Mohon tunggu...
Aymara Ramdani
Aymara Ramdani Mohon Tunggu... Administrasi - Orang yang hanya tahu, bahwa orang hidup jangan mengingkari hati nurani

Sebebas Camar Kau Berteriak Setabah Nelayan Menembus Badai Seiklas Karang Menunggu Ombak Seperti Lautan Engkau Bersikap Sang Petualangan Iwan Fals

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Semeru, Puncak Abadi Para Dewa: Sebuah Catatan Perjalanan

25 Februari 2013   12:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:43 1114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kereta Matarmaja bergerak perlahan meninggalkan Stasiun Senen Jakarta menuju Malang. Dengan uang Rp 50 ribuan kita sudah bisa menjejakkan kaki di kota Malang kawan, kota sejuk, kota penghasil apel di nusantara ini, dan kota pelajar juga mungkin ya, karena berdiri begitu luasnya universitas-universutas disana. Dan yang pasti ada sebuah gunung nan cantik namun terlihat angkuh, gagah dan mengerucut. Ya, Mahameru. Puncak Abadi Para Dewa. Aku berniat menikmati alamnya, pesona sabananya dan danau di tengah gunungnya (Ranu Kumbolo).

Lamanya perjalanan di kereta itu jelas sangat membosankan kawan, namun, di tengah kebosanan itu, kami sempat di hibur oleh salah seorang penumpang yang sepertinya "berjari kelingking yang keriting" Angga demikian namanya. Itupun setelah kami berkenalan, hingga kami tahu namanya. Dialah yang sedikit menghibur suasana yang bosan tadi  menjadi cair dan grrrrrrrrrrrrr. Semua penumpang di gerbong kami itu terhibur. Nah dari pengalaman ini aku baru menyadari bahwa di balik entah mungkin kelemahan atau kekuatannya, seseorang yang “berjari kelingking yang keriting” itu, tersimpan keistimewaannya. Ya, wajar sekali ya, rupanya para pembawa acara yang berpolah seperti itu, sering kali kita jumpai di layar kaca ataupun di acara off air. Ya memang karena mereka itu pandai mencairkan suasana.

Suasana kembali seperti semula, setelah Angga turun, aku lupa dimana turunnya, kami hanya terdiam, minum kopi dan berbicara apa adanya.membunuh waktu  kebosanan itu mau ga mau harus kami nikmati kawan, demi sebuah hasrat, mengenal lebih dekat Pesona Gunung Semeru.

Sekira 18 jam kami berada di kereta itu, pagi hari kami tiba di kota Malang, kami segera di jemput oleh sahabat alam kami, Dian  Dwi, yang aku sebut sebagai macannya Gunung Semeru, karena dialah yang nanti akan membawa kami kesana, dia sangat faham dengan kondisi medan dan jalur disana. Kami sarapan sebentar dan repacking, dan ngobrol-ngobrol lagi. Sarapan selesai, kami segera menuju ke Pasar Tumpang. Pasar Tumpang adalah pasar terakhir dimana kita akan mempersiapkan segala sesuatunya untuk pendakian kita. Dari berbelanja logistik hingga keperluan pribadi kita. Dan dari sini juga kita akan menggunakan Jeep (of road) menuju kaki Gunung Semeru di Ranu Pani.

1361768460165648580
1361768460165648580

Perjalanan dari Pasar Tumpang menuju Ranu Pani kita sudah di suguhkan pemandangan yang eksotis, kabut tebal, perkebunan apel ada dimana-mana serta ladang-ladang penduduk yang tertata dengan apiknya. Jalan beraspal itu, dengan sudut kemiringan yang terjal mampu dilewati oleh jeep yang kami tumpangi kawan. Lagi dan lagi kabutmu selalu menemani perjalan kami. Jalan berliku dan berkelok serta tanjakan itu, mampu dengan mulus di lahap dengan sempurna oleh Jeep itu. Perpaduan itu jelas menambah pengalaman dan wawasan buat ku. Aku lihat pada saat itu, kebun-kebun apel itu sepertinya sedang terserang hama, buah-buahnya sudah terlihat layu dan sepertinya serbuk putih itu menempel di batang dan buahnya. Setelah melewati itu semua kami tiba di Ranu Pani

Ya, sore hari kami tiba di Pos Ranu Pani, Ranu Pani ini merupakan desa terkahir yang akan kita jumpai dan juga merupakan titik awal kita yang akan memulai pendakian Puncak Abadi Para Dewa. Di Ranu Pani ini juga ada sebuah danau. Setiba disana kami langsung di sambut dengan dinginnya udara serta kabut yang tebal kawan. Hujan juga turun deras pada sore itu. Kita semua masak di Pos Ranu Pani dan kita ngecamp di rumah panggung di sisi kiri. Agak naik sedikit. Setelah selesai masak, makan dan narkopian serta repacking, kami kongkow dan bercerita saja sembari menunggu hujan reda. Sepertinya pada sore menjelang malam itu hujan tak juga reda, akhirnya kami menginap di rumah panggung itu. Di tempat kami ngecamp awal tadi. Dengan istirahat yang cukup, sangat baik untuk kesiapan fisik kita keesokan harinya. Suasana malam itu sepertinya ada yang sedikit janggal dan aneh, aku merasakannya kawan. Hawa dinginnya tidak seperti biasa, beda . Biarlah....Aku istirahat di dalam rumah panggung itu toh nyenyak juga.

Keesokan paginya kami bangun dan tubuh sudah segar kembali. Senam kecilpun kami lakukan di pos Ranu Pani ini, tak lupa seperti biasa kita pun bernarsis ria di pagi itu. Senam kecil yang kita lakukan sekadar melemaskan otot-otot kami agar dalam perjalanan nanti kaki kita tidak kram. Narkopian tak ketinggalan kawan. Ritual itu jelas kami lakukan. Dan kini kami siap berangkat. Cariel sudah di punggung kami. Tas kecil sudah menempel di pinggang kami, tak lupa selalu kami panjatkan doa untuk keselamatan pendakian kami ini. Bismillah. Cuaca pagi itu cerah kawan.

13617685272003999163
13617685272003999163

13617685841191020060
13617685841191020060

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun