembelajaran dalam menghadapi persoalan hidup.
Sekitar pukul 23.00 seluruh paket cerita pewayangan selesai.
Jika tontonan sedang ramai pengunjung, maka pagelaran wayang orang ini bisa berlangsung hingga pukul 23.30 dengan cerita-cerita pilihan yang menarik.
Biasanya ini terjadi saat ada instansi, organisasi masyarakat, atau ikatan alumni lembaga pendidikan mengedrop penonton untuk nonton bareng. Ini berarti Kelompok Wayang Orang Ngesti Pandawa sedang ditanggap.