Ketukan yang tak kunjung tiba
Di luar hujan tak juga reda
Apa kau masih enggan berteduh di dalam?
Aku melewati sekian banyak musim
Cat kulitku sudah mulai mengelupas oleh cuaca
Tidak ada yang peduli untuk kembali menyegarkan warnaku
Aku ingin corak sedikit terang agar tampak lebih muda
Di sana,
Lelaki itu duduk di bawah rindang pohon angsana
Sedang apa dia?
Keriput di dahinya memaparkan perjalanan yang dia tempuh sepanjang hidup
Dia pasti tidak punya teman
Seperti aku
Menua bersama bayanganku sendiri
Semua bertumbuh, semua mendewasa dan pergi satu-satu
Gadis kecil yang kerap memainkan gagangku itu pun kini tak terdengar kabarnya
Mungkin dia telah menikah
Atau tinggal di suatu tempat yang jauh
Aku juga rindu pada celoteh ibunya
Perempuan muda yang sangat cekatan mengasuh anak-anaknya
Dia bercerita tentang jendela di musim kemarau
Jendela yang engselnya mulai tua hingga sulit dibuka
Jendela yang mulai keropos kayunya
Habis dia dimakan rayap
Jendela kuno yang besinya karatan
Di manakah jendela itu sekarang?
Aku tidak pernah melihatnya sejak aku dipasang oleh tukang kayu yang tinggal di seberang jalan
Ah, pasti dia telah musnah di tungku pembakaran
Dia memang lebih berguna sebagai kayu bakar
Usianya pasti lebih tua dari aku
Aku?
Bagaimana dengan nasibku?
apakah hidupku juga akan berakhir seperti si jendela tua?
Ayolah, mudakan aku kembali!
Aku tak ingin hidup sia-sia
Aku juga tak ingin lekas mati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H