Mohon tunggu...
Aymara Ramdani
Aymara Ramdani Mohon Tunggu... Administrasi - Orang yang hanya tahu, bahwa orang hidup jangan mengingkari hati nurani

Sebebas Camar Kau Berteriak Setabah Nelayan Menembus Badai Seiklas Karang Menunggu Ombak Seperti Lautan Engkau Bersikap Sang Petualangan Iwan Fals

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Sangiran: Jejak-Jejak Manusia Purba, Balung Buto dan Citro Suroto

11 Januari 2016   11:58 Diperbarui: 4 Desember 2017   14:31 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="foto taken trisna"][/caption]

Bagi saya yang tidak mempunyai dasar keilmuan tentang dunia antropologi dan jejak-jejak manusia purba, saya sering bertanya dalam diri saya sendiri. Pernahkah kawan, termasuk saya, berfikir, tentang manusia-manusia purba. kenapa ada manusia yang berbeda warna kulit, Ras dan bahasa? Mungkin bagi mereka yang memahami tentang disiplin ilmu tersebut dengan mudah menjawabnya karena riset-riset yang dilakukannya.Tapi bagi saya terutama, tetap saja saya masih bingung bagaimana penyebarannya. ah sudahlah.

Coba kawan merenung sebentar, kenapa di Indonesia bisa mewakili beragam warna kulit di dunia? kulit Hitam Afrika, ada di Papua dan Ambon. Kulit kuning bisa di wakili oleh orang Manado dan Bumi Priangan. Kulit merah Indian sepertinya nyaris sama dengan Suku Dayak di Kalimantan. Mungkin ini pertanyaan sangat mendasar dari saya, betapa Indonesia bisa mewakili beragam warna kulit di dunia ini.

Dengan kekayaan ini, Indonesia akan menjadi tujuan utama persiet dunia, selain Lukisan goa dai Papua, juga lukisan goa di Maros Sulawesi yang mengundang decak kagum peneliti dunia. Sebelum membahas lebih jauh ke lukisan goa tersebut, saya mencoba melihat jejak-jejak manusia purba di Sangiran. Pada saat saya kesana saya menggunakan motor bersama Sena. Saya di sana di temani oleh Sena, kawan dari Solo yang pernah satu frame ketika kita naik gunung Papandayan di Garut. Sena meminjamkan motornya kepada saya untuk mengexplore Sangiran. . Tulisan ini sebenarnya adalah kelanjutan cerita saya tentang  http://www.kompasiana.com/4ym4r4/candi-cetho-tinggalan-sejarah-yang-mendunia_5553132eb67e61190c13099e.

Saya mengexplore Sangiran di mulai dari tempat saya menginap dekat Terminal Tirtonadi Solo. Sena dengan santainya sudah tiba di depan penginapan saya dengan membawa kawannya yang membawa motor. Pagi itu cuaca cerah dan mendukung sekali. Segera kita berangkaaat. Jalanan Solo begitu mulus dan tidak macet kawan. sebelum dzuhur kami sudah tiba di daerah Sangiran, namun kami tidak langsung menuju Musium Manusia Purba. kami mampir terlebih dahulu ke Gardu Pandang, untuk melihat keadaan sekililing Sangiran. Aku terbawa ke masa ratusan tahun silam setelah melihat lokasi penelitian manusia purba. 

Okober 1887, Dubois yang ditugaskan sebagai dokter militer membawa isrinya Anna, Dan Eugenie, putri pertamanya berlayar menuju Hindia Belanda. Perjalanan selama dua bulan di habiskan di kapal uap S.S Princess Amalia. Desember 1887,kapal berlabuh di Sumatra. aku membayangkan betapa serunya perjalanan keluarga Dubois tersebut di kapal.

Melihat sunset, Sunrise, Di hantam badai, mungkin juga Mabok laut hingga muntah kuning. qiqiqi. mungkin toh. Aku saja yang hanya beberapa jam terkena badai di selat sunda nyaris lewat, kawan-kawanku saja yang hanya 6-7 jam di perahu menuju Teluk Kiluan pada nembak. qiqiqi flash back sedikit kawan.

Siapa Dubois ini, kawan akan sangat bisa dengan cepat mendapatkan informasi tentang Dubois ini, karena google dengan sangat cepat bisas menjawab itu semua, pun demikian dengan saya. Sumber tulisan ini adalah saya dapatkan dari berbagai sumber yang ada di internet.

Ada lagi yang sangat menarik menurut saya adalah Mitos Balung Buto di Sangiran sana. Bahwa menurut buku yang saya baca di masa dahulu kala, ketika belum masuknya peneliti Londo, masyarakat sekitar Sangiran sering sekali menemukan tulang-tulang raksasa yang berserak di sana. para petani di sana juga dengan mudahnya mendapatkan balung buto tersebu. Balung artinya Tulang dan Buto artinya Raksasa. Dengan masuknya peneliti dari Londo terutama Koenigswald yang melakukan penelitian dengan mengajak seorang anak bernama Citro Suroto untuk memayungi dari teriknya mentari dan menjadi guide untuk mendapatkan fosil-fosil tersebut. 

Tiap hari, sejak pukul delapan pagi, Citro menemani Koenigswald menjelajah wilayah-wilayah di Sangiran. Ia biasa membawakan payung bagi Koenigswald sehingga secara luas ia dijuluki sebagai “si anak payung”. Dari proses bersama inilah Citro belajar seluk-beluk fosil sebab tiap menemukan fosil, Koenigswold akan bercerita padanya soal temuan itu. Dari cerita-cerita inilah, Citro mulai memahami wujud fosil, bagaimana cara mengambil dan memperlakukannya supaya tak rusak, bahkan Citro mulai paham bagaimana memperkirakan umur fosil.

Lama-kelamaan, ketika ia mulai berkeluarga, Citro mengajarkan pengetahuannya tentang fosil kepada keluarganya, sementara para tetangga Citro juga mulai belajar soal itu. Bertepatan dengan itu, para peneliti asing mulai datang dan mereka pastilah membutuhkan penduduk lokal untuk menemani pencarian fosil. Maka, muncullah “anak-anak payung” lainnya sehingga secara turun-temurun penduduk Sangiran mulai memahami seluk-beluk fosil.

Bersamaan dengan proses itu, pandangan mereka ihwal tulang-tulang manusia itu pun berubah. Karena para peneliti asing yang datang ke Sangiran selalu memberikan imbalan uang bagi tiap tulang yang ditemukan, para penduduk pun mulai menganggap tulang-tulang itu tidak sebagai balung buto tapi sebagai “barang jualan”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun