Sebebas camar kau berteriak...
Setabah nelayan menembus badai..
Seikhlas karang menunggu ombak..
Seperti lautan engkau bersikap..
(Sang Petualang, Rendra, Iwan Fals & Kantata Takwa)
Hangatnya cahaya mentari sore itu masih menemani pendakian kami di hari pertama. Setelah melalui kawasan pemukiman dan perkebunan serta kotoran-kotoran sapi yang menjadi bumbu dalam pendakian kami ini, medan yang kami lalui mulai berubah, menjadi padang sabana terbentang luas. Tampak di kejauhan, puncak Rinjani yang berdiri kokoh mencakar langit, segitiga raksasa yang akan kami gapai. Begitu mempesona dan menampakkan kebesarannya. Aku sempat berfikir, waw....
Kami terus berjalan menapakinya, kami memasuki hutan yang lebat, lembab dan begitu rapat kawan. Aku terus berjalan dengan selalu mendendangkan lagu-lagu Bang Iwan. Tutu tepat didepanku. Suasana di hutan itu begitu senyap dan dingin, aku tak tahu apa yang aku rasakan, kuterus berjalan dengan langkah kakiku yang teratur.Â
Wawwwww... selepas hutan itu, membuat kami terbelalak. mata kami melotot melihat bentangan sabana yang begitu hijau dan luas. Aku terkesima, segera kuambil senjata pamungkasku, jepret sana dan foto sini.Â
Aku terus berjalan beriringan dan tak lama kami mendapati sebuah pos, ya Pos 1 yang hanya berdiri sendirian, diam dan membisu, pos ini hanya di jadikan tempat istirahat sebentar saja kawan, aku pun demikian hanya sebentar di pos ini, kemudian berjalan lagi.