Manusia sembunyi dibalik wajahnya
Kata kata suci berubah makna
Hukum rimba telah menjadi dewa
Siapa kalah terkubur hidupnya
Orang kalah
Jangan dihina
Dengan cinta
Kita bangunkan
(Orang Kalah #Iwan Fals #Kantata Takwa)
Banyak hal yang masih menjadi misterius, ketika seorang mantan ketua KPK masuk jeruji besi, dengan kasus pembunuhan. Dari semua argumentasi, fakta persidangan dan saksi-saksi yang dihadirkan sepertinya Antasari Azhar tidak bersalah.
Dalam kesaksiannya soal pembunuhan Nasrudin, Mun'im Idries ketika itu mengungkap sejumlah kejanggalan. Mun'im mengatakan, ada perbedaan antara jumlah peluru yang bersarang di tubuh Nasrudin. “Saya temukan di tubuh korban dua peluru. Maka di pengadilan seharusnya dua. Ini ditambah satu lagi menjadi tiga,” kata Mun'im, Senin 25 April 2011. (Viva.co.id)
Sinyalir adanya yang tidak beres dalam keterangan penembakan ini diperkuat oleh kondisi mobil Nasrudin, tempat si empunya mobil ditemukan tewas ditembak. Ini adalah novum kedua. Dalam salah satu bukti dalam Memori PK, tim kuasa hukum Antasari menunjukkan bahwa berkas tembakan di kaca mobil Nasrudin bentuknya vertikal. Kesan yang muncul adalah, tembakan itu berasal dari atas, bukan samping.
Sementara sesuai fakta dengan fakta persidangan sebelumnya, karakter lubang pada kaca itu horizontal atau mendatar, karena peluru yang ditembakkan pelaku dari samping bukan dari atas.
Dan, menurut novum ketiga Antasari, dua peluru yang ditemukan pada tubuh Nasrudin Zulkarnaen tidak berasal dari senjata yang sama. Temuan itu dinyatakan dengan jelas oleh saksi ahli balistik yang dihadirkan juga dalam sidang PK, Widodo Harjo Prawito.
Pada bulan April 2013, ketika penulis (Tofik Pram) bertemu dengan dr Mun’in Idris, beliau hanya punya satu komentar atas kasus ini; ”Anginnya kencang” entah apa maksud dari komentar tersebut.
Selalu saja menjadi polemik dalam perjalanan kasus ini. Sejak awal kasus ini meletup bahkan hingga kini aneka ragam kejanggalan muncul, bahkan di media online sudah banyak sekali informasi tentang kejanggalan-kejanggalan tersebut.
Buku ini membidik tiap momen yang dilakoni Antasari Azhar dalam upayanya membuktikan bahwa ia tak bersalah dalam kasus pembunuhan yang menjeratnya. Dan dari keseluruhan kronologi tersebut, muncul kesan bahwa Antasari seperti sedang melawan "angin kencang”. Dia terjebak di tengah pusarannya.
Matinya sebuah hukum,
Bukan membuat matinya kebenaran
Tercatat didalam relung jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H